Hukum aksi -- reaksi adalah untuk setiap aksi, balas dengan reaksi, dan harus setimpal (jika mungkin, balas dengan reaksi yang lebih keras dan lebih kejam). Aksi dari orang lain yang "memaki" kita, kita balas dengan reaksi "memaafkan", itu bukan aksi -- reaksi.
Manusia pasti lebih mudah memahami aksi -- reaksi, dan akal manusia sangat mudah memahami konsep darah ganti darah, mata ganti mata, gigi ganti gigi, tetapi sangat sulit atau bahkan mungkin tidak mampu memahami frase "doakan musuh yang menganiaya engkau". Mengapa manusia sulit memahami frase "doakan musuh yang menganiaya engkau", adalah karena frase itu Firman Tuhan.
Benang merah dari Issac Newton sampai ke Macron membuktikan bahwa aksi -- reaksi akan menghasilkan kekacauan sosial, dan sekaligus membuktikan betapa sulit memahami firman untuk mendoakan musuh yang menganiaya.
Besar kemungkinan, kekerasan berikutnya akan mengikuti, lalu dibalas dengan kekerasan yang lainnya, meluas sampai jauh dari tempat awal kejadian, menimpa banyak orang yang bahkan tidak pernah tahu awal peristiwa. Dan itu sudah dimulai, tiga orang ditusuk di gereja, orang yang sama sekali tidak berkaitan dengan pemicu kekacauan.
Di suatu sudut di dunia ini, guru yang dipenggal sudah terlupakan, sungguh miris. Di sudut lainnya, yang memenggal menjadi pahlawan. Dan di sudut yang lain lagi, Macron menjadi penjahat besar. Di sudut lainnya, tindakan balasan sedang disusun entah oleh siapa. Di sudut yang lain lagi, penghinaan terhadap tokoh agama lain sedang berlangsung tiap saat.
Jika penghinaan adalah bagian dari kebebasan, sedangkan pemenggalan adalah balasan setimpal untuk penghinaan, berapa banyak lagi kepala yang mesti dipisahkan dari tubuh? Kita akan disibukkan dengan urusan penggal-penggalan.
Jika engkau merasa menghina adalah bagian dari kebebasan, maka siapkan dirimu untuk menerima penghinaan. Jika kau merasa memenggal orang yang menghinamu adalah wajar atau bahkan keharusan, maka kaupun harus dengan rela menyerahkan kepalamu dipenggal ketika kau menghina orang lain. Itu memang terlihat adil, keadilan yang mengacaukan dunia ini.
"Doakan musuh yang menganiaya engkau", meski sulit diimplementasikan karena membutuhkan kekuatan iman yang teguh, membutuhkan pengendalian emosi tingkat tinggi, tetapi sangat mudah dipahami bahwa itulah satu-satunya jalan agar kedamaian universal bisa terwujud, kedamaian bagi seluruh umat manusia, tidak ada jalan yang lain. Kehendak untuk memaafkan mesti jauh lebih besar dari emosi untuk balas dendam.
UND FRIEDE AUF ERDEN (Kar May, Freiburg, 1904)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H