Mohon tunggu...
Jonny Hutahaean
Jonny Hutahaean Mohon Tunggu... Wiraswasta - tinggi badan 178 cm, berat badan 80 kg

Sarjana Strata 1, hobby membaca

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajarlah tentang Semua Hal

11 Januari 2018   12:15 Diperbarui: 11 Januari 2018   16:32 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Tribunnews.com

Di dalam sistem persekolahan kita, jenjang SMA dibagi atas tiga kelompok, kelompok sains, kelompok sosial humaniora, dan kelompok bahasa. 

Alasan pemisahan kelompok bahasa dengan sosial humaniora tidak begitu jelas, itu sebabnya di semua tempat belajar ekstra, orang menyebutnya bimbingan belajar, hanya ada dua kelompok, sains dan sosial-humaniora. 

Begitu juga pada seleksi penerimaan mahasiswa baru Perguruan Tinggi Negeri (PTN) hanya membagi prodi (program studi) atas dua kelompok, sains dan sosial-humaniora.

Siswa yang memilih prodi dari kelompok sains, ujiannya terbagi dua yaitu Tes Kemampuan dan Potensi Akademik (TKPA) dan tes kemampuan saintek. TKPA terdiri dari Tes Potensi Akademik, Matematika Dasar, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris. Tes kemampuan saintek terdiri dari Matematika IPA, Biologi, Fisika, dan Kimia. 

Sementara siswa yang memilih prodi kelompok sosial humaniora, ujiannya terdiri dari TKPA dan tes kemampuan sosial-humaniora. Tes kemampuan sosial-humaniora itu terdiri dari Ekonomi, Geografi, Sejarah, Sosiologi.

Sering menjadi pertanyaan siswa maupun orangtua siswa, mengapa siswa SMA yang cita-citanya menjadi dokter harus belajar fisika?, mengapa siswa SMA yang cita-citanya menjadi akuntan harus belajar geografi dan sejarah?, mengapa siswa SMA yang hendak kuliah di jurusan Teknik Sipil harus belajar biologi?, .. dan mengapa-mengapa yang lain yang masih banyak.

Di tempat saya mengajar, Prosus INTEN, kami ringkas jawabannya begini : karena kita adalah manusia, manusia itu harus berpikir, berpikir itu harus beragam cara. Menjadi apapun cita-citamu, cara berpikirmu harus kreatif dan variatif.

'1. Perluas Cakrawalamu

Jika engkau berpikir bahwa sebagai akuntan kau hanya memerlukan ilmu ekonomi keuangan, ubah hal itu secepatnya. Sebab tidak ada yang membutuhkan orang yang isi kepalanya melulu hanya tentang ilmu keuangan, yang pikirannya melulu hanya tentang uang. 

Bahkan, orang seperti itu tidak dibutuhkan dimanapun. Wawasan dan cara berpikirmu begitu sempit, sementara dunia dan cakrawala ilmu begitu luas. Itu sebabnya Leonardo Da Vinci mengatakan, luaskan minatmu, pelajari segala hal, spesialisasi hanya untuk serangga.

Bukan berarti bahwa menjadi dokter spesialis itu salah, menjadi akuntan itu salah, menjadi pengacara perdata itu salah, sama sekali bukan begitu maksudnya. Bukan juga hendak mengatakan bahwa kita harus menguasai dan harus mengetahui semuanya, mengetahui segala sesuatu, bukan, sebab itu tidak mungkin.

Menjadi dokter itu hanya bagian kecil dari hidup, begitu juga menjadi akuntan, atau menjadi pengacara, atau menjadi pengusaha, atau menjadi kontraktor, atau menjadi gubernur, atau menjadi apalah. Masih sangat banyak bagian hidup yang harus kau jalani sebagai manusia.

Kau akan atau harus menjadi bapak/ibu, menjadi sahabatbuat orang lain, menjadi warga negara, menjadi umat, menjadi kakek/nenek, menjadi panutan, menjadi pemimpin, menjadi kakak bagi adikmu dan menjadi adik bagi kakakmu. Lihat, betapa menjadi akuntan itu hanya merupakan bagian kecil dari keseluruhan hidupmu. Leonardo Da Vinci betul.

'2. Sangat Mudah Menjadi Dokter

Hampir semua siswaku, termasuk orangtuanya, berpikir bahwa sulit menjadi dokter, sulit menjadi akuntan, sulit menjadi pengacara, sulit menjadi sarjana teknik, dan lain-lain yang menurut mereka semuanya sulit. Saya katakan itu salah, yang paling sulit itu adalah menjadi manusia.

Dibutuhkan kerja keras untuk menjadi dokter, menjadi akuntan, menjadi pengacara, itu betul dan harus begitu. Tetapi itu tidak ada apa-apanya dibandingkan terhadap kerja keras, usaha, komitmen, kedisplinan diri, yang harus kau curahkan untuk menjadi manusia, itu memerlukan semua jenis pengetahuan. Leonardo Da Vinci memang betul, spesialisasi hanya untuk serangga.

