Mohon tunggu...
Jonny Hutahaean
Jonny Hutahaean Mohon Tunggu... Wiraswasta - tinggi badan 178 cm, berat badan 80 kg

Sarjana Strata 1, hobby membaca

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sumpah, Sampah, dan Serapah

17 Desember 2017   14:54 Diperbarui: 17 Desember 2017   15:28 857
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sumpah, sampah, serapah, apakah berkaitan satu sama lain?.... ya dan itu mudah dilihat. Misalnya sumpah-serapah adalah sumpah yang menjadi sampah. Sampah juga bisa membuat orang bersumpah, bahwa dia tidak membuang sampah. Korelasi sumpah, sampah, dan serapah terhadap karakter sosial suatu komunitas masyarakat, adalah sesuatu yang menarik untuk dikaji. Para penggiat ilmu sosial humaniora seharusnya menjadikan ini sebagai bahan kajian yang serius.

'1. Sumpah

Menurut kajian ilmu psikologi, orang yang mudah mengangkat sumpah adalah orang yang memiliki kecenderungan untuk berbohong dan punya porsi kemunafikan yang lumayan gede. Sumpah biasanya dengan mengatasnamakan sesuatu, misalnya sumpah demi arwah nenek moyang, sumpah demi Tuhan beserta jajaran malaikatNya, sumpah atas nama dewa-dewa penghuni langit, bahkan sumpah atas nama setan alas, atau atas nama apalah yang penting bukan atas nama diri sendiri

. Sumpah yang seperti itu adalah untuk memindahkan tanggung jawab dari diri sendiri ke arwah nenek moyang, ke Tuhan dan malaikatNya, ke dewa, atau bahkan ke setan alas. Pada pembicaraan harian, mudah menemukan omongan begini : sumpah, demi Tuhan saya tidak berniat melakukan ..., untuk menghindar dari tanggung-jawab dan resiko dari apa yang sudah dilakukan.

Hasil kajian ilmu sosial humaniora mendukung dan mengatakan hal yang sama. Bahwa masyarakat yang gampang mengangkat sumpah adalah masyarakat yang cenderung munafik, penuh intrik dan konspirasi, selalu menyalahkan hal lain di luar dirinya sendiri.

Salah satu bukti riil dan faktual dimana sumpah menjadi sampah adalah "sumpah jabatan". Kitab suci di atas kepala, mengatasnamakan Allah, disaksikan dan ditonton banyak orang, sumpah diucapkan dalam suasana spiritual yang magis, toh banyak yang mengangkat sumpah seperti ini yang tertangkap atau ditangkap, terjerat atau dijerat, karena menyalahgunakan wewenang yang melekat di dalam jabatan yang dipangkunya, dan itu terjadi hanya berselang sesaat setelah mengangkat sumpah tadi. 

Mulai dari Kepdes, kepsek, lurah, bupati, gubernur, sampai birokrat-birokrat level tinggi di lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif, jumlah yang melanggar sumpah jabatan tak terhitung banyaknya.

Pelanggaran terhadap sumpah jabatan itu ada dua jenis, kesatu : apa yang dilakukan dan kedua: apa yang tidak dilakukan. Apa yang dilakukan misalnya tindakan mark-up, menggelapkan anggaran, menjual wewenang, plesiran dan belanja bersama keluarga besar dengan biaya dinas. Apa yang tidak dilakukan, misalnya lurah yang tidak di kantor pada saat jam kerja, guru yang bolos mengajar, anggota yang tertidur saat rapat paripurna, anggota yang menonton video porna saat sidang paripurna, dan lain-lain yang sangat banyak jumlahnya.

Di masyarakat kita, kata sumpahdemi.... sangat mudah ditemukan pada pembicaraan sehari-hari.

'2. Sampah

Menurut kabar, rokok yang terjual sepanjang tahun 2017 mencapai total general hampir lima ratus miliar batang. Setiap batang rokok menghasilkan dua jenis sampah, sampah yang mengotori paru-paru dan atmosfer (asap) dan sampah yang mencemari air dan tanah (puntung dan debu). Limaratus miliar batang puntung rokok pasti membuat sungai tersendat, banjirrrr.

Perilaku mudah mengangkat sumpah berkorelasi positip terhadap perilaku mudah membuang sampah sembarangan, perilaku nyampah yang nyentrik. Jenis-jenis sampah yang digelontorkan ke sungai, danau, dan ke laut sangat mencengangkan. Bayangkan, lemari bekas, kasur bekas, puing bongkaran rumah, computer PC bekas, mayat binatang dan mayat manusia, dan banyak lagi jenis-jenis yang aneh. Masyarakat yang mudah mengangkat sumpah pasti masyarakat yang mudah membuang sampah sembarangan.

Di banyak tempat mudah ditemukan kertas yang ditempel bertuliskan "jangan membuang sampah di sini, hanya anjing yang membuang sampah di sini". Frase ini diperlukan hanya di masyarakat yang nyampah sembarangan, dan meski begitu, di tempat itu tetap saja menumpuk sampah segala jenis.

Perilaku nyampah sembarangan bukan hanya milik masyarakat, pengusaha dan industriawan juga sami mawon. Sungai-sungai yang mendadak berubah warna menjadi merah darah, membuat gempar masyarakat karena menyangka air berubah jadi darah, ternyata adalah akibat limbah pabrik di hulu yang digelontorkan ke sungai tanpa diproses terlebih dahulu.

Bangsa yang mudah mengangkat sumpah, terdiri dari masyarakat yang gampang membuang sampah. Korelasi antara sumpah dan sampah terbukti dengan gemilang.

'3. Serapah

Cermatilah got di setiap perumahan, selalu ada sampah di dalamnya. Merawat got di depan rumah sendiri bukan kebiasaan masyarakat kita, malah lebih sering got di depan rumah disumbat oleh penghuni rumah itu sendiri. Nah, saat hujan deras mengguyur beberapa jam, banjir menerjang ke rumah, maka berhamburanlah sumpah-serapah, menyumpahi aparat pemda dengan segala makian, semua jenis hewan di kebun binatang ditimpakan ke aparat pemda.

Saat banjir melanda kota sampai setinggi dada orang yang tinggi badannya paling tinggi di kota itu, masyarakat refleks melontarkan sumpah-serapah ke aparat pemda. Tidak becus, tidak mikir, dasar koruptor, dasar munafik, tukang tidur, makan gaji buta, taunya hanya menilep anggaran, semua jenis kata makian yang ada di kamus atau yang tidak ada di kamus ditujukan ke aparat pemda. Tidak ada masyarakat yang sadar bahwa got di depan rumahnya dia sumbat sendiri, tidak ada yang mengingat bahwa sampah rumah tangganya digelontorkan ke sungai, lupa bahwa kemaren kasur bekas yang sudah tidak terpakai dia buang ke sungai, kursi bekas yang sudah rusak dicampakkannya ke sungai, bangkai anjingnya yang mati dibuang ke sungai.

Sampah memicu sumpah-serapah, media sosial menjadi saluran terbesar buat menyiarkan sumpah-serapah.

'4. Pemborosan

Sumpah yang dilanggar akan menjadi sampah, sampah yang memicu sumpah serapah, itu semua adalah pemborosan dan kebodohan pada level maksimum, tidak bisa lagi lebih bodoh,  luar biasa degilnya.

Perkiraan harga rata-rata sebatang rokok paling rendah kira-kira 600 rupiah, maka nilai total 500 miliar batang rokok yang dibakar itu sekitar 30 triliun rupiah, hebat. Masyarakat berhenti merokok selama setahun, bangsa ini mempunyai uang membangun generator listrik 5000 MW. Target pemerintah membangun pembangkit 35000 MW dapat diperoleh dengan berhenti merokok 7 tahun. Pemborosan pertama.

Andaikan (utopis) karakter masyarakat tidak nyampah sembarangan, biaya merawat saluran got, biaya merawat dan memperdalam sungai, bisa dihemat dan dialihkan ke pos yang lain. Banjir yang diakibatkan tersumbatnya saluran air dapat dihindari, itu juga menyimpan banyak penghematan yang nilai rupiahnya sangat besar.

Kesimpulan : Masyarakat yang gampang bersumpah adalah masyarakat yang nyampah sembarangan, adalah masyarakat yang gampang melontarkan sumpah-serapah, adalah masyarakat yang tidak efisien, adalah masyarakat yang peradabannya sulit meningkat, adalah masyarakat berkarakter koruptif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun