Oleh  : Jonny Ricardo Kocu * Â
Artikel ini bertitik tolak pada dua hal. Pertama, kasus kriminal (pencurian, pembegalan, pembunuhan dan lainnya) yang meningkat di kota Sorong, Papua Barat Daya. Kedua, Pernyataan Paul Finsen Mayor (PFM), yang mengatakan bahwa pihak kepolisian silahkan menembak mati siapun yang melakukan kejahatan di Kota Sorong. Selanjutnya, artikel ini mengulas akar masalah tindakan kejahatan, sekaligus menawarkan alternatif solusi, salah satunya menghadirkan pemimpin yang membawa perubahan, lewat pemilukada 2024 nanti.
Kondisi Kota Sorong
Ketika awal tahun 2023, saya tiba di kota Sorong, sepulang menyelesaikan studi di kota Yogyakarta. Kini, hampir satu tahun lebih saya menetap di kota sorong dan telah bekerja. Sepanjang waktu itu, tiap hari saya melihat berita lokal termasuk beberapa media sosial ( Lihat : Instagram @kopukabar, @sorong-info) yang selalu mengabarkan informasi seputar kota Sorong (termasuk Aimas, kabupaten Sorong). begitu juga berdasarkan laporan Porlesta Sorong Kota, kasus kriminalitas di Kota Sorong mencapai angka 1.082 kasus pada tahun 2023 (TribunSorong.com). Informasi ini didominasi oleh masalah keamanan dan kejahatan :Pencurian (pencurian motor paling dominan), penjambretan, pembegalan, pembunuhan, termasuk kecelakan lalulintas. Berita tersebut juga banyak menunjukan keberhasilan polisi Tim mangewang Porlesta Sorong Kota dalam menangkap para pelaku kejahatan. Sebagian besar pelaku adalah generasi muda (bahkan beberapa remaja), dengan rentang usia kira-kita 15- 30an tahun, dan secara khusus sebagian besar pelakunya Orang Asli Papua (OAP).
Keberhasilan polisi dalam beberapa kasus, tidak sebanding dengan kasus kriminalitas di kota Sorong (termasuk sebagain wilayah kabupaten Sorong), yang terus meningkat, akhir-akhir ini bahkan menjadi-jadi. Saya tiap pagi sering melihat ada informasi kejahatan di akun instragram @kopukabar dan @sorong-info , ketika memperhatikan kolom komentar, banyak netizen mengutuk tindakan tersebut, beberapa mencaci-maki; bahwa pelaku pemalas kerja dan makina lainnya. Bahkan yang paling anyar, pernyataan dari PFM seorang senator (DPD) yang baru terpilih mewakili Provinsi Papua Barat Daya, yang mengatakan " bahwa pihak kepolisian harus menembak mati setiap pelaku kekerasan di kota Sorong ".
Melihat Fenomena Kriminalitas di Perkotaan, Seperti Melihat Gunung Es di Lautan.
Apakah masalah kriminalitas (kejahatan) di Kota Sorong yang meningkat, disebakan oleh masalah sepele : Orang malas bekerja ? orang suka mabuk-mabukan saja ? ataukah dengan menembak mati para pelaku, akan menyelesaikan masalah atau menjadi efek jera bagi pelaku lainnya ?
Pertanyaan-pertanyaan seperti di atas, atau pertanyaan lainnya yang ada di kepala kita. Tidak bisa dijawab dengan cara dan kesimpulan sederhana, seperti pelaku kejahatan adalah karena orang mabuk, malas kerja dan harus ditembak mati. Atau, kita tidak bisa menyimpulkan dengan kacamata kuda : basis individu (mabuk dan malas). Melainkan, kita perlu melihat sistem dan struktur fisik, maupun kebijakan politik (pemerintahan) yang membentuk dan mendorong tindakan kejahatan muncul, dan terus berkembang. Ibarat gunung es di lautan; Permukaan adalah kejahatan yang terlihat, atau kita berkata bahwa kejahatan tersebut karena orang mabuk dan malas. Namun, sebenarnya bagian terbesar gunung es ada di bawah permukaan laut. Bagian terbesar itu berisi; Kependudukan (Urbanisasi dan Migrasi), Pendidikan dan Pengangguran, serta Kegagalan Pemerintah (terutama Walikota Sorong).
1). Kependudukan : Urbanisasi dan Migrasi yang MeningkatÂ
Kriminalitas (Tindakan kejahatan) di perkotaan adalah masalah umum yang hampir dihadapi oleh seluruh kota di Indonesia, bahkan dunia. Masalah ini, selalu berkaitan dengan masalah urbanisasi (termasuk migrasi). Urbanisasi artinya perpindahan penduduk dari Desa/kampung ke kota, sedangkan migrasi, berarti perpindahan penduduk dari satu daerah ke daerah lainnya.
Kota Sorong adalah satu kota yang menderita masalah urbanisasi, sekaligus migrasi. Dua masalah kependudukan ini, berkaitan dengan dua posisi kota Sorong. Pertama, sebagai pintu gerbang pulau papua dan DOB Provinsi Papua Daya/PBD (plus Ibu Kota provinsi tersebut), yang mendorong dan menjadi tujuan migrasi dari luar Papua, demi kepentingan ekonomi. Kedua, Kota Sorong memainkan status " pusat atau sentral"  dari beberapa kabupaten di Provinsi PBD (bahkan sebelumnya Provinsi Papua Barat), sebagai pusat ekonomi, hiburan dan pendidikan. Kedua hal inilah, mendorong sentralitas dan konsentrasi penduduk dan mobilitas di kota sorong tinggi. Kita bisa lihat data penduduk Kota Sorong tahun 2020 adalah 284.410 jiwa, dengan luas wilayah 656,64 km2. , ini berbeda jauh dengan kabupaten Tambrauw  yang luas wilayahnya 11.529,18 km2. dengan jumlah jiwa hanya 28.379 orang.
284.410 jiwa ini jumlah yang terdata di capil (2020), belum termasuk (hingga 2024) dan yang tinggal di Kota Sorong, namun KTPnya daerah lain, pasti angkatnya lebih besar dari penduduk berKTP kota Sorong. Poinnya bahwa urbanisasi dan migrasi telah mendorong kepadatan penduduk, pemukiman padat dan kumuh, serta berkontribusi terhadap tindakan kejahatan.
2). Pendidikan dan Pengangguran
Di Kota sorong, ketika kita berada di wilayah sepanjang jalan utama dari Km7 -- Km10, kita akan berjumpa banyak anak seusia TK/ SD yang tidak bersekolah di depan ruko-ruko, warung, indomaret/alfamart dan beberapa kios-kios. Ini adalah satu potret yang mewakili kondisi Kota Sorong pada umunya, bahwa Pendidikan menjadi masalah serius dan  pemerintah tidak pernah serius mengurus Pendidikan.
Kepadatan penduduk (berkaitan dengan poin 1) , yang tidak dibarengi dengan kualitas Pendidikan akan memicu masalah tersendiri, salah satunya pengangguran. Pengangguran yang didorong oleh keterbatasan lapangan pekerjaan, akses terhadap pekerjaan, maupun kualifikasi dan ketrampilan yang sesuai pekerjaan. Akibatnya, melahirkan persoalan ekonomi " Tidak ada pekerjaan = tidak ada pendapatan". Â Karena tidak ada pendapatan, dan tuntutan untuk bertahan hidup serta tekanan hidup di perkotaan, akan mendorong orang berperilaku ; melakukan pencurian, pembegalan, mabuk-mabukan dan lainnya. Sehingga, mendorong tindakan kriminal yang tinggi di kota Sorong.
3). Tata (Ruang) Hidup.
Permasalah berikut yang menopang kriminalitas di kota Sorong tinggi, adalah tata ruang hidup. Ini berkaitan dengan ruang fisik, maupun non fisik. Ruang fisik misalnya, kepadatan penduduk di kota sorong, juga menciptakan beberapa wilayah pemukim yang kumuh dan padat, di sisi lain pemerintah kota sorong tidak menyediakan ruang publik yang nyaman ( Hanya taman DEO dan SorCit ). Padahal Ruang fisik (ruang publik) memainkan peran penting dalam mendorong perilaku seseorang.
Sedangkan, ruang non fisik berkaitan dengan bagaimana pemerintahan membentuk sistem, menata struktur dan operasional untuk mencegah dan mengontrol tindakan kriminal, sekaligus menciptakan lingkungan hidup yang nyaman dan baik. Misalnya, struktur pemerintah dari kelurahan, distrik hingga RT/RW perlu ditata dan diperkuat, sekaligus didanai (anggaran) operasionalnya, dalam mencegah dan mengontrol lingkungan masing-masing. Dari kegiatan lampu jalan, pemasangan CCTV, pos dan ronda malam, layanan untuk melaporkan tindakan yang mencurigakan dan lainnya, termasuk pembinaan terhadap kelompok muda di RT/TW masing-masing.
Siapa Yang Salah dan Harus Bertanggungjawab ?
Ketiga poin yang saya jabarkan di atas, tidak menutup kemungkinan adanya faktor-faktor lain, seperti hilangnya nilai dan norma (menciptakan nilai baru) di lingkungan yang multikultural dalam masyarakat urban, penjualan minuman keras yang tidak terkontrol oleh pihak keamanan dan pemerintah, kesadaran masyarakat, LMS, dan Perguruan Tinggi dalam mendorong kegiatan pendampingan dan pemberdayaan masyarakat di perkotaan.
Namun, jika saya dipaksa untuk menjawab ; siapa yang salah dan bertanggung jawab atas meningkatnya kriminalitas di kota sorong ? maka, jawaban saya tidak akan seperti kata Paul Vincen Mayor " Silahkan tembak kasih mati pelaku " atau jawaban kebanyakan netizen sorong "pemabuk, dan pemalas kerja". Karena jawaban seperti ini hanya menunjukan kemalasan berpikir kita, dan ketidakmampuan kita untuk mendiagnosa masalah, sekaligus memberi rekomendasi penanganan yang tepat berbasis masalah.
Menurut saya, dengan melihat poin-poin yang telah saya jabarkan, maka yang menciptakan kondisi dan membiarkan kondisi kota sorong penuh dengan tindakan kriminal adalah pemerintah (pemimpin) kota Sorong (mungkin saat ini, kita belum bisa menyalahkan Pemprov PBD, karena umurnya masih balita). Intinya Pemerintah (pemimpin) Kota Sorong adalah pihak yang paling salah " GAGAL" dalam mengurus kota Sorong. Seperti, penataan Kota (ruang publik), penataan kelembagaan hingga RT/RW, fasilitas jalan, lampu dan CCTV, Kontrol terhadap migrasi spontan (menyebabkan meningkatnya populasi dan kondisi kepadatan/kumuh), dan keseriusan mengurus pendidikan (terutama bagi OAP).
Solusi
Lantas, apa solusinya ? atau bagaimana menangi masalah seperti ini ? Pertama, untuk jangka pendek, perlu peran aktif dari pihak keamanan untuk melakukan patroli atau pengawasan. Kedua, untuk jangka panjang dan menyentuh akar masalah, perlu peran aktif dan serius dari pemerintah kota Sorong dan provinsi PBD dalam mendorong kebijakan yang mampu menyentuh: Persoalan Urbanisasi serta Migrasi, Pendidikan, serta pengangguran , dan menata ruang hidup perkotaan (ruang fisik dan non fisik).
Untuk itu, kesempatan kita ada di tahun ini, pemilihan walikota Sorong (juga gubernur PBD) ada di depan mata (November 2024). Tugas warga kota Sorong (juga warga PBD) adalah memastikan diri untuk memilih pemimpin yang berkualitas, pemimpin yang mampu mendiagnosa masalah di kota Sorong, serta mampu melahirkan kebijakan-kebijakan konkrit untuk mengatasinya, bukan pemimpin yang hanya melahirkan retorika. Jadi, kota Sorong (Kota Bersama dan Ibu kota Prov. PBD) akan baik, aman dan tentram, itu bisa dimulai dan ditentukan dari kotak suara di TPS pada November 2024 nanti.
*Penulis adalah Pengajar/Dosen di Universitas Nani Bili Nusantara Sorong.
Bacaan Pendukung :Â
- Dinamika Kriminalitas Urban : Studi Tentang faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kejahatan di Kota Besar. Andi Ahmad Munajat dan Hudi Yusuf https://jicnusantara.com/index.php/jicn/article/view/161/212
- Dampak Urbanisasi Bagi Perkembangan Kota di Indonesia. Fitri Ramdhani Harahap. https://society.fisip.ubb.ac.id/index.php/society/article/view/40/28
- https://pbdnews.com/2024/06/sorong-darurat-begal-pfm-desak-polda-tembak-ditempat/
- https://teropongnews.com/2024/05/kota-sorong-darurat-begal-gmni-polisi-diminta-meminimalisir-maraknya-aksi-begal-di-sorong/#google_vignette
- https://teropongnews.com/2024/06/ibu-kota-provinsi-pbd-darurat-begal-dan-kriminal-yance-dasnarebo-dkk-pejabat-sedang-tutup-mata/
- https://papuabarat.antaranews.com/berita/29451/enam-area-di-sorong-jadi-prioritas-penataan-kawasan-kumuh
- https://sorong.tribunnews.com/2023/12/31/kriminalitas-di-kota-sorong-tembus-1082-kasus-sepanjang-2023-curanmor-paling-tinggi
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI