(Oleh Jon A. Masli, Ketua Komite NAFTA- KADIN)
Masih segar pemberitaan tentang pernyataan Ketua Umum KADIN Indonesia Rosan Roeslani yang membuat Menteri BUMN Ibu Rini Sumarno sempat tersinggung, karena beliau berkata BUMN terlalu menguasai semua proyek pemerintah, terutama proyek2 infrastruktur, Â sehingga badan usaha milik swasta, dan UMKM tidak kebagian jatah. Sebenarnya phenomena ini, dimana proyek2 mega pemerintah kebanyakan sampai turun temurun gonta ganti presiden.Â
Memang polemik ini membuat kita prihatin karena kedua tokoh ini membawahi dua pilar ekonomi yang terpenting didalam struktur perekonomian NKRI yaitu  BUMN dan KADIN pelaku usaha swasta, yang nota bene adalah perusahaan UMKM, menengah, besar, koperasi,  dan juga konglomerat. Pernyataan Ketum KADIN membuat para pelaku bisnis swasta sempat kaget mengingat selama ini tidak ada yang mengangkat fakta yang selama ini kita take it for granted seperti business as usual. Namun kali ini diangkat karena mungkin karena maraknya perusahaan2 kontraktor dan supllier swasta yang lagi  pada gulung tikar beberapa tahun terakhir ini.
Patut dicermati bahwa kedua tokoh ini mempunyai alasan2 yang  patut dibela secara objektif. Kita tahu, bahwa struktur anatomi ekonomi Indonesia itu unik didunia dan dihatur dengan UUD 45 yang mengakui keberadaan para pelaku ekonominya,  yaitu BUMN, BUMD, Koperasi, dan  PT, CV, Firma, yang tentunya adalah perusahaan2 swasta yang terkategori sesuai dengan kemampuan permodalan menjadi UKM dan  UMKM, dan usaha2 nirlaba, seperti Yayasan, Asosiasi, Perkumpulan dll. Kesemuanya berperan dalam kapasitasnya masing2 memberi kontribusinya sebagai pelaku ekonomi yang sah. Dalam GBHN perekonomian jelas diakui eksistensi  BUMN sebagai pilar ekonomi dan Koperasi sebagai Sokoguru perekonomian Indonesia memainkan perannya menjadi sumbangsih merangkul usaha2 swasta lainnya menggenjot ekonomi NKRI bersama sama. Dalam perjalanan selama puluhan tahun sejak zaman Soeharto, timbul pengakuan dilapangan lahirnya kelompok2 usaha besar atau raksasa, yaitu konglomerat yang perannya juga sangat besar dan dominan.Â
Kesemua pelaku usaha swasta ini dapat kita katakan adalah para stake holder dan kontributor yang menunjang kegiatan pilar ekonomi BUMN dan  pelaku ekonomi yang turut berperan pendukung menjadi agen2 pembangunan, agen2 perubahan, dan agen2 penyumbang pembangunan ekonomi. Idealnya kalau saja mereka ini dapat bersatu padu saling memahami perannya masing2 dan bekerja sama akan berdaya memacu pertumbuhan ekonomi yang sehat.Â
Ini bagaikan sebuah orchestra dengan berbagai pemain musik memainkan instrumen musik menghasilkan sebuah karya alunan musik yang indah. Dengan kata lain bila para pelaku ekonomi tersebut "bersatu padu" melantunkan musik ekonomi saling memberdayakan sehingga membuat roda ekonomi berputar, membangun infrastruktur, industri, pertanian, perdagangan, perumahan real esatate, energy, transportasi, perikanan, pertanian, dst akan menciptakan sejutaan pengusaha baru dan juga  jutaan lapangan  kerja baru mensejahterakan rakyatnya.
Fakta yang berlaku selama ini adalah BUMN dan BUMD biasanya diberikan kemudahan kemudahan dan fasilitas fasilitas oleh pemerintah pusat dan daerah dalam menjalankan misi nya yang biasanya disebut "Agen Pembangunan" tadi. Mereka tentunya diharapkan merangkul saudara saudara nya perusahaan-perusahaan swasta, termasuk koperasi, konglomerat, perusahaan-perusahaan besar & menengah, UMKM dll yang biasanya disebut para rekanan, Â dengan model bisnis "mengesub" kan pekerjaan --pekerjaan jasa kontraktor dan pengadaan barang-barang, kepada para rekanan-rekanan tersebut. Model bisnis ini sudah berlanjut berpuluh puluh tahun sejak jaman kita merdeka bahkan dari jaman Jepang dan Belanda.
Apa yang dikatakan Ibu Rini Sumarno itu ada benarnaya, bahwa BUMN memang sudah melakukan kewajiban misinya, termasuk membantu memberdayakan perusahaan2 swasta  UMKM, menengah, besar dan konglomerat dan khususnya pengusaha-pengusaha mikro  dengan pendanaan Rp.500.000 sampai Rp 3 juta melalui berbagai program yang dirancang BUMN. Tapi jujur, kalau kita telaah dari dekat dilapangan mulai kelihatan praktek2 BUMN yang terkesan agak menyimpang dari misinya erdayakan swasta membangun, terutama ketika maraknya pembangunan infrastruktur, sinergi BUMN2 bersinergi diantara mereka lebih intensif dan peran swasta berkurang drastis.
Selama 3 tahun terachir ini. Mungkin kita tidak dapat menuduh sinergi ini menjadi penyebab phenomena cukup banyaknya  perusahaan kontraktor dan supllier swasta yang tutup. Tapi inilah yang membuat pernyataan Ketum KADIN itu amat berarti bagi para pengusaha, bahwa BUMN terlalu menguasai projek2 besar pemerintah  dengan hanya bersinergi antara BUMN-BUMN tapi bukan BUMN dan swasta.
Inilah uniknya permasalahan anatomi struktur ekonomi kita ini, lain dari yang lain  dari negara mana pun di dunia ini. Fakta dilapangan , tanpa bermaksud mengkritik Bapak Rosan Roeslani, Ketua Umum KADIN dan Ibu Rini Sumarno, men BUMN, mari kita coba  bahas kelemahan2 atau areas of improvements dari kedua pilar ekonomi ini,  BUMN dan Badan Usaha Milik Swasta, sebagai berikut inI:
BUMN-BUMN cukup sering mengeluh tidak dapat "memakai jasa" Badan Usaha swasta, karena mereka dianggap kurang professional, antara lain kelemahan dikualitas/teknologi pekerjaan, tidak tepat waktu delivery pekerjaan, permodalan, manajemen yang kurang profesional dan lain2. Makanya seleksi ketat menjadi rekanan BUMN-BUMN terjadi. Dan kerap kali alasan2 ini menjadi celah kuat bagi BUMN bersinergi dengan BUMN atau mendirikan perusahaaan anak dan cucu. Memang banyak badan usaha swasta profesional yang dapat "rukun/get along" kerja sama dengan BUMN dan BUMD dengan harmonis selama ini dan sukses.