Mohon tunggu...
Jon Kadis
Jon Kadis Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Hobby baca, tulis opini hukum dan politik, sosial budaya.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Surat Lamaran Cintaku Jangka Waktu 6 Bulan, Tak Dibalas (Bagian 1)

20 Oktober 2022   11:35 Diperbarui: 20 Oktober 2022   12:49 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanggal 17 Agustus. Itu juga tanggal puncak menanti surat balasan. Hari itu saya ikut upacara bendera di fakultas. Maklum, saat itu saya anggota Senat Mahasiswa fakultas hukum.

Bendera dinaikkan. Pelan. Hening. Bendera berkibar terkena angin kemerdekaan. Tapi bagi saya pribadi, bendera itu serasa surat balasan dari nona cintaku yang saya lamar pakai surat itu. Bahkan saya merasa kibaran bendera itu serasa body seksi aduhainya si nona yang bagoyang-goyang untuk beta saja. Dada & paha ayam lalapan ketika saya traktir si perantara 6 bulan lalu, serasa berubah dalam body nona yang sedang berkibar. Poookimai! ( ancorrrr ). Lagu Indonesia Raya dikumandangkan teman mahasiswa/i dan beberapa dosen.  Mereka kusuk dalam spirit kemerdekaan, heningkan cipta mengenang para pahlawan. Saya?  Saya nyanyi dengung sendiri dengan syair lagu Mbah Surip "ta' gendong kemana-mana kau nona cintaku, bangun tidur, tidur lagi". Puka ma'a tah! ( busyeeet dah! ).

Saya jadi gila. Gila cinta pada masa adventus. Kadang celana terasa sesak kalau bayangin si nona, padahal berat badan tidak naik. Malah turun karena stress menunggu surat balasan cinta.

Selesai upacara bendera, saya balik ke kamar kost. Berharap sudah ada perantara terpercaya tadi bawa surat balasan.  Atau ada surat dari kantor pos. Tapi, tapi tidak ada. Sampai matahari terbenam tak ada surat. Namun pikiran saya segar ingat isi surat lamaran cinta, yaitu jatuh tempo tanggal 17 itu bukan pada saat sunset, tapi pkl.24.00. Jadi,  pada pkl 24 malam to! Itu berarti si perantara bawa surat itu paling telat pukul 23.59 wita. Saya sabar menunggu sambil bersiul ketika pegang anu saat kebelet buang air kecil. Busyeeet !

Tibalah jam itu. Apa yang terjadi? surat balasan itu tidak muncul. Perantara itu tidak nongol. Sudah pkl 00.00. Ah ! Saya rebah ke tempat tidur. Malam itu saya tidak tidur sampai ayam kurungan Bpk/ibu kost berkokok 3x pada pkl 03.00 pagi. Saya capek. Tidur lelap. Tak terdengar bunyi apapun, termasuk bunyi yang selama ini sering saya dengar, yaitu desahan dinihari dari kamar sebelah, "ayam jantan & ayam betina", Bpk/Ibu kost yang mungkin sedang bercinta. Hehe...!

Esoknya tanggal 18 Agustus saya bangun telat, pkl 09.00 pagi. Loyo lemelengkus (lunglai) duduk melongo di lantai teras kamar kost. Tidak duduk di korsi, tapi di lantai. Tampak Ibu kost sedang keramas. 

Respond nona dalam "diam" selama 6 bulan sampai jatuh tempo,  itulah jawabannya,  "lamaran tidak diterima". Karena itulah syarat dalam surat lamaran cinta, dan ia paham hal itu. Nona tidak bersalah.

Bagaimana hari-hari setelah tanggal 17 Agustus?Bersambung.... !

Bocoran intinya: "Serasa saya jatuh dari tiang bendera....". Tulang remuk semua. Celana terasa longgar sekali. Kus lemelengkus (lemah lunglai). Antara ratio dan galau campur aduk, silih berganti. Perasaan itu berlangsung sejak 18 Agustus hingga 31 Desember. Tempo kisah kronologisnya sampai 31 Desember itu, akan menyusul di bagian kedua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun