Mohon tunggu...
Jonminofri Nazir
Jonminofri Nazir Mohon Tunggu... Jurnalis - dosen, penulis, pemotret, dan pesepeda, juga penikmat Transjakrta dan MRT

Menulis saja. Juga berfikir, bersepeda, dan senyum. Serta memotret.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

BPA, Seleksi Bahan Berita, dan Pelintiran Informasi

3 Mei 2021   13:20 Diperbarui: 3 Mei 2021   13:25 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya menerima tabel berisi daftar terdiri dari 42 baris dan 2 kolom dari teman saya. Dia meminta saya memberikan komentar dari segi jurnalistik karena saya wartawan (dulu) dan mengajar jurnalistik (sampai kini). Lalu saya membaca dan mencermati berita itu satu per satu. Pada kolom pertama, berisi 42 judul berita tentang BPA, dan pada kolom kedua berisi 42 berita lain yang membantah isi berita pada kolom pertama. Bantahan itu berasal dari sumber yang sama yang dikutip atau disebut pada kolom pertama.

  •  www.jpnn.com/news/ini-bahaya-zat-bpa-bagi-bayi-balita-dan-ibu-hamil (30 Desember 2020).  Berita yang bersumber dari webinar di Rumah Sakit Maya Pada Kuningan, Jakarta ini juga dimuat di Tribune.com, Swa.com, Jurns.com dan Viva.co.id. Berita ini kemudian dibantah oleh pihak rumah sakit melalui juru bicaranya yang menyatakan bahwa dokter dokter yang menjadi nara sumber webinar tidak pernah mengatakan secara spesifik bahaya BPA pada galon guna ulang, tetapi tentang bahaya BPA pada tumbuh kembang kesehatan janin dan anak.
  • www.viva.co.id/gaya-hidup/kesehatan-intim/1338257-ylki-wadah-makanan-dan-minuman-yang-mengandung-bpa-berbahaya  (9 Januari 2021). Berita yang sama dimuat di Tribun.com, inilah.com dan investor.id. Berita ini kemudian dibantah oleh peneliti YLKI, Nataliya yang membantah memberikan pernyataan terkait bahaya BPA pada galon guna ulang. Ia mengatakan bahwa pernyataannya ditujukan untuk semua produk, bukan spesifik untuk produk tertentu. Ia mengutarakan masyarakat bisa mengetahui jenis-jenis kemasan plastik yang digunakan dengan memperhatikan nomor kode di bagian bawah kemasannya.

Jadi, ringkasnya, kutipan atau pernyataan sumber pada berita yang ada dalam kolom pertama, dibantah oleh oleh sumber yang sama di kolom kedua. Artinya, para narasumber ini membantah mengatakan seperti kutipan yang disebutkan pada berita tersebut, atau jurnalis salah kutip, mencatut, memelintir pernyataan, dan sejenisnya. Intinya, sumber itu membantah mengatakan bahwa mereka mengatakan tentang BPA seperti disebutkan pada berita yang termasuk pada berita di kolom satu.

Berita pada daftar itu dimuat di berbagai media dalam rentang waktu tanggal 11 November 2020 sampai 16 April 2021. Pada hari ini (1 Mei 2021) saya search melalui google, masih ada berita tentang BPA dari sumber yang sama, yaitu dari Jurnalis Peduli Kesehatan dan Lingkungan (JPKL) dengan isi yang sama, dengan pesan yang sama, dan sumber yang sama juga. Anehnya, tidak ada media yang mem-follow up berita ini menjadi isu yang lebih besar, jika mereka yakin dengan berita yang mereka tulis benar.

Salah satu yang menarik bagi saya dari rangkaian berita yang saya baca itu adalah berita tentang petisi yang dibuat oleh JPKL di Change.org. Petisi itu telah diturunkan atau dicopot oleh pengelola situs yang terkenal itu. Alasannya sangat jelas, ada disinformasi yang disampaikan oleh JPKL dalam narasi yang disampaikan oleh JPKL pada change.org.Informasi yang disampaikan oleh JPKL dianggap menyesatkan publik.

Saya akan membahas daftar berita tadi hanya dari segi jurnalistik dasar saja, dan lebih sempit lagi dari segi kelayakan berita saja. Apakah berita atau isu tentang bahaya PBA dalam kemasan guna ulang atau galon isi ulang sudah memenuhi unsur kelayakan berita?

Jawabannya tentu saja layak, sepanjang berita yang ditulis itu telah memenuhi kaidah kelayakan berita minimal yang ada pada naskah berita itu. Sekarang, mari kita periksa satu-satu per satu unsur kelayakan berita pada berita berita itu.

Pertama, adalah apakah fakta yang disampaikan berita itu benar-benar ada? Kalau fakta peristiwa, apakah benar ada peristiwa seperti yang disampaikan pada berita itu? Kalau itu fakta pendapat, apakah memang ada narasumber berpendapat seperti dimuat dan disampaikan oleh berita tersebut? Atau apakah pendapat itu benar-benar ada?

Jadi, isu besar yang dikembangkan oleh JPKL adalah bahwa mereka mengatakan kandungan BPA dalam kemasan guna ulang air minum atau kemasan isi ulang, atau galon air yang digunakan di seluruh dunia berbahaya buat kesehatan, bayi, ibu hamil, dan manusia pada umumnya.

Saya tidak paham apa itu BPA secara persis karena ini adalah ranah ilmiah, jadi kita serahkan penilaiannya kepada para peneliti yang yang ahli di bidang ini. Di Indonesia lembaga atau badan yang paling berwenang soal ini adalah BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan). BPOM mempunyai reputasi yang baik di negara ini, jadi kita patut mendengar pendapat BPOM soal BPA ini. Saya kutipkan kembali pendapat BPOM soal BPA seperti di bawah ini

Rupanya BPOM telah mengeluarkan keterangan resmi soal ini pada 24 Januari 2021. (https://www.pom.go.id/new/view/more/klarifikasi/126/PENJELASAN-BADAN-POM-RI-Tentang-Kandungan-Bisfenol-A--BPA--pada-Kemasan-Galon-AMDK--Yang-Digunakan-Secara-Berulang.html):

  1. Berdasarkan hasil pengawasan Badan POM terhadap kemasan galon AMDK yang terbuat dari Polikarbonat (PC) selama lima tahun terakhir, menunjukkan bahwa migrasi BPA di bawah 0.01 bpj (10 mikrogram/kg) atau masih dalam batas aman.
  2. Untuk memastikan paparan BPA pada tingkat aman, Badan POM telah menetapkan Peraturan Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan. Peraturan ini mengatur persyaratan keamanan kemasan pangan termasuk batas maksimal migrasi BPA maksimal 0,6 bpj (600 mikrogram/kg) dari kemasan PC.
  3. Kajian Otoritas Keamanan Pangan Eropa (EFSA) menyatakan belum ada risiko bahaya kesehatan terkait BPA karena data paparan BPA terlalu rendah untuk menimbulkan bahaya kesehatan. EFSA menetapkan batas aman paparan BPA oleh konsumen adalah 4 mikrogram/kg berat badan/hari. Sebagai ilustrasi, seseorang dengan berat badan 60 kg masih dalam batas aman jika mengonsumsi BPA 240 mikrogram/hari. Penelitian tentang paparan BPA (Elsevier, 2017) menunjukkan kisaran paparan sekitar 0,008-0,065 mikrogram/kg berat badan/hari sehingga belum ada risiko bahaya kesehatan terkait paparan BPA.
  4. Beberapa penelitian internasional juga menunjukkan penggunaan kemasan PC termasuk galon AMDK secara berulang tidak meningkatkan migrasi BPA.

Jadi, berdasarkan keterangan BPOM ini, isu yang dikembangkan oleh JPKL ini jelas keliru. BPOM jelas mengatakan bahwa kandungan BPA pada kemasan guna ulang tidak membahayakan kesehatan, penggunaan galon berulang tidak meningkatkan migrasi BPA. Pernyataan BPOM sangat jelas dan mudah dipahami oleh awam, termasuk oleh jurnalis.

Tapi, mungkinkah BPOM keliru? Tentu saja sangat mungkin terjadi. Tetapi untuk mengatakan bahwa hasil kajian BPOM yang ilmiah itu keliru perlu sebuah penelitian ilmiah pula yang menyimpulkan bahwa hasil kajian BPOM keliru. Sampai sejauh ini belum ada penelitian yang menunjukkan bahwa BPOM keliru dalam hal ini.

Jika pendapat BPOM ini tidak terbantahkan, mestinya, media tidak mengatakan atau tidak memuat lagi berita yang mengatakan bahwa BPA dalam kemasan isi ulang berbahaya untuk kesehatan.

Ringkasnya, jika masih memuat berita yang mengatakan sebaliknya dari pendapat BPOM soal kandungan BPA dalam kemasan guna ulang ini bisa dikategorikan berita bohong, disinformasi, hoax, dan sejenisnya.

Itu syarat berita pertama: apakah ada fakta peristiwa dan dan fakta pendapat pada berita itu.

Syarat kelayakan berita yang minimal yang kedua adalah apakah ada nilai berita "aktual" pada naskah berita itu?.

Jika mencermati berita dalam daftar 42 berita di atas, kita bisa bertanya apakah ada unsur aktual pada berita tersebut? Maksudnya apakah ada fakta baru yang terjadi sehingga berita tentang BPA ini layak diangkat menjadi berita oleh sebuah media?

Unsur aktual itu pada berita terkait dengan isu BPA itu mestinya, misalnya: apakah ada kejadian terbaru yang menunjukkan bahwa ada seorang yang sakit karena BPA yang dikonsumsinya secara jangka panjang? Atau adakah penelitian baru yang membantah penelitian lama yang mengatakan bahwa kandungan BPA dalam kemasan guna ulang masih dalam batas aman? Atau adakah seorang yang dianggap ahli dalam soal BPA memberikan opininya yang berbeda dengan sikap BPOM?

Saya tidak menemukan fakta baru pada 42 berita itu. Semuanya fakta lama, dari narasumber yang sama, bahkan narasumber, belakangan, juga keberatan dengan cara media mengutip pendapatnya.

Tidak ada fakta peristiwa baru tidak ada fakta pendapat baru pada berita tersebut. Jika ada fakta baru pada berita itu, baru ada unsur aktual di dalam isu itu yang layak dikembangkan menjadi berita. Bahkan jika benar-benar ada fakta baru soal ini, saya kira berita soal ini akan menjadi berita besar di seluruh dunia. Pasti viral. Sebab, di seluruh dunia orang menggunakan jenis kemasan/galon guna ulang seperti ini.

Syarat kelayakan berita berikutnya adalah cover both side, atau kemukakan pendapat dari kedua belah pihak yang bertentangan.

Bisa jadi seorang reporter memang mempunyai keyakinan bahwa "BPA berbahaya" dalam kemasan isi ulang atau kemasan guna ulang. Walaupun hal yang aneh (karena tidak percaya pada kajian lembaga resmi seperti BPOM), reporter tersebut harus memuat juga pendapat sebaliknya, yang berbeda dengan keyakinannya. Yaitu, pendapat yang mengatakan bahwa kemasan guna ulang itu aman bagi kesehatan. Sebab, reporter tidak boleh berpihak, atau memasukkan opininya ke dalam berita. Jika satu sisi pendapat berita saja yang dimuat, sejatinya isu itu tidak memenuhi syarat dijadikan berita Ini hal dasar yang diketahui oleh semua reporter.

Syarat minimal lain adalah tentang sumber berita: bahwa sumber berita yang dikutip reporter adalah orang yang tepat. Tepat artinya, dia berkompeten tentang hal yang dikatakannya atau dia seorang ahli di bidangnya. Ahli itu bisa dilihat dari latar belakang pendidikan, pengalaman di bidangnya, pengakuan dari teman sejawat yang memang berkecimpung dalam bidang yang sama. Seorang yang ahli memang tidak semuanya dihasilkan oleh pendidikannya, tetapi bisa juga rekam jejaknya yang panjang menekuni suatu bidang, sehingga teman sejawatnya yang menekuni bidang itu mengakui keahliannya.

Narasumber dalam 42 berita itu tidak ada satu pun yang yang ahli tentang BPA, atau ahli mikrobiologi, atau peneliti di bidang yang terkait dengan BPA, plastik, kemasan, dan lain sejenisnya. Bahkan badan resmi yang berwenang soal ini telah mengeluarkan pernyataan bahwa kemasan guna ulang aman untuk kesehatan manusia, termasuk untuk ibu hamil.

Syarat kelayakan berita lainnya adalah kejelasan dan kelengkapan informasi yang disajikan agar pemahaman pembaca tidak tersesat. Apalagi pada berita yang sensitif, kejelasan berita sangat penting. Misalnya, pada beberapa berita tentang BPA ini disebutkan bahwa PBA berbahaya bagi kesehatan, terutama bagi bayi dan ibu hamil. Tentu saja berita ini perlu diperjelas. Misalnya, kalau memang berbahaya pada kondisi seperti apa BPA itu berbahaya pada bayi dan ibu hamil. Jika menurut penelitian (seperti dikemukakan oleh BPOM) bahwa tidak terjadi migrasi BPA pada Kemasan Guna Ulang pada air di dalamnya, apakah masih disebut berbahaya? Tentu saja BPA ini berbahaya jika dikonsumsi dalam jumlah besar.

Jika dikatakan BPA berbahaya saja, ya, tentu saja benar, jika BPA itu dikonsumsi secara langsung dalam volume besar, di atas kadar aman yang ditentukan oleh para ahli.

Nah, saya kira reporter harus benar-benar selektif dalam memuat berita tentang hal-hal yang yang dia tidak paham, Check and recheck harus selalu dilakukan. Apalagi sumber berita sudah membantah bahwa dia tidak mengatakan seperti dimuat di sebuah media, mestinya, berita yang sama jangan dimuat lagi di media mana pun. Sebab, jika dimuat juga, artinya, media tersebut telah menyebarkan berita bohong, menyebarkan hoax, dan memutarbalikkan fakta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun