Mohon tunggu...
Jonny Hutahaean
Jonny Hutahaean Mohon Tunggu... Wiraswasta - tinggi badan 178 cm, berat badan 80 kg

Sarjana Strata 1, hobby membaca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Vaksin dan Gigi Palsu

13 Januari 2021   18:04 Diperbarui: 13 Januari 2021   18:09 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sebuah perusahaan namanya XYZ melakukan riset bahan dan desain untuk memperoleh bahan yang paling bagus dan desain paling sesuai untuk membuat "gigi palsu". Usaha dan investasi mereka membuahkan hasil. Bahan paling bagus yaitu ringan, tahan gesekan, warna tidak pudar, tahan panas, keras tapi mudah dibentuk, telah ketemu. Desain paling keren juga sudah tersedia.

Produksi gigi palsu perusahaan XYZ ini begitu bagus, keren pula. Bertahun-tahun setelah dipakai gigi palsu itu tetap cerah warnanya, kokoh tidak terkikis, sudah begitu nyaman di mulut, dan terutama yang memakainya terlihat makin keren saat tersenyum. Sebagian orang menjadi gila, ingin mengganti semua gigi asli yang masih bagus tapi acakadut dan gingsun hendak diganti dengan gigi palsu yang keren produksi perusahaan XYZ.

Tidak perlu menunggu lama, gigi palsu yang sangat mirip (kemiripan 99,999%) beredar di pasar setahun setelah gigi palsu XYZ dipasarkan, dan tentu saja dengan harga yang lebih murah meriah lalu diskon pula. Entah sipa yang membuat, tetapi mereknya tentu saja bukan XYZ, tetapi PQR.

Tentu saja XYZ merasa sangat dirugikan dan lalu melaporkan pemalsuan ini ke pihak yang berwenang. Selain masalah hukum, mulai terlihat masalah bahasa. Tuduhan "memalsukan gigi palsu" membuat polisi, jaksa, dan hakim kebingungan.

Memalsukan gigi palsu adalah puncak dari pemalsuan.

Pak Ali pergi ke pasar hendak membeli madu. Pak Ali membayar dengan selembar uang 100000 untuk sebotol madu yang harganya 75000, tentu saja pak Ali menerima kembalian 25000.

Di rumah, pak Ali baru sadar bahwa madu yang barusan dibeli adalah madu palsu. Tapi tidak apa-apa kok, uang 100000 itu juga uang palsu, malahan saya beruntung memperoleh kembalian 25000. Begitu pikiran pak Ali.

Di rumah, penjual madu baru sadar jika uang 100000 adalah uang palsu. Tetapi tidak apa-apa, madu itu palsu, uang kembalian yang 25000 juga uang palsu.

Saling memalsukan menjadi kenormalan hidup.

Kedua cerita di atas hanya untuk menggambarkan perlunya kewaspadaan tinggi di tengah-tengah pandemi ini, terutama saat vaksinasi massal mulai dilakukan. Toh kita sudah pernah merasakan pahitnya pemalsuan vaksin, dan itu terjadi belum begitu lama di masa lampau. Dan yang paling baru, dokumen hasil swab palsu. Meski sebatas dugaan tapi sangat mengerikan, adanya mafia COVID yang meng-COVID-kan semua kematian.

KITA HARUS EKSTRA WASPADA, SEBAB APAPUN BISA DIPALSUKAN DAN DIMAFIAKAN.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun