Sang master photoshop Agan Harahap mengadakan pameran seni bertajuk "Social Realism of Agan Harahap" di Singapura 15 April-21 Mei 2017. Beliau memperlihatkan sisi lain yang jenaka dan kontemplatif dalam melihat Indonesia masa kini.
Latar Belakang
Saya menghadiri sesi talkshow bersama mas Agan bersama dua pemandu acara. Pengunjung beragam dari yang berwajah barat, timur,  dan Indonesia. Orang Indonesia terlihat dari raut khas, pakaian batik, dan pengucapan mereka. Talkshow itu berlangsung dengan bahasa Inggris dan sedikit bahasa Indonesia, membahas latar belakang pameran itu.
Menurut beliau, mulai banyak orang menganggap diri sudah tahu segalanya, hanya dengan bermodalkan berita dan postingan dalam medsos. Mas Agan pun merespons fenomena ini dengan membuat foto-foto manipulasi yang menjadi viral, seperti foto Ahok bersalaman dengan Rizieq Shihab atau foto Ahok berpelukan dengan dua artis bule. Hasil editan yang aktual nan realistis berhasil mengecoh warganet (netizen) Indonesia, bahkan membuatnya jadi berita. Banyak yang menganggap mas Agan beritikad tak baik dengan memadukan figur publik terhormat dengan suasana atau sosok yang tak layak jadi panutan. Nyatanya, mas Agan hanyalah sosok yang ingin bercanda; bercanda dengan persepsi warganet dalam realitas dunia maya yang gampang dibuat-buat.
Kemudian, berlangsung sesi pertanyaan. Secara umum, banyak yang penasaran mengapa mas Agan sering membuat karya berbau isu sosial dan agama di Indonesia. Menurutnya, saat ini agamalah yang populer di Indonesia. Jika dulu yang ngetren adalah musik dan fashion, sekarang agamalah yang paling ngetren. Jadinya, mas Agan banyak memadukan simbol-simbol berbau agama dalam suasana modern, baik dalam bentuk cara berpakaian, huruf, dan gambar.
Dengan dasar ini, maka pameran seni "The Social Realism of Agan Harahap" resmi dibuka. Sebuah potret Indonesia dengan segala paradoksnya: tradisi dan modernitas, agama dan sekularitas, dunia nyata dan dunia maya. Inilah respons Indonesia terhadap kemajuan abad 21, ala Agan Harahap.
Ulasan Karya
Pameran ini menampilkan karya dengan unik. Setiap karya mencakup dua foto: foto karya mas Agan di sebelah kiri, dan foto karya seni pendahulunya di sebelah kanan. Foto karya mas Agan dipasang dengan ukuran besar setinggi orang dewasa. Foto karya seni pendahulu, yang adalah inspirasi karya mas Agan, dipasang dengan ukuran hanya seukuran telapak tangan. Kontrasnya ukuran ini seakan menggambarkan jauhnya dua zaman para pembuatnya.
1. Maka Lahirlah Angkatan 66
2. Mentjari Kutu Rambut
Jaman dulu, banyak orang ingin terlihat keren dengan tamasya dan berfoto di tempat-tempat indah. Namun, sekarang dengan medsos, sangat mudah untuk terlihat keren dengan foto di tempat indah, tanpa harus mengunjungi tempatnya. Aplikasi manipulasi foto, studio foto, photobooth, dan sejenisnya memungkinkan itu. Saya kaget, Â mendengar betapa dalamnnya makna di balik detail itu. Sekali lagi, ini menunjukkan betapa kaburnya realitas dunia maya, dan banyaknya orang yang ingin menunjukkan eksistensinya disana.
3. Kerokan
***
Seorang pengunjung wanita Israel mengagumi karya-karya pameran ini. "Ini sangat menakjubkan", katanya. Saya menjelaskan kata-kata bahasa Indonesia yang tercantum dalam karyanya, sembari mencoba menafsirkan konteks di baliknya. Dia melihat dinamika Indonesia dan pergolakan sosial-politik-agama di dalamnya. Isu pilkada Jakarta juga tak asing baginya. Wanita itu memberi satu komentar tak terlupakan, bahwa Indonesia adalah negara yang menakjubkan, dan orang Indonesia harus menjaganya. Sungguh mengangkat.
Akhir kata, saya berterima kasih pada Mizuma Gallery dan mas Agan Harahap atas pameran ini. Sungguh suatu karya yang membuka mata tentang negeri Indonesia dan sikap-sikap putra bangsa menghadapi semangat zaman. Semoga bisa bertemu lagi di kesempatan lain, atau dalam bahasa Inggris: See you Agan!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H