" Kehadiran sosok perempuan dalam panggung politik perlu didukung dan diapresiasi, tetapi jangan menutup mata untuk melihat relasi politik yang ada. Terutama, relasi yang melanggengkan dinasti politik, yang akan menghambat penguatan demokrasi, tata Kelola pemerintahan dan perubahan di daerah.
Oleh : Jonny Ricardo Kocu *
Tulisan ini berangkat dari diskursus politik pemilihan kepala daerah (pilkada) tahun 2024, secara khusus kehadiran Perempuan sebagai calon kepala daerah (bupati/walikota) di Provinsi  Papua Barat Daya. Fokus tulisan menyoroti sosok Petronela Kambuaya. Ada dua sisi yang perlu dilihat: Pertama, dalam konteks representasi Perempuan dalam pilkada. Kedua, kehadiran Perempuan sebagai keberlanjutan (politik) dinasti. Sehingga, pertanyaan-pertanyaan seperti : Apakah kehadiran sosok perempuan (Petronela Kambuaya) dalam panggung politik di Kota Sorong sebagai representasi perempuan dalam politik, atau kehadiran sebagai kelanjutan dinasti politik, ataukah kedua hal ini akan menjadi ambivalen ? pertanyaan tersebut, secara umum akan dijawab dalam tulisan ini.
Terbatasnya Ruang Politik bagi Perempuan PapuaÂ
Saya pernah menulis tentang Nasib Perempuan Papua dalam Pemilu Legislatif 2024 di media The Papua Journal Lihat di Sini, pada awal tahun ini. Intinya, bahwa nasib perempuan papua dalam politik sangat memprihatinkan, tantangan perempuan papua untuk memenangkan kontestasi politik elektoral cukup berat, dibandingkan dengan laki-laki.Â
Tantangan perempuan dalam politik, disebabkan oleh kultur patriarki yang menghambat perempuan dalam politik, begitu juga institusi politik (Partai) yang menjadikan perempuan "hanya dan sekedar" sebagai pemenuhan syarat pencalonan 30% perempuan. Belum lagi, kendala modal finansial yang sering mempersulit perempuan papua dalam politik.
Sedangkan, kepemimpinan perempuan papua dalam posisi eksekutif (politik) seperti kepala daerah, menjadi bupati/wakil bupati, walikota/wakil walikota, begitu juga gubernur/wakil gubernur di tanah Papua, merupakan sesuatu yang jauh dari genggaman perempuan. Jangankan memenangkan kontestasi politik (seperti Pilkada), menjadi calon saja, merupakan sesuatu yang jarang dan sulit bagi perempuan papua. Walau ada beberapa perempuan papua pernah menjadi calon kepala daerah, seperti Irene Manibui dalam pilgub Papua Barat pada pilgub 2017 ( sebelumnya Irene menjabat sebagai wakil gubernur, menggantikan Rahimin Katjong yang meninggal dunia pada tahun 2015).
Baja Juga : Nasib Kabupaten Maybrat Pasca Kepemimpinan Bernhard Rondonuwu
Baik di ruang politik legislatif maupun eksekutif, perempuan papua secara umum, sulit mengakses ruang seperti itu. Politik di Tanah Papua cenderung didominasi oleh kaum laki-laki. Faktor seperti kultur patriarki dalam masyarakat dan institusi politik, menjadi faktor penyebab. Walau begitu, pasca masa transisi kepemimpinan, beberapa daeraH di Tanah Papua dijabat oleh perempuan papua sebagai Pj. Kepala daerah. Namun, tetap saja, mereka bukan datang dari jalur kompetitif elektoral (melalui pemilihan langsung).
Kemunculan Perempuan Papua dalam Pilkada 2024