Mohon tunggu...
Jonny Hutahaean
Jonny Hutahaean Mohon Tunggu... Wiraswasta - tinggi badan 178 cm, berat badan 80 kg

Sarjana Strata 1, hobby membaca

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Saya Suka Murid Nakal

28 Januari 2014   11:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:23 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mungkin karena saat remaja termasuk kategori nakal, maka kini saat menjadi pembimbing murid-murid remaja, kenakalan mereka saya lihat sebagai potensi terpendam, energi diri yang disalurkan melalui pipa ventilasi yang belum tepat. Kata “belum tepat” perlu diberi tanda khusus, menegaskan bahwa “belum tepat” tidak sinonim dengan “salah”.

Sepertinya kodrat remaja itu memang harus nakal, sedikit nyeleneh menurut ukuran orangtua. Ikatan persaudaraan sesama mantan murid nakal sangatlah kuat dan erat. Jika saya berkumpul dengan teman-teman sekelas di kelas 3 SMP dan kelas 3 SMA, hebohnya minta ampun. Kami otomatis lupa semua, lupa waktu, lupa penderitaan. Saling bercerita mengenang hal-hal apa saja kenakalan yang pernah kami lakukan.

Di sekolah saya dulu tidak ada toilet untuk murid. Jadi saat istirahat otomatis murid terbelah menjadi dua kelompok. Kelompok pria buang air kecil ke semak-semak di sebelah barat, kelompok gadis ke semak-semak di sebelah timur. Maka kami, karena remaja yang sedang puber, sering merayap mengintip gadis-gadis.

Bolos pada pelajaran tertentu, dan berangkat main sepak bola ke lapangan kosong di seberang sekolah, itu adalah hal rutin. Dari rumah pamit ke bapak-ibu untuk berangkat ke sekolah, tetapi

kami justru mendaki gunung, belajar di puncak gunung untuk persiapan ujian matematika besok, mengatur strategi agar besok saat ujian bisa saling tukar jawaban melalui kode-kode yang disepakati. Jadi nilai-nilai di rapor kami ya lumayanlah. Saya masih bisa masuk peringkat 3 umum. Teman saya yang paling nakal, adalah juga paling jago di pelajaran matematika dan kimia, tapi paling jeblok di pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Agama.

Guru berhalangan hadir menjadi saat paling membahagiakan, mendadak semua berwajah sumringah.

Tetapi memang kami patuh dihadapan guru, tidak berbohong. Kemaren kamu tidak masuk pada pelajaran kesenian, kemana?. Saya bolos pak, main sepak bola bareng si anu, si anu, dan si anu. Dan memang begitulah. Sekarang kalian berempat keluar kelas, buka baju, angkat satu kaki, pegang telinga, berdiri di pekarangan selama satu jam. Saat itu pukul 11.00 WIB, terik matahari minta ampun panasnya. Terimakasih ke bapak kepala sekolah atas hukumannya, meski sekian lama baru saya bisa mengerti bahwa itu bukan hukuman, tetapi kasih sayang.

Seperti guru saya dulu yang harus membimbing saya yang nakal ini, maka kini saya yang harus membimbing murid-murid nakal lainnya, di Bimbingan dan konseling “INTEN”. Agak aneh, saya suka jika murid-murid saya nakal, mau protes dan mendebat.

Ternyata kenakalan khas remaja adalah sebuah peluang emas, pintu yang sedang terbuka, untuk menanamkan nilai-nilai hidup dan perjuangan hidup. Murid yang berbuat nakal adalah murid yang sedang membuka hati dan jiwa untuk kita masuki dan memberikan kesempatan ke guru untuk menyemaikan nilai-nilai kemanusiaan di dalam hati mereka. Terimakasih kepada murid-murid nakal.

Sayang, kita orang dewasa, orangtua, kakek-nenek, guru, abang, lebih sering melihat kenakalan dengan mata melotot dan mulut menyeringai, menjatuhkan hukuman berdasarkan kewenangan sebagai orang dewasa yang telah banyak makan asam-garam kehidupan. Maka peluang emas itu lepas begitu saja, pintu hati yang terbuka itu terbanting dan tertutup.

Saya melarang murid merokok di lokasi belajar INTEN. Dan yang saya maksud dengan lokasi belajar INTEN bukanlah gedung dan pekarangan, tetapi lokasi INTEN itu adalah dimana saya ada. Jadi jika saya sedang ada di terminal bis, maka itu menjadi lokasi INTEN, artinya di situ murid INTEN tidak boleh merokok.

“Itu tidak adil pak, sementara bapak perokok berat tetapi melarang kami merokok. Biar adil, semua sama-sama boleh merokok, atau semua sama-sama tidak boleh merokok”. Seorang murid pria tinggi besar berkulit cokelat protes sambil berdiri.

Sebuah kesempatan telah muncul.

Terimakasih nak, salut atas keberanian dan logikamu. Alasannya begini: karena saya perokok maka saya tahu bahwa merokok adalah kebodohan. Uang terbakar, racun menyesap ke tubuh, dan ketergantungan. Itulah sebabnya, saya keras melarang kalian merokok, karena saya tidak mau kalian melakukan kebodohan yang sama dengan yang saya lakukan. Semua murid saya harus menjadi murid yang sehat. Setuju?, okeeee ….. pak. Muridku yang protes ini sekarang sedang kuliah di Fakultas kedokteran UGM.

Dan pada saat ujian harian, seorang murid wanita tertangkap mensontek. Sebuah kesempatan muncul kembali.

Berdua dengan murid :”nak, mensontek itu bukan perkara dosa, tetapi tentang manfaat. Jawabanmu benar karena mensontek, maka saya simpulkan kau sudah paham tentang konsep yang diujikan itu, padahal sesungguhnya belum. Nanti saat ujian akhir, kau tidak bisa lagi mensontek, semua harus kau lakukan sendiri. Itu menjadi masalah besar. Mensontek itu adalah memindahkan masalah ke masa depan, saat ujian akhir, saat dimana tidak ada lagi sesuatu yang bisa kau lakukan. Lagipula nanti, di masa depan, kau akan tiba kepada situasi dimana kau harus berpikir sendiri, dan memutuskan sendiri. Itu saat kau sudah menjadi direktur entah di mana. Mulai sekarang, kau harus berlatih untuk berpikir sendiri dan memutuskan sendiri, setiap hari, setiap saat. Sebenarnya itulah gunanya ujian, perkara nilai adalah nomor sekian.”. Kita sepakat?. Ya, pak. “Baiklah, kita lupakan yang sekarang, mari menatap ke depan dan membayangkan saat-saat kau dilantik menjadi direktur”. Muridku yang tertangkap mensontek ini kini sedang kuliah di Fakultas Ekonomi jurusan Akuntansi Universitas Indonesia, kabarnya IPK-nya mencapai 3,89.

Seorang murid mengantuk saat di kelas. Pelajaran ditunda, Kesempatan emas untuk menjelaskan tentang pengelolaan waktu.

Saya tidak menginginkan kalian untuk belajar sampai mati, belajar sampai sakit, atau belajar sampai tidak sempat melakukan hal-hal lain. Yang perlu hanya begini: saat ngantuk, ya tidurlah. Saat lapar, ya makanlah. Saat capek ya istirahatlah. Saat bosan, ya lakukan refreshing. Setelah itu, setalah tubuh dan pikiranmu sudah kau segarkan, belajarlah dengan fokus. Kebiasaan selama ini, yaitu saat tubuhmu segar justru kau main futsal dan setelah capek main futsal baru kau coba belajar, itu harus dibalik. Saat tubuhmu segar, belajarlah. Nanti kalau sudah capek dan bosan, main futsallah kau. Yang perlu hanyalah menempatkan belajar di urutan pertama, hal lainnya di urutan berikutnya. Meski muridku ini tidak lulus PTN, sekarang dia kuliah di BINUS jurusan Teknik Informatika, dan sudah memulai bisnis on-line sambil kuliah.

Sangat banyak untuk disebutkan.

Seperti yang saya sebutkan di atas, kenakalan murid remaja adalah kesempatan emas, dan pintu yang terbuka. Sebaiknya, kita orang dewasa tidak melepaskan peluang ini.

Terimakasih murid-murid nakal.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun