Mohon tunggu...
Jonny Hutahaean
Jonny Hutahaean Mohon Tunggu... Wiraswasta - tinggi badan 178 cm, berat badan 80 kg

Sarjana Strata 1, hobby membaca

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Menanggapi Ceramah Anies Baswedan tentang Sejarah Nama Indonesia

29 Maret 2017   15:41 Diperbarui: 31 Maret 2017   01:00 4445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada tahun 1924, karya Tan Malaka diterbitkan di Rusia, judulnya :”Indonezija, ejo mesto na proboezdajoesjtsjemsja vostoke (Indonesia, Tempatnya di timur yang sedang bangkit)”.

Pada Tahun 1925, Datuk Ibrahim Tan Malaka menerbitkan buku yang diberi judul “Naar de Republiek Indonesia”. Pada karya ini, bahkan Tan Malaka sudah menggagas bentuk pemerintahan Indonesia Merdeka itu haruslah Republik. Pada tahun 1926, Tan Malak kembali menerbitkan karya berjudul “Massa Actie”. Di dalam karya itu, Tan Malaka menulis sebuah frase :”Di muka barisan laskar, itulah tempatmu berdiri…. Kewajiban seorang yang tahu kewajiban putra tumpah darahnya”. Lirik lagu Indonesia Raya yang bunyinya “Indonesia tanah airku, tanah tumpah darahku…” terinspirasi dari karya Tan Malaka ini, Massa Actie.

Pada tahun 1927, Ir Soekarno dan Tjiptomangunkusumo mendirikan gerakan politik yang diberi nama “Perserikatan Nasional Indonesia” yang belakangan diubah menjadi “Partai Nasional Indonesia”.

Pada 22 Maret 1928, Muh Hatta menyampaikan pleidooi (pembelaan) di depan pengadilan Belanda di Den Haag. Judul pembelaannya :”Indonesia Vrij (Indonesia Merdeka)”. Bagi kami, nama Indonesia menyatakan suatu tujuan politik, karena melambangkan dan mencita-citakan suatu tanah air pada masa depan, demikian pembelaan Muh Hatta.

Pada 28 Oktober 1928, seperti yang kita semua ketahui bahkan sejak kita kelas 5 SD, diadakan kongres Pemuda-2 yang melahirkan ikrar Sumpah Pemuda yang fenomenal itu.

Pada Maret 1933, Ir Soekarno menulis risalah “Mentjapai Indonesia Merdeka”, di Pengalengan, Bandung. Risalah itu merupakan uraian tentang visi-misi Indonesia Merdeka.

Mengubah fakta sejarah, apalagi hanya demi pemenuhan syahwat kekuasaan, adalah kebodohan yang sangat dalam, dan kejahatan yang luar biasa.

Lihat, begitu banyak nama Indonesia jauh sebelum tahun 1934, baik sebagai gagasan/wawasan kewilayahan maupun sebagai gagasan/wawasan kebangsaan. Maka menjadi sangat sukar dicerna dan diterima, mengapa ceramah Anis Baswedan mengatakan hal yang berbeda, ada yang dapat menjelaskan?

Kalau hanya sekedar untuk kepentingan pilkada DKI putaran ke-2, ceramah itu malah menjadi blunder sangat besar yang sulit diperbaiki.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun