Mohon tunggu...
Jonminofri Nazir
Jonminofri Nazir Mohon Tunggu... Jurnalis - dosen, penulis, pemotret, dan pesepeda, juga penikmat Transjakrta dan MRT

Menulis saja. Juga berfikir, bersepeda, dan senyum. Serta memotret.

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Pilihan

Presiden AS Masa Depan dan Mr Data Star Trek

30 Juni 2024   22:14 Diperbarui: 30 Juni 2024   22:20 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Artificial Intelligence. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Gerd Altmann

Donald Trump dan Joe Biden

Fungsi presiden berubah menjadi seperti manajer perusahaan raksasa. Hal ini membuat banyak yang enggan berebut ke istana presiden. Sudah tidak asyik.

Saya menyimak ulasan Denny JA tentang debat calon presiden AS: Donald Trump dan Joe Biden. Kesimpulan yang disampaikan Denny adalah Trump mengatakan tentang hal dusta, sedangkan Biden tidak menjawab pertanyaan yang diajukan. Keduanya mempunyai titik lemah yang gawat, yang mungkin belum pernah terjadi pada calon presiden sebelumnya di Amerika Serikat, negara paling maju demokrasinya sampai saat ini.

Pada pemilu-pemilu sebelum ini,  kita banyak mendengar tentang sikap warga terhadap pemilihan presiden. Warga AS malas memilih. Partisipasi warga rendah. 

Debat capres itu, memperlihatkan situasi  Amerika seperti kehabisan stok calon presiden yang hebat. Padahal penduduknya hampir 400 juta jiwa. Tentu saja jumlah orang yang mumpuni banyak. Tetapi mereka tidak muncul di permukaan. Kok dua calon yang berdebat itu seperti  barang reject.

Saya menduga persepsi warga di negara super power itu tentang jabatan presiden sudah bergeser. Jabatan Presiden AS tidak sexy lagi. Padahal sampai kini Presiden AS masih mempunyai pengaruh besar. Bahkan sering dianggap sebagai  presiden dunia. Persepsi warga pintar dan orang hebat terhadap kekuasaan sudah bergeser secara ekstrem.

Dari sisi pemilih sama saja. Warga yang datang ke TPS rendah. Warna partai politik memang berbeda. Tetapi esensinya Demokrat dan Republik tidak lagi memperjuangkan ideologi kiri atau kanan. Semua ideologi sudah dimasukkan dalam mesin blender dan diaduk-aduk disatukan jadi ideologi baru, disesuaikan dengan zaman. Dan lebih pragmatis. 

Di tingkat dunia sama saja. Cina yang komunis masih memakai baju yang sama, tapi dalemannya sudah jadi kapitalis Bahkan sekarang Cina sudah menjelma menjadi kekuatan ekonomi paling tangguh di bumi ini. Khas negara kapitalis.  Amerika dan negara-negara Eropa barat yang besar dengan baju kapitalis bergeser juga menjadi sosialis dan  humanis.

Bukan ideologi saja yang sudah bercampur baur. Bahkan ilmuwan juga memasukkan ilmu ekonomi dan ilmu matematika dalam satu bejana, kayak orang bikin milkshake. Masukan susu, sirup, dan mungkin buah. Jadilah minuman baru, Karena itu, ilmuwan matematika John Nash memenangi Nobel Ekonomi pada tahun 2001. 

Jadi, saat ini adalah zaman mixer. Hal-hal baik disatukan, dan menghasilkan sesuatu yang baru untuk kemajuan manusia. 

Kembali ke AS. Saya menduga persepsi orang terhadap pemimpin itu bukan lagi orang suci, bukan orang pintar saja, bukan orang yang jago bercuap-cuap dengan pelantang, bukan pula orang yang bisa menyihir massa dengan kata-kata hebatnya dari atas panggung. Bukan lagi orang yang bisa berteriak "serang", lalu rakyat dengan bambu runcing menyerang negara lain, misalnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun