Tiba saatnya umat itu diberikan sakramen kawin, tanggal dan bulannya. Sakaligus  sakramen baptis, sakramen Mahakudus.
Pas hari H, saya dan istri hadir, datang dari Denpasar. Â Biaya sendiri. Masuk dalam perut burung besi "Pesawat Wings Air" , dimuntahkan dari perut burung besi itu di bandara Komodo. Lalu kami dua naik otto colt, duduk di bangku kayu, di kaki ada karung beras, di atas kap otto ada karung ubi singkong dan babi yang terus bersuara uekueek. Perjalanan 3(tiga) jam.Â
Turun persis di Rangga, terus ke gedung gereja paroki Rangga, duduk di pojok kiri belakang. Bapak balon Bupati Mabar dan nyonya Balon duduk terharu di pojok gedung gereja itu, menyaksikan pasangan nikah massal, baptisan anak2 pasangan itu, lagu2 pujian merdu dalam bahasa Manggarai. Sukacita. Umat Woe Anakrona (keluarga pihak suami dan istri) pasangan memenuhi Gereja.
Umat tidak tahu kami. Bapa Balon dan Nyonya Balon pecah balon 2(dua) karena netes air mata bahagia menyaksikan sesama yang bahagia dalam Tuhan itu. Dua balon ini kus (pecah lemes) karena kami dua baku pelok, bau ketek terasa rexona, cinta makin mesra, bukan lagi dua tapi satu lengket sekali. Kelengketan itu sampai hari ini, saat menulis kisah ini.
Setelah itu saya WA Mgr Huber Leteng untuk mengucapkan terimakasih. "Dia hanya jawab singkat, "Puji Tuhan Kraeng Jon, semoga hidup mereka terberkati. Doaku dan berkat Tuhan untuk Kraeng Jon sekeluarga".
Dalam perjalanan waktu, bliau tidak lagi Uskup Ruteng. Saya dapat informasi dari dia melalui chat WA, bahwa dia berada di wilayah Keuskupan Bandung. Dia bukan Uskup (Kepala Dioses) tapi sebagai imam katolik biasa. Predikat Monsiegneur tetap melekat pada pribadinya, karena itu adalah tahbisan yang melekat.
Hampir setiap Natal & Tahun baru serta Paskah, bliau mengirim pesan Wa. Tentu bukan hanya saya, karena hampir pasti ia chat kepada semua orang yang dia kenal, setidaknya sesama yang berkesan.
Bliau sudah meninggal hari ini. Meninggal dan Meninggakan itu beda menurut saya. Meninggal (requiest) artinya tidak hidup lagi raganya. Tidak bisa berjumpa lagi untuk ngobrol, jarinya sudah tidak bisa lagi pencet HP untuk chat WA kepada siapapun.
Tak ada manusia sempurna. Itu juga ada pada manusia Hubertus Leteng. Karena itu tepatlah kabar WA dari Profesor DR. Frans Borgias, guru besar Theologi di Bandung, putra asal paroki Rangga, Lembor, "mohon doa".
Kesa Umbek, saya ucapkan untuk jiwamu, "selamat menuju ke hadapan Sang Pencipta !". Maafkan kami yang cukup tajam mengritikmu baik waktu sama-sama di Alma Mater Seminari Kisol maupun saat kesa jadi Uskup. Kesa tahu persislah, bahwa kami mengkritikmu karena le momang (kasih sayang), tidak ada diluar itu.