Mohon tunggu...
Jonny Hutahaean
Jonny Hutahaean Mohon Tunggu... Wiraswasta - tinggi badan 178 cm, berat badan 80 kg

Sarjana Strata 1, hobby membaca

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pak Jokowi, Bukan Seorang Ahli Strategi

21 November 2020   18:40 Diperbarui: 21 November 2020   18:47 1323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Politikus, pengamat, dan masyarakat cukup sering terheran-heran mencermati dan mengikuti langkah Pak Jokowi.Apalagi lagi saya yang sangat awam ini, tidak sekedar terkejut tapi jantungku melompat.

Denny Siregar sampai menyebut Pak Jokowi seorang pemain catur, tidak sekedar pemain catur tetapi pemain catur yang ulung. Tentu saja maksudnya om Denny adalah catur politik, bukan catur 16 x 16 kotak. Kalau catur 16 x 16 kotak saya cukup yakin mampu mengalahkan pak Jokowi.

Pak Jokowi ini kadang menggemaskan karena diamnya itu lho. Bayangkan, tuduhan terlibat PKI tidak pernah ditanggapi serius, sampai yang menuduh makin marah karena tidak pernah direspon sehingga merasa dicuekin. Bagi saya dan bagi banyak yang lainnya, tuduhan anggota PKI sama artinya dengan ajakan tarung sampai salah satu pihak tewas. 

Lihat pak Amien Rais yang menghamburkan berbagai makian dan umpatan sampai mengeluarkan semua penghuni neraka, eeee malah dicuekin habis-habisan kan, sampai akhirnya layu kehabisan tenaga. Dalam hal ini Pak Jokowi Menang tanpa bertanding.

Kita tentu masih ingat bagaimana Pak Jokowi menempatkan diri ketika Ahok sahabat kentalnya menghadapi tuduhan penistaan agama. Banyak Ahoker merasa bahkan menuduh Pak Jokowi sudah melupakan sahabatnya itu, lupa kacang akan kulitnya karena Pak Jokowi tidak pernah mengomentari apalagi mengintervensi. 

Dan tiba-tiba pada pilpres 2019, Pak Jokowi memilih Pak Maaruf menjadi wakil, sedangkan Pak Maaruf berperan banyak menjebloskan Ahok ke penjara. Langkah ini mengagetkan pendukung, tetapi terutama mencemaskan pihak lawan, menempatkan pihak lawan pada posisi simalakama.

Dan ketika terpilih untuk masa jabatan periode kedua, malahan Pak Jokowi menunjuk dan meminta Pak Prabowo mengisi jabatan di kabinet sebagai Menteri Pertahanan. Sebuah jabatan yang sangat strategis. Pendukung Jokowi menyeringai heran, Pak Prabowo setuju, barisan anggota oposisi tercengang sekaligus terpental.

Kejutan berikut menyusul, Fahri Hamzah yang sangat rewel itu justru dianugerahi penghargaan bergengsi nan prestisius. Banyak yang kaget, sebab kita semua masih ingat dengan jelas bagaimana Fahri Hamzah mengumpat, menuduh, dan memaki. Deklarator KAMI, Pak Gatot Nurmantyo diperlakukan dengan hormat melalui pemberian penghargaan.

Tapi yang paling menggemaskan dan mengherankan, adalah kesan bahwa Pak Jokowi membiarkan HRS mengumbar segala jenis makian, ancaman, kutukan, tuduhan, dan segala macamnya. Apakah pembiaran ini adalah strategi agar pihak HRS mengumbar dan menghabiskan tenaga jauh sebelum pertandingan, sehingga saat waktu pertandingan tiba musuh sudah loyo kehabisan energi?, bisa saja begitu, tetapi hal itu membuat cemas banyak orang seperti saya ini.

APAKAH LANGKAH-LANGKAH INI SUDAH DIRANCANG DENGAN CERMAT, BAGIAN DARI STRATEGI YANG DISUSUN SEDEMIKIAN AGAR SIAPAPUN YANG BERDIRI DI PIHAK LAWAN TIDAK BISA MEMPREDIKSI APAPUN?

Melihat semua ini, wajar jika Denny Siregar melihat Pak Jokowi seorang pemain catur yang ulung, tentu saja catur politik.

