Mohon tunggu...
Jonny Hutahaean
Jonny Hutahaean Mohon Tunggu... Wiraswasta - tinggi badan 178 cm, berat badan 80 kg

Sarjana Strata 1, hobby membaca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sains, Mistik, Sinteron (SMS)

9 Januari 2015   17:32 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:29 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di dalam teori sains masa kini, ada sebuah teori yang disebut teori non-lokalitas. Begini : Ada dua elektron yang pada suatu saat berdekatan, maka menurut azas larangan Pauli, kedua elektron itu harus mempunyai spin yang berlawanan, spin salah satu elektron harus ½ dan yang satunya lagi harus -½. Kemudian kedua elektron dipisahkan, satu tetap di bumi dan yang lainnya di pindahkan ke galaksi lain yang berjarak miliaran tahun cahaya, kedua elektron itu tetap saling mempengaruhi satu sama lain. Jika elektron yang di bumi diubah sipnnya dari ½ menjadi – ½, maka elektron pasangannya otomatis mengubah spinnya dari – ½ menjadi ½. Begitulah azas non-lokalitas itu.

Kalau kosmologi benar dan betul, bahwa alam semesta bermula dari big-bang alias dentuman besar, maka itu berarti semua atom yang terdapat di alam semesta pada masa kini pada suatu saat di masa yang sangat lampau menempati satu titik tunggal (kosmologi menyebut itu dengan singularitas), sesuai dengan azas non-lokalitas maka semua atom di alam semesta ini saling mempengaruhi. Molekul di tubuh monyet di belantara Amazone di Brasil sana dapat mempengaruhi molekul di tubuhKomisaris Utama Bank Century di Indonesia. Molekul di tubuh singa di belantara Afrika sana juga dapat mempengaruhi molekul di tubuh Gayus. Itu menurut azas non-lokalitas tadi. INI DISEBUT SAINS

Seorang anak pria patah kaki karena kecelakaan waktu naik sepeda motor di Jakarta. Lantas Bapaknya mengirimkan celana panjang yang dipakai anak itu saat kecelakan ke dukun di kampung halaman di Tapanuli Utara. Sang dukun mengurut-urut celana kiriman itu, dan tak lama kemudian kaki anak yang kecelakaan itu sembuh pula di Jakarta. Sesungguhnya peristiwa itu juga sesuai dengan azas non-lokalitas, tetapi INI DISEBUT MISTIK.

Sepasang anak kembar identik, karena sesuatu hal kembarannya meninggal lalu masuk ke surga. Menurut azas non-lokalitas, apa yang dialami kembarannya yang masih di bumi akan mempengaruhi kembaran yang sudah di surga, sebaliknya juga begitu. Meski sesuai dengan azas non-lokalitas, tetapi INI DISEBUT DURHAKA.

Bagaimana kalau kembaran yang meninggal itu masuk ke neraka, maka apa yang terjadi pada kembaran di neraka akan mempengaruhi kembaran yang masih hidup di bumi, sebaliknya juga begitu. Walau sesuai dengan azas non-lokalitas, tetapi INI DISEBUT FITNAH.

Nah, kalau kembaran yang meninggal itu tidak masuk surga dan ditolak ke neraka, maka dia gentayangan di bumi. Apa yang dialami kembaran yang masih hidup akan mempengaruhi kembaran yang gentayangan itu tadi, sebaliknya juga begitu. Walau sesuai dengan azas non-lokalitas, tetapi INI DISEBUT SINETRON INDONESIA.

Kesimpulan yang bisa ditarik menjadi sangat banyak.

Satu: Sains itu adalah mistik yang durhaka

Dua : Mistik itu adalah sains di sinetron Indonesia

Tiga : Sinetron Indonesia itu adalah mistik yang durhaka

Empat :Sinetron Indonesia itu adalah fitnah durhaka yang dibumbui dengan mistik yang seolah-olah sains.

………..….. dan kesimpulan lain-lainnya.

Terakhir : tidak ada kesimpulan.

Tengkiu …..

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun