Sekilas memerhatikan kondisi bahasa Indonesia pada zaman kekinian tampaknya masih menyisahkanpermasalahan-permasalan yang cukup penting dicermati secara saksama. Kedudukan bahasa Indonesia di era globalisasi kini semakin mendapat tantangan. Pada dasarnya tantangan-tantangan itu sebenarnya membawa dampak postif bagi bahasa itu sendiri. Artinya, semakin banyaknya tantangan tersebut akan mendewasakan bahasa itu sendiri. Namun, perlu digarisbawahi apabila tantangan itu dijadikan sebagai bahan masukan dalam pemerkayaan bahasa Indonesia. Sebaliknya, tantangan itu justru akan membawa dampak negatif manakala tantangan itu dijadikan sebagai penghambat kedinamisan bahasa Indonesia itu sendiri.
Sekaitan dengan hal itu, kita mengetahui secara pasti bahwa kedudukan bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa resmi negara. Artinya, kedudukan bahasa itu secara eksplisit menjelaskan bahwa bahasa Indonesia harus digunakan secara baik dan benar pada situasi resmi/formal. Namun, kedudukan bahasa Indonesia kini tidak hanya sebatas pada hal itu, melainkan lebih menekankan bahasa Indonesia sebagai penyelia bagi ilmu-ilmu pengetahuan lain. Hal itulah sedang diterapkan oleh pemerintah lewat Kementerian Pendidikan dan Kebudyaan yang mengintegrasikan bahasa Indonesia dengan bidang-bidang ilmu lain pada penerapan Kurikulum 2013. Lebih lanjut lagi, harapan itu muncul dengan penerapan pembelajaran bahasa Indonesia yang berbasis teks.
Namun, di sisi lain juga tidak boleh menampikkan bahwa kedudukan bahasa Indonesia masih mendapat tantangan-tantangan. Baik dari gempuran bahasa asing maupun melalui produk-produk yang dihasilkan oleh bangsa asing. Selama ini kita melihat penggunaan bahasa Indonesia belum seutuhnya disakralkan. Penyimpangan-penyimpangan berbahasa Indonesia seolah lumrah dan dianggap sebagai hal yang tidak perlu dipusingkan. Padahal sikap demikian membuktikan sikap berbahasa, rasa hormat, dan loyalitas berbahasa yang masih patut diragukan.
Kasus-kasus yang meremehkanbahasa Indonesia tampak dalam kehidupan sehari-hari bangsa. Ada banyak orang yang sampai saat ini bangga menggunakan merk/cap benda-benda impor seperti gelang, kalung, tas, jam tangan sampai pada hal-hal yang terkecil seperti keset kaki. Kasus lainnya didapati pada tulisan-tulisan yang berbau promosi seperti papan reklame, spanduk seminar, nama jalan pariwisata. Judul-judul film Indonesia juga turut dirambah oleh bahasa asing serta tidak luput sasarannya pula pada penulisan lagu yang dicampuradukkan seperti bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris, bahasa Indonesia dengan bahasa Korea, bahasa Indonesia dengan bahasa Mandarin. Semua itu menandakan bahwa sikap bahasa kita boleh dikatakan mulai luntur. Kita tidak meyikini dengan penulisan nama benda-benda dan lagu berbahasa Indonesia lebih prestise daripada bahasa asing.
Sikap bahasa demikian erat hubungannnya dengan kesadaran berbahasa. Manakala rasa kesadaran berbahasa sudah mulai goyah, kekhawatiran akan ditinggalkannya sebuah bahasa sangat mungkin terjadi. Oleh karena itu, sebagai warga Indonesia dan sebagai penutur bahasa Indonesia selayaknya kita mampu menyeimbangkannnya. Tanpa rasa kesadaran yang bersumber dari niat yang baik, kedasaran berbahasa hanyalah jargon semata. Sebab berbahasa itu pada kondisi sadar, kita harus benar-benar memahami dan menerapkannya dengan baik.
Pada bulan Oktober ini, kita akan memasuki bulan bahasa. Bulan oktober dijadikan sebagai Bulan Bahasa karena berkaitan erat dengan kelahiran bahasa Indonesia. Secara historis, bahasa Indonesia pertama sekali disumpahkan oleh pemuda Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928. Namun, apakah itu berarti sampai saat ini sumpah itu masih terpatri kuat pada diri setiap warga Indonesia? Jawaban itu tentunya membutuhkan kejujuran hati kita sebagai penutur bahasa Indonesia.
Selain itu, peringatan Bulan Bahasa akan diwarnai dengan pengadaan Kongres Bahasa Indonesia. Kongres bahasa yang selalu dilakukan lima tahun sekali dan sudah melahirkan kebijakan-kebijakan dalam menyikapi persoalan-persoalan bahasa Indonesia. Kongres bahasa Indonesia sampai hari ini sudah sembilan kali terlaksana. Kini kita menunggu Kongres Bahasa Indonesia X yang akan dilaksanakan pada tanggal 28 s.d. 31 Oktober 2013 di Jakarta. Oleh karena itu, kita layak menunggu hasil kongres bahasa itu yang nantinya menyumbang pendapat-pendapat demi pengambilan kebijakan baru dalam memosisikan bahasa Indonesia secara nasional dan secara internasional. Semoga kebijakan itu nantinya akan mengukuhkan bahasa Indonesia sebagai bahasa yang patut diperhitungkan secara internasional, minimal di tingkat negara-negara ASEAN. Akhirnya, marilah sadarkan kembali kesadaran berbahasa Indonesia kita yang mungkin mulai redup lewat sikap bahasa kita yang selalu bangga terhadap bahasa Indonesia. Kalau bukan kita siapa lagi dan kalau bukan hari ini kapan lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H