Daya serap anggaran tampaknya berkaitan hanya dengan habisnya APBD, bukan tentang terwujudnya program. Selalu tersedia anggaran revitalisasi dan kebersihan sungai, saban tahun sungai tetap jorok dan bau, tetapi anggaran habis. Selalu tersedia anggaran penghijauan, perawatan, dan perbaikan taman-taman, meski anggaran habis tetapi tetap saja taman-taman pada kotor dengan bunga yang gersang dan cat-cat yang mengelupas.
Selalu tersedia anggaran untuk membantu orang mengentaskan diri dari kemiskinan, meski anggaran habis malah orang miskin bertambah banyak. Meski anggaran habis, jalan tetap berlubang dan berkubang, lampu jalan tetap kerlap-kerlip redup di malam hari. Selalu tersedia anggaran subsidi pendidikan dan jumlahnya besar, tetapi meski setiap tahun anggaran habis, selalu saja angka putus sekolah bertambah dan bertambah.
Heboh tentang UPS, yang anggarannya ratusan miliar rupiah, yang tendernya gelap gulita, dan barangnya tidak dibutuhkan sama sekali oleh sekolah, terutama sekolah tidak pernah mengajukan kebutuhan akan UPS, menjadi salah satu contoh yang sangat baik bahwa habisnya anggaran tidak berkaitan dengan kepentingan rakyat pemilih.
Oho, kalau soal menghabiskan uang, mungkin sayalah juaranya. Lauk makan siang adalah ikan piranha bakar ditambah sup sirip hiu, makan malam dihidangi menu kaviar dan lobster di hotel bintang tujuh, habislah sekian puluh juta per hari hanya untuk makan. Daya serap anggaran saya sangat tinggi bukan?
'3. Kontradiksi dan Realitas
Nah, dalam hal ini, Gubernur DKI sebelumnya (BPT) menjadi kontradiksi yang sangat ironis. Hanya orang yang berpikiran naf saja yang tidak mampu mengakui bahwa pada periode BPT sungai-sungai menjadi lebih bersih, trotoar juga lebih rapi, pembangunan infrastruktur perlalulintasan lebih massif, subsidi pendidikan lebih kena sasaran melalui KJP, tunjangan kesejahteraan karyawan pemda lebih mensejahterakan, banjir lebih terkendali, lurah-lurah sudah ngantor pada pkl 08.00 WIB, pelayanan birokrasi meski belum sempurna tetapi naf untuk tidak mengakui bahwa pelayanan itu sudah lebih baik dari sebelumnya.
Itu semua adalah realitas,tetapi sangat kontradiktif dengan kenyataan bahwa semua itu dicapai justru pada saat serapan anggaran jauh lebih rendah dari sebelumnya, dan tidak memperoleh status WTP dari institusi terkait.
Masihkan kita harus bertahan pada paradigma bahwa Kepala Daerah yang baik dan berhasil itu adalah jika daerahnya memperoleh status WTP dan serapan anggarannya tinggi?
'4. Ganti Parameter
Tiba saatnya untuk mencampakkan parameter status WTP ke tumpukan sampah, dan menyingkirkan parameter serapan anggaran ke kubangan lumpur, menggantinya dengan parameter yang secara langsung berdampak nyata terhadap kepentingan rakyat.
Sungai yang lebih bersih dari sebelumnya, taman yang lebih asri dari sebelumnya, jalan raya yang lebih mulus dari sebelumnya, birokrasi yang lebih responsif dari sebelumnya, Indeks Pengembangan Manusia (IPM) yang lebih baik dari sebelumnya, kesejahteraan rakyat yang lebih tinggi dari sebelumnya, level dan sebaran banjir yang lebih terkendali dari sebelumnya, pasar tradisional yang lebih bersih dari sebelumnya, itu sebagai beberapa contoh.