Nama Goenawan Mohamad, Putu Wijaya, Sutardji Calzoum Bachri tentu masuk daftar pendek nama calon sastrawan negara. Tentu banyak nama lain yang pantas dimasukkan dalam daftar pendek itu. Tinggal panitia memilih mereka satu per satu.Â
Nama lain yang mestinya dapat, dan sudah mendahului kita, dalam dua atau tiga tahun ini, antara lain adalah Sapardi D Damono, Joko Pinurbo, Remy Sylado, Adul Hadi WM. Saya menyebutkan hanya sebagai contoh.Â
Mengapa mereka layak mendapatkan status Sastrawan Negara? Alasan paling utama adalah karena jasa mereka di bidang sastra dan bahasa.Â
Jadi, mereka sebenarnya adalah seorang pembaharu dan menginginkan Indonesia maju. Karena memberikan kontribusi dalam bidang bahasa tidak banyak orang bisa melakukannya. Hanya para pencipta dan pencinta bahasa yang sanggup melakukannya. Politisi tidak sanggup melakukannya.Â
Dari sisi para creator itu, pengangkatan jadi sastrawan negara itu juga penting bagi diri mereka pribadi. Sebab, mereka akan mendapatkan sejumlah fasilitas dari negara. Antara lain, gaji bulanan, fasiltas kesehatan, dan kesempatan menerbitkan karyanya oleh negara. Singkat kata, sastrawan negara itu hidupnya harus sejahtera.Â
Kita tahu, banyak sastawan hebat hidupnya melarat di usia tua. Koleksi bukunya banyak, tapi saldo di buku tabungan sedikit. Mereka tidak punya pekerjaan lain, karena mereka profesional dalam menulis, sehingga tidak bekerja rangkap.
Jadi, bisa dipahami jika sebagian dari mereka hidup dalam keadaan "miskin". Â Mereka adalah penyair yang hanya bersyair, tidak punya pekerjaan lain. Jasanya tak terhingga untuk kebudayaan dan negara.Â
Pemerintah tentu bisa merumuskan kriteria penyair atau sastrawan yang akan dipilih menerima status sastrawan negara. Di daerah, Pemda setempat bisa juga mengangkat sastrawan lokal dengan kriteria yang ketat juga.Â
Siapa yang berhak mendapat gelar Sastrawan Negara dan bagaimana cara memilihnya, kita bisa menggunakan kriteria atau membandingkan dengan Malaysia yang telah lebih dahulu mempunyai sistem Sastrawan Negara ini.Â
Malaysia memberikan sebutan Sastrawan Negara Malaysia pertama kali tahun 1981. Ada panitia yang dibentuk di bawah Dewan Bahasa dan Pustaka, di bawah Kementerian Pelajaran Malaysia, yang bekerja mengurus penyusunan nama yang layak, memilihnya, dan mengusulkan kepada negara.Â
Panitia ini bekerja berdasarkan kriteria yang telah disepakati. Merekalah yang memasukkan nama penulis/penyair yang memberikan kontribusi terhadap sastra Melayu.Â