Pada tulisan lain Baca Juga : Tradisi Kain Timur dalam Praktek Politik Modern saya telah membuat tinjauan kritis, namun bagian ini saya mengulas mengenai pokok pikiran tiap bab. Sehingga, akan membantu pembaca memahami buku tersebut, bila ingin membaca lebih lanjut. Selamat membaca...... Buku Politik Kain Timur terdiri atas tujuh bab, tiap bab memiliki topik pembahasan tersendiri namun saling berkaitan. Topik tiap bab itu bisa dilihat sebagai berikut :
Bab 1. Tradisi sebagai Instrumen Meraih kekuasaan
Pada bab pertama ini mengulas mengenai kekuasaan dan bagaimana seorang aktor menggalang dukungan, alih-alih menyebut bagaimana mobilisasi dukungan. Kajian buku ini difokuskan pada metode mobilisasi dukungan dengan memanfatka tradisi yang ada di Masyarakat. Pada bab pertama ini juga ditegaskan bahwa kajian mobilisasi ini tidak mengaikan politik identitas, kajian ini lebih berfokus pada pemanfaatakn tradisi oleh seorang aktor dalam meraih kekuasaan dalam mekanisme pemilihan umum. Lokus kajian buku ini di Kabupaten Sorong Selatan, walau penulis dan saya meyakini hal yang sama bahwa tradisi pertukaran kain timur ini berlaku di wilayah kepala burung ( Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Maybrat, Kabupaten Tambrauw, Kabuapten Pegunungan Arfak, Kabupaten Manokwari, Kabupaten Sorong, dan Kabupaten Teluk Bintuni).
Bab pertama ini juga mengulas konsepsi kekuasaan dan mobilisasi dukungan. Seperti di halaman 8-10 mengulas apa itu kekuasaan dan bagaimana memperolehnya. Dilanjutkan dengan mobilisasi dukungan dan sumber daya. Sumber daya sendiri dimaknai sebagai potensi yang dimiliki untuk digunakna dalam meraih tujuan, sebagaimana Andrain (1992:132-135) membagi sumber daya ke dalam lima tipe, yaitu sumber daya fisik, ekonomi, normatif, personal dan keahlian. Kelima sumbersaya ini sangat penting dan harus dimiliki oleh seorang aktor, namun ada penegasan bahwa seorang aktor tidak harus memiliki kesemua sumber daya itu, tetapi bisa memiliki beberapa sumber daya saja, yang terpenting adalah bagaimaan efektifitas pengunaan sumber daya itu. Penjelasan bab ini dilanjutkan pada pembahasan mengenai sumber daya, tradisi dan mobilisasi dukungan. Esensi tradi pertukaran kain timur dikupas di sini, dan mobilisasi dukungan dengan mengandalkan sumber daya yang ada. Gambar 1 (halaman 22) sangat jelas mempermudah kita memahami pembahasan mengenai tradisi, sumber daya dan mobilisasi dukungan.
Mengakhiri bab ini, penulis menegaskan bahwa studi ini dalam rangka mengalisis penggalangan dukungan memilah mobilisasi dalam aktivitas pemerintahan, mobilisasi dalam aktivitas sosial kemasyrakatakan dan mobilisasi dalam aktivitas elektoral. Pembahasan aktivitas pemerintahan meliputi bahasan mengenai mobilisasi dukungan di ranah birokrasi dan di ranah politik secara umum.
Pembahasan mobilisasi sosial meliputi pembahasan mengenai pemahaman kandidat non Papua terhadap masyarakat sorong selatan dan bahasan terhadap pemanfaatan pemahaman tersebut dalam upaya memobilisasi dukungan. Pembahasan mengenai mobilisasi dukungan dalam aktivitas elektoral melibuputi bahasan mengenai dukungan dalam aktivitas pencalonaan dan maupun pemenangan dari hari pemungutan/ perhitungan suara. Pembahasan mengenai aktivitas mobilisasi yang telah diurai ini, menurut saya merupakan rincian dari pembahasan inti buku ini.
Bab 2. Masyarakat Sorong Selatan
Pada bab kedua dalam buku Politik kain timur, terdapat empat topik yang dibahas terkait topik utama bab ini. bab ini memaparkan profil singkat Kabupaten Sorong Selatan, dan memaparkan masyarakat Sorong Selatan dari segi etnisitas. Bahasan difokuskan pada ulasan kelompok entis di dalamnya, dilanjutkan bahasan mengenai interaksi kelompok etnis dan diakhiri dengan hasil temuan bahwa “ Kesetian primodial pada mada masyarakat setempat masih relatif kental, dan pada ujungnya hal tersebut menghadirkan sikap ‘Kami’ dan ‘Mereka’ di kalangan masyarakat.
Etnis yang ada di kabuapten sorong selatan teragi dalam dua kelompok besar, yaitu entis asli papau dan etnis pendatang. Entis asli Ppaua yang ada di sorong selatan terdapat tiga kelompok utama yakni etnis Tehit, Imeko dan Maybrat. Sedangkan etnis pendatang sebenarnya bervariasi namun mereka diikat dengan satu kesamaan yakni pendatang/perantau. Untuk interaksi kelompok etnis yang ada di Sorong Selatan bisa dibilang cukup baik, tidak ada gesekan atau konflik berarti atar etnis. Usalan mengenai sikap kami dan mereka bagi saya sangat menarik, karena pada bagian Inilah titik lemah kandidat asli Papua dalam memobilisasi dukungan dibanding kandidat non Papua , alih-alih menyebut kandidat Non papua adalah altenatif diantara sikap kami dan mereka yang tumbuh di masyarakat.
Bab 3. Masyarakat Sorong Selatan dan Tradisi pertukaran Kain Timur