Jika terjadi seperti hal-hal berikut ini :
‘1. Jika seseorang yang bukan Kristen membeli Alkitab di pasar, membawa ke rumah dan merekam saat Alkitab itu di bakar, lalu video rekaman diunggah ke media sosial, apakah saya akan marah?
Oh no. Bukankah itu Alkitab miliknya, yang dibeli dengan uangnya?. Alkitab bisa dibeli dan menjadi milik siapa saja. Tetapi kalau milik saya yang dia bakar, bahkan meski hanya buku tulis milik saya yang dia bakar, akan kuseret dia ke luar untuk kugebuki sampai bibirnya penyok, dan itu kulakukan tanpa berkoar-koar di media sosial. Kalau engkau mempunyai Alkitab, milikmu sendiri, lakukan apa yang hendak kau lakukan terhadap milikmu itu. Gue mah cuek aja. Seperti kalau kau bakar rumahmu sendiri, apa urusanku?. Tetapi jangan kau coba membakar milikku, tau rasa kau nanti.
‘2. Jika seseorang, baik itu Kristen atau non Kristen, mengutip ayat-ayat dari Alkitab, memposting-nya ke media sosial dengan menambahkan “ayat-ayat palsu”, apakah saya marah?
Oh,no. Mulut adalah mulutnya sendiri, laptop yang dipakai mengetik dan memposting tulisan itu miliknya sendiri, biaya pulsa dia bayar sendiri, listrik dibayar sendiri, dosa ditanggung sendiri. Saya tidak berniat sedikitpun untuk menyalibkan orang itu, tidak bermaksud untuk memotong tangannya, tidak ada niat mengusirnya dari negara ini, entah siapapun orang itu. Paling banter kalau ketemu berpapasan di jalan akan gue cuekin.
‘3. Ada akun di Facebook, foto sebuah Gereja dengan latar belakang Gunung Sinabung yang sedang erupsi, lalu dibubuhi kalimat “semoga Gunung Sinabung erupsi terus menerus, agar orang kafir di sekitar Gunung itu binasa secepatnya”, apakah saya marah melihat gambar dan membaca kalimat doa itu?
Oh no. Saat saya lihat akun itu, saya justru sangat kasihan kepada pemilik akun (mungkin akun palsu juga sih). Betapa kerdil jiwa dan batinnya, betapa dangkal hasrat kemanusiaannya, begitu sempitnya kemaslahatan dirinya, duh kasihan sekali. Aku sih mengampunimu, tetapi pengampunanku tidak berguna. Jadi, semoga Tuhan yang mengampunimu, terutama mengampuni orang-orang yang mendidikmu sehingga kau menjadi manusia kerdil seperti itu. Bagaimana mungkin Tuhan Allah mengajarkan doa seperti itu?
Mengapa Saya bersikap begitu:
‘1. Kemuliaan Allah adalah hakekat dasar, maksudnya Allah itu mulia bukan karena kita muliakan, tetapi ya memang sudah seperti itu, kemuliaan yang melekat. Apapun yang dilakukan oleh manusia tidak akan menambah dan juga tidak mengurangi kemuliaanNya, itu makanya disebut Dia Maha Mulia. Kemuliaan manusia itu terbatas, itu makanya kemuliaan manusia bisa bertambah dan bisa berkurang, tergantung pada perlakuan manusia itu sendiri. Membakar Alkitab milik sendiri, di mata saya, itu sama sekali tidak menyentuh kemuliaan Allah, tetapi menunjukkan manusia yang membakar itu sebagai orang bodoh. Beli lalu bakar, bukankah itu bodoh?
Kalau ada orang merasa melakukan sesuatu yang membuat Allah makin mulia, itu bentuk kesombongan yang sangat tercela, dosa besar.
‘2. Kemuliaan dari Alkitab bukan terletak pada kertas-kertas yang ditimpa tinta-tinta lalu dijilid kemudian diberi sampul, tetapi terletak pada makna dari rangkaian kalimat-kalimat di dalamnya. Jika ada yang mengatakan bahwa kalimat “doakanlah musuh-musuh yang hendak mencelakaimu” adalah palsu, maka saya mengatakan bahwa lebih baik saya mempercayai yang palsu itu dari pada yang asli. Sebab yang asli berarti menyuruh saya untuk membunuh yang memusuhi saya dan yang hendak mencelakai saya, bah, saya tidak punya nyali melakukan itu. Kalau kau katakan bahwa kalimat “berilah makan kepada yang kelaparan, berilah minum kepada yang kehausan, berilah selimut kepada yang kedinginan” adalah palsu, maka paling saya katakan padamu bahwa yang palsu itu lebih baik dari yang asli, sebab yang asli berarti menyuruh saya untuk memeras yang kelaparan (ngeri), menyuruh saya untuk menghindari yang kehausan, dan menyingkirkan orang yang kedinginan, bah.
Kemuliaan dari Alkitab itu sudah dengan sendirinya, bukan karena diberi sampul mewah bertinta emas, bukan karena saya jaga seperti menjaga permata, bukan karena saya elus-elus setiap hari, buka karena saya mulia-muliakan. Kemuliaan dari semua kitab suci juga begitu.
Lantas?
saya akan meneruskan hidup saya, dengan atau tanpa kau. Titik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H