Jadi aku katakan kepada siswaku, tidak sulit menjadi dokter, yang sulit itu adalah menjadi dokter yang bagaimana. Menjadi dokter kau hanya perlu menguasai ilmu tubuh manusia, tetapi menjadi dokter yang bagaimanaitu memerlukan semua jenis pengetahuan. Sejarah, sosiologi, akuntansi, fisika, matematika, seni, semuanyalah. 

Menjadi guru yang bagaimana, menjadi akuntan yang bagaimana, menjadi pengacara yang bagaimana, menjadi kontraktor yang bagaimana, menjadi pengusaha yang bagaimana, menjadi warga negara yang bagaimana, menjadi orangtua yang bagaimana, menjadi umat yang bagaimana, semua itu memerlukan cakrawala yang sangat luas, jauh lebih sulit dibandingkan dengan pilihan profesi apapun yang hendak kau jalani.

'3. Irisan Ilmu-ilmu

Tidak ada ilmu yang terpisah secara ekstrim, tepatnya semua ilmu saling beririsan. Ketika kau baca sejarah perjuangan kemerdekaan, mungkin kau bisa mendapatkan sesuatu dari situ, yang sangat berguna pada profesimu sebagai dokter spesialis kandungan, atau sangat bermanfaat bagimu sebagai orangtua, terutama sebagai warga negara.

Sebagai kontraktor yang membangun gedung-gedung yang menjangkau awan, minatmu terhadap ilmu bahasa pasti sangat berguna saat kau menjadi sahabat, atau saat kau menjadi kakak. Pikirkanlah, bahwa minatmu terhadap musik akan sangat membantu dalam perkerjaanmu membangun konstruksi gedung berlantai seratus. 

Musik itu mengajarkan harmonisasi, sinkronisasi, periodisasi, dan tidak bisa kau bantah bahwa harmonisasi, sinkronisasi, periodisasi adalah tiga hal penting pada pekerjaan kontruksimu itu.

Matematika membuatmu paham kegunaan angka nol, sebab semiliar dengan seratus juta hanya dibedakan oleh sebuah angka nol. Fisika membuatmu lebih mengerti arti dari keseimbangan, dan bukankah hidup harus seimbang?

Spesialisasi itu hanya berkaitan dengan profesi, dan profesi itu hanya bagian kecil dari keseluruhan hidup yang akan kau lewati, yaitu menuju menjadi manusia seutuhnya, dan itu memerlukan cakrawala pengetahuan yang luas dan beragam.

'4. Dokter Spesialis Yang Unik

Saya punya sahabat seorang dokter, belum menjadi dokter spesialis. Di klinik tempat prakteknya banyak pasien, ada yang karena demam, flu dan batuk, ada yang karena diare, ada yang karena kudisan, ada yang karena jidatnya memar terantuk tiang, ada yang karena pusing-pusing dan mual-mual, banyak jenis pasiennya.

Lima tahun kemudian, sahabatku itu sudah menjadi dokter spesialis kandungan. Itu sebabnya dia mengatai saya bodoh saat di malam yang larut saya datangi dia karena saya menderita sakit perut yang melilit. Kau ini aneh, sudah tahu saya spesialis kandungan, kau datang ke saya karena sakit perut, apa kau pikir perut itu sama dengan kandungan? hahaaa,.....

Hei kawan, lima tahun lalu kau tidak menolak pasien yang datang apapun jenis sakit yang diderita, kenapa sekarang kau lakukan itu?. Bah, lima tahun lalu saya masih dokter umum, sekarang sudah spesialis kandungan, jadi tidak pas kau datang ke saya karena perutmu melilit.

Oooo begitu ya. Sebelum kau kuliah spesialis kau tahu obat sakit mencret, setelah selesai kuliah spesialis yang kau tahu hanya kandungan, lupa obat sakit mencret, begitu?

Bah, betapa ruginya kau kuliah spesialis kandungan itu, sebab ternyata pengetahuanmu jadi berkurang dibanding dokter umum. Lagi pula ini tengah malam, andai masih ada klinik umum di dekat sini yang masih buka, aku tidak datang padamu. 

Tetapi baiklah, kalau memang kau sudah tidak kompeten untuk sakit mencret, saya pulang saja. Saya akan menelepon nenekku di kampung, pasti dia bisa memberikan solusi tentang sakit mencret, dan selama ini selalu manjur.

Karena kaget, kawanku itu langsung memberikan resep obat sakit mencret. Dasar konco lama, kami lanjut mengobrol ngalor ngidul sampai subuh. Ajaib, perutku yang mulas sembuh dengan sendirinya. Rupanya aku sakit perut karena rindu pada kawan karibku yang dokter spesialis ini, hanya karena itu.

Rasa rindu bisa membuat perut mulas?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun