Locus di Denpasar, Bali. Tahun 1980an. Tempat pesta waktu itu disebut aula TNI AD (Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat) yang sekarang jadi supermarket Tiara Dewata di tengah kota yang amat populer di pulau Dewata. Saya masih mahasiswa fakultas hukum Universitas Udayana waktu itu.Â
Mempelai pria adalah TNI AD asal Manggarai, kae Aleks Ali (kae =kakak, bahasa daerah Manggarai, Flores, NTT). Pengantin putri adalah putri pertama dari seorang TNI AD juga, Bpk.Mardani, purnawirawan, namanya Martina. Bpk. Mardani itu beberapa tahun lalu sudah almarhum. Mempelai itu maupun oangtua (ortu) mereka Katolik. Saya lupa-lupa ingat tanggal bulan hari pernikahan itu. Kayaknya pasca perayaan Natal.
Yang menarik bagi saya saat itu adalah sambutan pernikahan mewakili ortu kedua mempelai, Bpk.Herman M.Tasi, perantau asal Manggarai, guide senior terpandang yang bekerja di Hotel Bali Hayatt di pantai Sanur. Menurut saya, bahasa lisan bliau ini seperti "ilmu bahasa Indonesia hidup". Sempurna. Begitu pula ketika ia berbahasa Inggris, perfect.
Isi sambutannya dalam bahasa Indonesia berjudul "kesetiaan damai cinta suami istri keluarga tentara'. Ia bercerita sebagai berikut:
Sewaktu perang dunia kedua melanda Eropa, para tentara dikirim ke medan perang. Sebagaimana kita ketahui, perang dunia kedua itu mulai tahun 1939 dan berakir tahun 1945. Â Bermula sejak kaisar Jerman Adolf Hitler memperluas wilayah kekuasaannya ke Eropa Timur, yang akirnya melibatkan hampir semua negara di dunia.Â
Tujuan dasar Hitler adalah pembantaian manusia ras Yahudi demi mempertahan ras Arya di Jerman sebagai "uber alles" ( diatas semua) di Eropa. Bagi bliau, orang Yahudi ini adalah penghalang ambisinya. Tentara dikirim ke negara-negara untuk memburu orang Yahudi. Terjadilah perang antar negara.Â
Termasuk seorang ayah, tentara Jerman, yang baru punya 1(anak) putri, usia 2(tahun). Mereka katolik yang taat. Nama istrinya, maaf, kebetulan sama dengan nama mempelai putri di resepsi ini, Martina. Rumah mereka tidak jauh dari terminal kereta api. Deru mesin kereta api bukan hal baru setiap kereta tiba atau berangkat.
Seperti diketahui, janji pernikahan Kristen Katolik itu diyakini terjadi di hadapan Tuhan, pastor, umat. Janji (sumpah) nikah itu, "Aku mencintaimu dalam suka dan duka, dalam untung dan malang, sampai maut (kematian) memisahkan kita".
Sudah 6(lima) tahun perang berlangsung, dan pada akirnya berakir pada tahun 1945, anak putri keluarga itu sudah berumur 7(tujuh) tahun. Sebagaimana biasa, seorang anak banyak melontarkan pertanyaan kritis tentang kehidupan kepada ibunya. Salah satu pertanyaan itu adalah : dimana ayah, kemana, dan seterusnya. Jawaban ibunya adalah, "ayah sedang berada di medan perang, dia pasti kembali". "Kapan?", tanya anaknya. "Pada waktu yang tidak tentu nak. Kita menunggu saja di rumah. Pasti. Kita berdoa kepada Tuhan Yesus", jawab ibunya dengan penuh cinta. Anaknyapun ikut sikap ibunya itu.
"Bapak Ibu, Sdr/i sekalian. Cerita ini saya baca di buku undercover perang dunia pertama itu", sela sambutan Bpk Herman Tasi. "Sampai di bagian cerita itu saya berpikir bahwa jawaban ibunya adalah sebuah taktik cerdas.Â