Mohon tunggu...
Jonny Hutahaean
Jonny Hutahaean Mohon Tunggu... Wiraswasta - tinggi badan 178 cm, berat badan 80 kg

Sarjana Strata 1, hobby membaca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Fisika, Banyak yang Tidak Rasional

25 Februari 2015   01:13 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:34 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Fisika telah mati, semua sudah tuntas diketahui. Ilmu Fisika di masa depan hanya akan sekedar mengisi catatan kaki, tak mungkin lagi menghasilkan sesuatu yang luar biasa, dan karena itu menjadi tidak menarik. Segala hal yang perlu diketahui sudah diketahui (testimony 1928, oleh beberapa pakar ilmu Fisika).

Hanya berselang seminggu sesudah testimoni, segala keangkuhan fisikawan runtuh berkeping-keping. Dan anda pasti kaget, yang meruntuhkan keangkuhan itu hanyalah segelas kopi hangat. Segumpal nasi panas yang menjadi sarapan pagi anda, sebutir bakso sapi yang menjadi camilan menjelang makan siang, atau bubur kacang hijau yang anda nikmati di seore hari yang cerah, hal-hal seperti itulah yang meruntuhkan keangkuhan fisikawan zaman 1928, sebelum perang dunia ke-2. Sederhana sekali. Seperti kata Johan Cruyif, melakukan yang sederhana itu adalah kerumitan besar. Landasan fisika mengalami gempa dahsyat.

Hasil pengukuran radiasi yang meluber dari benda-benda hangat yang disebut di atas ternyata sangat jauh menyimpang dari prediksi yang dihasilkan ilmu fisika, sangat jauhhhhhhh. Katastrofi UV yang diprediksi itu tidak pernah terjad. Siapa saja akan merasakan kenikmatan dari segelas kopi hangat, bukan mengalami bencana seperti yang diprediksi teori fisika. Syukurlah dan alhamdulilah, kebetulan saya penggemar berat kopi hitam pekat.

Makin bertambah hari dan tahun, makin banyak pula kandungan hal-hal yang irrasional pada fisika ini. Padahal orang-orang terutama yang berkecimpung di ilmu Fisika itu merasa sebagai orang paling rasional, mereka salah. Coba tanyakan apa maksud dari “dualisme”, baik itu dualisme partikel maupun dualisme gelombang.

Juga jangan lupa menanyakan bagaimana mereka memahami dan menyatukan sifat hakiki gelombang (spread) dan sifat hakiki partikel (deterministik) yang sangat saling bertentangan itu.

Jurus menghindar yang sering dipakai adalah :”kalau berkutat di situ, maka kita tidak akan kemana-mana”, atau begini ;”ketidakdapatdipahami itulah yang membuat menarik”.

Siapa yang mengatakan dapat memahami dualisme, itulah tanda bahwa dia sama sekali tidak paham apapun, kata Niels Bohr. Fisika kuantum tumbuh dari dualisme yang tidak dapat dipahami itu, bahkan oleh fisikawan itu sendiri.

Dimensi yang terlipat, materi gelap (dark matter), lubang hitam (black hole), dentuman besar (big-bang), adalah beberapa contoh yang belum terverifikasi atau verifikasinya sangat lemah. Semuanya baru sebatas terverifikasi di persamaan matematika yang rumit dan memusingkan. Dan entah bagaimana, persamaan matematika di atas kertas buram itu dapat melompat ke kesimpulan “tidak ada pencipta”, dan entah bagaimana pula banyak yang mempercayainya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun