‘2. Metode Pelaksanaan Ujian Akhir
Berkecimpung pada bidang pendidikan di Jakarta dan beberapa kota besar lainnya membuat kening saya berkerut dan bertanya, untuk apa siswa-siswa SMA ini belajar 3 tahun di sekolah?
Sebabnya, beberapa bulan menjelang ujian akhir, semua sekolah melakukan persiapan khusus ke siswa-siswa agar dapat meraih nilai tinggi pada ujian akhir. Ada PM (Pendalaman Materi) di luar jam belajar sekolah, ada Belajar Tambahan, ada try-out sampai beberapa kali, dan lain-lain. Inti dari semua kegiatan ekstra itu adalah “mengarahkan siswa ke bentuk-bentuk soal yang akan diujikan”, pembocoran soal secara bertahap, perlahan-lahan, dan terselubung oleh kesenyapan.
Dan pada akhirnya pembocoran bertahap dan perlahan-lahan tidak lagi menarik, bahkan kata “bocor” tidak lagi relevan, tetapi harus ditukar menjadi “banjir”. Bukan hanya soal yang bocor, kunci jawaban juga bocor dan beredar sangat luas.
Bayangkan, tahun 2015, soal UN yang akan diujikan diup-load ke jaringan internet beberapa saat sebelum UN, luar biasakan?
‘3. UN Tahun 2017 bagaimana?
Karena tulisan ini diposting sebelum UN 2017 tingkat SMA dilaksanakan, maka jawabannya adalah “kita lihat nanti”.
Belajar dari sejarah dan pengalaman tentu saja perlu dan baik. Tiap tahun menjelang pelaksanaan ujian akhir, semua berteriak dengan sangat lantang tentang betapa perlunya kejujuran. Presiden berkata, menteri pendidikan berpidato, ketua DPR berceramah, Gubernur dan Bupati memberikan instruksi, agar semua mengedepankan kejujuran. Dan, ya tidak ada yang berubah.
Semoga tahun 2017, kata “mengedepankan kejujuran” diucapkan dengan jujur.
‘4. Selalu Menyalahkan Pihak Lain.
Setiap terjadi kebocoran soal ujian akhir, sesuatu yang aneh, unik, lucu, dan terutama bodoh selalu diucapkan oleh pihak-pihak yang berwenang dan yang bertanggung jawab. “Soal dibocorkan oleh Bimbingan Belajar” menjadi dalih nomor satu, dalih paling penting dan paling pertama.