Samhudi mencubit lengan siswa yang tidak menjalankan solat, siswa melapor ke ortu, dan ortu melapor ke polisi, malapetaka pendidikan. Samhudi diputus bersalah melakukan kekerasan, tuntutan hukuman penjara badan 6 bulan, malapetaka pendidikan. Lantas, mengapa akademi Taruna masih menjalankan latihan fisik dan hukuman fisik?
Mengapa malapetaka?
Saya sangat khawatir akibat dari kasus ini, maka guru di sekolah mengambil sikap cukup hanya mengajar. Saya terangkan matematika dengan baik, cukup. Kalau saat saya menjelaskan ada murid yang ribut, saya ingatkan saja. Kalau sampai tiga kali saya ingatkan tetap rebut, ya saya cuekin saja. Emang gue pikirin, bukan anak saya.
Kalau ada murid yang tidak mau solat, saya ingatkan. Kalau sudah tiga kali peringatan saya tidak diperdulikan, cuekin saja. Toh itu bukan anak saya.
“Itu bukan anak saya”, bukankah menjadi malapetaka?
Hai para orangtua, begitukah yang kau harapkan sikap guru di sekolah?
Kalau anak saya masuk di suatu sekolah, maka dia wajib mematuhi aturan di sekolah itu. Meski saya anggota DPR atau Tentara, tak ada keistimewaan buat anak saya. Kalau peraturan di sekolah anak laki tidak boleh gondrong maka itu yang berlaku dan itu yang harus dipatuhi. Jika anak laki saya digunduli karena rambutnya gondrong, terimakasih. Jika saya tidak setuju, maka anak saya yang harus keluar dari sekolah itu dan mencari sekolah lain yang memperbolehkan rambut gondrong. Jika anak saya dicubit karena tidak mau mengikuti acara kerohanian yang merupakan program sekolah, saya akan mendatangi sekolah dan mengucapkan TERIMAKASIH. Hukuman adalah bagian dari pendidikan.
Pendidikan apa yang anda berikan ke anak anda, jika guru yang menghukumnya di sekolah anda laporkan ke polisi. Lantas seperti apa sekolah jika semua orangtua bertindak seperti anda?.
Anak anda akan berkesimpulan bahwa dia berhak dan boleh melakukan apa saja yang dia kehendaki, tanpa ada akibat atau konsekuensi apapun pada dirinya.