Kasus joki skripsi tidak hanya melibatkan mahasiswa, tetapi juga dosen dan profesor, yang seharusnya menjadi panutan akademik. Di beberapa perguruan tinggi Indonesia, ada laporan bahwa dosen membayar orang lain untuk menyelesaikan publikasi ilmiah atau karya akademik mereka demi mengejar kenaikan pangkat.Â
Praktik semacam ini merupakan pelanggaran serius terhadap etika akademik dan integritas penelitian, mengingat posisi mereka sebagai pendidik yang semestinya mendorong kejujuran intelektual. Profesor yang menggunakan jasa joki tidak hanya merusak reputasi akademik mereka sendiri, tetapi juga mencederai sistem pendidikan secara keseluruhan.
Dalam banyak institusi pendidikan tinggi, promosi jabatan atau kenaikan pangkat sangat bergantung pada jumlah publikasi ilmiah. Akibatnya, mereka memanfaatkan jasa joki yang biasanya tersedia di platform digital. Masalahnya, institusi lebih menghargai jumlah penelitian yang diterbitkan, bukan pengaruhnya terhadap kualitas pendidikan. Dengan sempitnya waktu untuk para dosen, dan tujuannya hanya ke hal kuantitatif, maka tentu ini akan menjadi pemicu mengapa dosen memilih jalan pintas. Selain memperburuk persepsi publik tentang kualitas pendidikan tinggi di Indonesia, kompetensi profesor menjadi hal yang patut dipertanyakan.
Dampak dari joki penelitian ini tidak hanya berevolusi terhadap kompetensi dan profesionalisme profesor, melainkan juga pada dunia riset. Ketika membaca jurnal penelitian, pasti penelitian tersebut akan dianggap kredibel karena kita menganggap gelar profesor sudah menunjukkan kredibilitasnya. Namun, bila profesor menggunakan jasa joki untuk menyelesaikan penelitiannya, maka tentu saja kebenaran dari penelitiannya patut dipertanyakan. Akan menjadi masalah lebih besar lagi bila penelitian itu di ranah penelitian, dan bisa berdampak bagi kesehatan seseorang.
Walaupun kasusnya belum secara eksplisit ditemukan di Indonesia, namun kasus ini sudah sering terjadi di luar sana. Contohnya seperti kasus ghostwriting di Amerika Serikat tahun 2010-an dimana terungkap bahwa jurnal-jurnal dan makalah medis besar yang diterbitkan tidak ditulis oleh dokternya sendiri. Ketika hasil investigasi ini terungkap, beberapa jurnal menarik artikel-artikel tersebut, dan para dokter atau akademisi yang terlibat mengalami kehilangan kredibilitas yang parah. Ini menimbulkan pertanyaan tentang integritas penelitian di bidang medis yang seharusnya mengutamakan keselamatan publik. Bila hal-hal seperti ini juga terjadi di Indonesia dan kasusnya terbongkar, maak tentu ini akan menjelekkan pandangan publik terhadap Indonesia.Â
Analoginya seperti ini: ketika saya telah membayar seorang guru les untuk mengajar saya, maka bila guru les saya tiba-tiba tidak bisa dan malah menyuruh orang lain untuk menggantikannya, saya tentu akan menolak. Ini karena ketika ada guru pengganti, saya tidak tahu apakah gurunya cukup kompeten untuk mengajar saya. Sama halnya seperti dosen, bila saya sudah bayar untuk berada di suatu universitas, maka ekspektasi saya adalah dosen yang mengajar saya adalah dosen yang kompeten untuk kualitas universitas tersebut, serta semua publikasinya juga merupakan hasil penulisannya sendiri. Bila tidak, maka tentu saya akan kesal karena sayang duit dan waktu yang telah habis untuk saya menjadi murid kuliah tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H