Melihat semua ini, justru membuat saya tidak setuju dengan om Denny. Saya lebih condong berkesimpulan Pak Jokowi bukan pemain catur, tidak sedang memainkan catur apapun. Bahkan Pak Jokowi bukan seorang ahli strategi ulung seperti ahli strategi yang kita pahami. Berpikir bahwa Pak Jokowi seorang pecatur politik yang genius akan membuat saya sulit memahami langkah-langkahnya yang di atas itu.

Tentu saja Pak Jokowi memiliki strategi, tetapi strategi itu tidak tersembunyi apalagi disebut genius, tetapi sangat sederhana dan mendasar. Strategi yang sederhana itu adalah "jujur, tulus, percaya pada hukum, dedikasikan jabatan untuk kepentingan negara, percaya pada anggota tim". Itu saja dan hanya itu. Dengan begitu, saya menjadi jauh lebih mudah memahami tindakan Pak Jokowi yang lalu-lalu itu, dan mungkin tindakan-tindakan berikutnya.

Pak Jokowi tidak sedang membiarkan Ahok sendirian menghadapi tuduhan penistaan, tetapi karena berpegang pada kepercayaan terhadap hukum.

Pak Jokowi tidak perlu memberikan respon terhadap tuduhan terlibat PKI, karena dia tahu dengan pasti bahwa dia tidak terlibat.

Pak Jokowi tidak merespon umpatan dari Amien Rais bukan untuk mengabaikan Amien Rais, tetapi karena umpatan itu tidak bermanfaat untuk kepentingan negara.

Pak Jokowi memilih Maaruf sedangkan banyak kalangan pendukung berharap Mahfud MD yang maju, demi kepentingan negara dan ternyata Pak Jokowi benar.

Fahri Hamzah diberi penghargaan adalah karena apa yang sudah disumbangkannya ke negara, bukan tentang apa yang dikatakannya tentang Jokowi. Alasan yang sama untuk memberikan penghargaan kepada Pak Gatot. Ini karena pak Jokowi menempatkan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, sedangkan Fahri dan Gatot pasti sudah pernah menyumbangkan sesuatu pada negara.

Lantas bagaimana menjelaskan strategi "jujur, tulus, percaya pada hukum, dedikasikan jabatan untuk kepentingan negara, percaya pada anggota tim" bisa bertahan menghadapi strategi lain yang bahkan dengan sangat tega menghalalkan semua cara? Jawabannya adalah alam semesta. Alam semesta tampaknya berpihak kepada kejujuran dan ketulusan. Mestakung, semesta mendukung, itu istilah dari Pak Prof Yohanes Surya.

Pak Jokowi dengan jujur dan tulus tidak mengintervensi kembalinya HRS dari Arab Saudi. Alasan untuk itu sederhana, percaya bahwa Pemda DKI, Gugus Tugas, Polda Metro Jaya, mampu menangani hal itu. Alasan kenapa Pak Jokowi percaya adalah karena Gubernur DKI adalah pilihan rakyat DKI, Gugus Tugas penanganan COVID-19 dia tunjuk sendiri, sedangkan Polda Metro Jaya adalah bawahannya.

Pak Jokowi berpegang teguh prinsip segala warga negara bersamaan di dalam hukum, sedangkan HRS itu warga negara Indonesia, maka dia berhak untuk kembali kapan saja sama seperti setiap warga negara lainnya. Masak sih kembalinya seorang warga negara harus ditangani presiden? Jika begitu, presiden akan menghabiskan waktu untuk mengurusi hal seperti itu saja, sebab saban hari ribuan warga negara dari luar negeri kembali ke Indonesia.

Diluar dugaan, alam semesta mendukung. Kembalinya HRS, dengan segala keriuhan dan kemegahannya, membuat banyak ular-ular beludak menongolkan kepala sehingga mudah dilihat dan digetok.

Siapa yang menduga akan muncul seorang nyai Nikita yang dengan sangat lantang dan sendirian mampu menggerogoti kharisma seorang HRS? percayalah, sang nyai ini tidak diplot oleh siapapun, tetapi muncul mendadak sebagai bentuk dukungan dari alam semesta.

Dan kini, Ahok menjelma menjadi andalan untuk membersihkan Pertamina.

MESTAKUNG, SEMESTA MENDUKUNG.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun