Mohon tunggu...
Jonny Ricardo Kocu
Jonny Ricardo Kocu Mohon Tunggu... Dosen - Seorang Pengajar dan Penulis Lepas

Suka Membaca dan Menulis. Tertarik pada Politik & Pemerintahan, Sosial Budaya, dan Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Melihat Misteri Hidup Papua Lebih Dekat Melalui Buku

9 Februari 2024   18:46 Diperbarui: 12 Februari 2024   08:38 535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto ini diambil oleh penulis (Jonny Ricardo Kocu) dari buku Hidup Papua Suatu Misteri (09/02/2024)

Tulisan ini secara sederhana menampilkan kondisi Papua, melalui buku " Hidup Papua Suatu Misteri " yang ditulis oleh I Ngurah Suryawan (2022), alih-alih saya menampilkan sekilas isi dan poin-poin (pelajaran) penting buku tersebut, bagi kita -- orang Papua.

"Misteri yang saya maksudkan adalah pergumulan rakyat Papua dengan "dunia batin" dan pengharapan tentang datangnya sebuah penantian yaitu kebebasan dan kedaulatan - hal.27.

Kutipan di atas menggambarkan kondisi orang Papua saat ini, dan itu juga yang penulis ingin sampaikan ke kita (pembaca) dalam keseluruhan bukunya. Saya akan mengulas secara umum, apa saja yang dibahas dalam buku ini, dan poin-poin (pelajaran) penting, yang saya tangkap setelah membaca buku ini beberapa pa tahun lalu, namun saya harus akui bahwa apa yang saya sampaikan tidak mewakili keseluruhan isi buku tersebut. Sehingga perlu dibaca secara utuh lagi (bagi yang belum membaca buku tersebut). 

Kesan pertama adalah, saya belum pernah membaca buku yang ada karya seni rupa atau lukis. Ini adalah buku pertama, dan ada hal tersebut, saya tercengang dan kagum, salah satu gambarnya ada di cover buku dan beberapa di dalam buku tersebut, gambar yang penuh pesan dan makna.Beberapa waktu lalu BBC Indonesia memberitakan komunitas dan sosok di balik karya tersebut (Dicky Takndare)

Sekilas isi buku " Hidup Papua Suatu Misteri "

Foto : Jonny Ricardo Kocu (09/02/2024)
Foto : Jonny Ricardo Kocu (09/02/2024)

Buku ini terdiri atas 7 bab, di tambah bagian pengantar dan pendahuluan yang ditulis oleh (Ligia Judit Giay dan Veronika Kusumayati). Secara khusus buku ini memotret tiga wilayah di Papua, yaitu kabupaten Teluk Bintuni, kabupaten Merauke dan Kota Sorong. Namun secara umum, buku ini sebenarnya menggambarkan keseluruhan kondisi orang Papua di tanah mereka. 

Bab 1-3. Membahas konteks Kabupaten Teluk Bintuni, salah satu kabupaten dengan Perusahan (BP) terbesar kedua di Papua setelah PT. Freeport di Timika. Bab 1. Mengulas wacana masyarakat adat dan problem yang dihadapi, terutama hadirnya investasi dan negara, sehingga melahirkan lapisan elit dalam masyarakat adat, serta berbagai kepentingan yang hadir. Sehingga, masalah dasar sering dilupakan, sebab pragmatisme ekonomi muncul sebagai hal menarik dan utama. Bab 2. Menggambarkan kondisi kampung yang terisolir (kampung Sarbe, distrik Kuri), dan terhimpit oleh kondisi ekonomi yang tak pasti. Namun siasat dan inisiatif kaum muda untuk menciptakan peluang ekonomi dengan (berwirausaha ) penangkapan udang dan kepiting.

Bab 3. Kritik terhadap Teknikalisasi pemetaan wilayah adat. Secara lugas menulis menunjukan bahwa teknikalisasi pemetaan wilayah adat, terutama demi kepentingan investasi membawa problem serius bagi masyarakat adat. Karena banyak aspek yang diabaikan dalam proses teknikalisasi. Implikasinya , tanah dilihat sebagai uang. Sehingga, terjadilah saling klaim kepemilikan, konflik dan keterpecahan antar marga. Sehingga, solidaritas dan integrasi yang dulu ada menjadi hilang -- terjadi fragmentasi. 

Bab 4 . Membahas konteks masyarakat adat di Kabupaten Merauke. Bab 4 mengulas tentang orang Marori dan Kanun di Merauke wilayah adat mereka termasuk area Taman Nasional Wasur. Yang menarik dari bab ini adalah penulis mendeskripsikan sekaligus merefleksikan hubungan orang Marori dan Kanun dengan alam yang menghasilkan nilai budaya dan kepercayaan, termasuk tempat sakral serta bahasa ibu. Pada bagian ini, pikiran saya terbawa ke daerah saya (Kabupaten Maybrat, Papua barat), bahkan seluruh Papua bahwa ada satu kenyataan kuat bagi orang Papua. Alam (hutan) bukan sekedar menyediakan makanan dan minuman (menjadi dapur), namun hutan menjadi tempat produksi nilai, tradisi dan imajinasi, termasuk religi (kepercayaan). Sehingga, hutan bagi orang Papua adalah roh kehidupan. Jika hutan rusak, maka masyarakat Papua tercerabut dari identitas diri mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun