Reaksi teman beragam. Antara lain, penggemar pinjol ya? Banyak yang ngeledek juga: nasib banyak utang. Padahal hari Selasa sebelumnya banyak yang komen cie.. cie..Â
Jari luka tidak terasa
Berdarah karena tertusuk jarum
Gembira hati pagi selasa
Lihat kamu penuh senyum
Hari Senin pagi saya tak kirim pantun. Karena ada pekerjaan harus selesai. Saya tulis pantun sore. Kebetulan saat itu hujan. Sayangnya hujan turun bulan Juli. Andai saja ketika itu masih Juni, enaknya juga jika pantun dikaitkan dengan puisi Sapardi Djoko Damono yang berjudul Hujan Bulan Juni. Jadi pantun di bawah ini dipaksakan berasosiasi dengan Hujan Bulan Juni.Â
Pekan kemarin ke cikini
Sempat beli nasi kebuli
Hujan senin sore ini
Menambah luka bulan juli
O, ya, lupa. Pantun itu saya kirim WAG yang saya aktif membacanya. Jadi ada saja komennya. Yang agak sering, mereka nulis: cakep, berpantun terus ya.Â
Saya jawab begini. Di WAG tiap pagi banyak yang ngirim ucapan selamat pagi dengan stiker. Atau ada yang rajin mengirim doa. Pkl 6.00 doa sudah nongol. Saya memilih mengirim pantun tiap pagi sebagai pengganti ucapan selamat pagi. Atau, sebagai pertanda bahwa saya masih ada di WAG ini.Â
Pagi ini saya senang sekali, karena patun saya dibalas pantun pula oleh dua penyair terkenal yang saya kagumi, yaitu Zawawi Imron dan Aspar Paturusi. Jadi kami berbalas pantun tentang kopi. Saya tidak tulis pantun mereka di sini karena saya belum minta izin.Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H