Apakah warga kota akan meninggalkan sepeda motornya di rumah jika biaya transportasi dengan kendaraan umum bisa Rp10.000 atau kurang per hari? Jawabannya, iya, dengan beberapa catatan. Â Jika menggunakan kendaraaun umum, dalam hal ini Transjakarta (berikut Jak Lingko), setiap warta kota hanya mengeluarkan Rp7.000 per hari.
Warga kota sebenarnya bisa memulai meninggalkan sepeda motornya di rumah sejak hari ini, bahkan sejak beberapa bulan lalu,, yaitu sejak  layanan beroperasi Jak Lingko diperluas --juga diperbanyak-- masuk ke wilayah pemukiman. Belum banyak warga yang tahu soal Jak Lingko ini.
Sampai saat ini naik JakLinko masih gratis. Penumpang tinggal menempelkan kartu uang elektronik Jak Lingko ke mesin EDC yang terpasang di mikrobus itu. Penempelan kartu hanya untuk pencatatan, atau untuk menghitung jumlah warga yang menggunakan Jak Lingko. Bukan untuk mengurangi saldo yang ada pada kartu Jak Lingko milik penumpang. Masyarakat menyebut mikrobus ini dengan sebutan angkot atau mikrolet, yang sudah diberi tanda besar-besar Jak Lingko.
Jumlah mikro bus bertambah terus dari waktu ke waktu. Saat ini sudah beroperasi 1.341 mikrotrans, berjalan di 50 rute. Sejak Januari hingga Oktober 2019, Jak Lingko telah mengangkut 32,28 juta pelanggan. Jumlah ini naik lebih dari 3 kali lipat dibandingkan dengan periode Januari-Desember 2018, yaitu 9,58 juta pelanggan. Menurut harian Kompas (17 Oktober 2019), jumlah penumpang tertinggi penumpang per hari adalah 203.524 pelanggan.
Manajemen PT Transportasi Jakarta tengah mengkampanyekan layanan Jak Lingko ini sampai ke tengah masyarakat. Tempat kampanye yang mereka pilih biasanya kantor kecamatan (untuk umum) atau sekolah (untuk pelajar). Mereka didorong untuk menggunakan Jak Lingko karena nyaman, cepat, dan gratis pula.
Nah, manajemen Transjakarta mengklaim, 80% wilayah jakarta sudah dilalalui Transjakarta dan Jak Lingko. Ini artinya, di mana pun warga jakarta tinggal, hampir dipastikan bisa mencapai kantornya hanya dengan ongkos Rp3.500 sekalli jalan. Atau, Rp7.000 pulang pergi. Ini lebih murah ketimbang biaya berpergian dengan sepeda motor.
Tetapi, mengapa warga Jakarta tidak ramai-ramaik menggunakan jasa Jak Lingko dan Transjakarta? Sehingga jalanan masih macet? Ini memang pertanyaan besar: Mengapa mereka tidak naik transjakarta? Jawaban yang sering dikemukakan adalah: naik transjakarta waktu tempuhnya lebih  lama. Jika  naik sepeda motor bisa cepat kaena bisa nyelap-nyelip. Mereka juga bisa melawan arus jika nekad. Tapi, mereka tidak bisa lagi menjawab, naik transjakarta itu mahal.
Soal waktu tempuh Transjakarrta lebih lama memang soal yang belum terpecahkan secara cepat. Di atas kertas, penyelesaiannya mudah, namun di lapangan tidak semudah itu. Misalnya, banyak pihak yang harus dilibatkan untuk mengosongkan jalur transjakarta dari penerobos, mobil dan sepeda motor yang nekad. Juga perlu waktu untuk mengubah sikap mental sebagian pengemudi kendaraan pribadi yang tidak mau mau memprioritas jalan untuk kendaraan umum.
transjakarta sudah steril dari kendaraan lain. Â Tetapi Transjakarta yang berada di luar jalur khusus, lebih lama perjalanannya karena itu tadi: sebagaian warga belum memberikan prioritas jalan kepada transjakarta. Salah satu solusi untuk ini adalah pemerintah DKI Jakarta bersama Kementrian Perhubungan harus memperbanyak jalur khusus transjakarta.
Seyogyanya pemerintah menambah jalur transjakarta. Sebab, perjalanan dengan transjakarta bisa lebih cepat.
Jika ongkos sudah murah, Jak Lingko juga sudah menjemput warga sampai ke komplek perumahan, dan perjalanan cepat, tentu banyak warga yang akan meninggalkan sepeda motornya di rumah dan beralih naik kendar