Wacana "pelemahan" KPK yang diapungkan oleh anggota DPR di Komisi 3 menuai pro dan kontra di tengah masyarakat. Banyak analisa para pakar hukum, LSM antikorupsi, dan tokoh masyarakat yang "menyayangkan" keinginan DPR merevisi Undang-Undang KPK dengan opsi mempreteli wewenang khusus KPK seperti penyadapan harus seizin pengadilan tinggi, penghapusan hak penuntutan, dan adanya SP3 untuk kasus-kasus korupsi yang ditangani KPK.
Jurus pisau bermata dua ala anggota DPR tersebut sudah begitu tercium permainannya, alasan untuk memperkuat wewenang KPK adalah kedok semata. Intinya, ini adalah manuver politik anggota dewan yang katanya terhormat itu untuk melemahkan KPK begitu kentara jika wewenang penyadapan dan penuntutan dihapuskan. Karena hal ini membuat KPK bukan lagi badan superbody yang ditakuti oleh para koruptor (yang sebagian besar koruptor itu adalah anggota DPR).
Kuat kecurigaan usulan revisi UU KPK ini adalah pesanan para koruptor melalui anggota DPR khususnya komisi 3. Tentu rakyat tidak ingin "dikadali" dengan akal-akalan anggota DPR tersebut. Karena selama ini, rakyat sangat tahu bagaimana kinerja anggota DPR yang sangat-sangat "mengecewakan". Malahan mereka ini justru ingin melumpuhkan kinerja KPK dalam pemberantasan korupsi yang masih saja membintangi anggaran untuk pendirian gedung KPK yang lebih layak untuk mendukung kerja KPK. Belum lagi ulah-ulah oknum DPR yang tersandung kasus asusila, korupsi dan gaya hidup bermewah-mewahan sedangkan rakyat masih saja hidup dalam keterbatasan.
Tokoh-tokoh nasional yang memiliki kepedulian tinggi bagi pemberantasan korupsi di Indonesia secara langsung memberikan dukungannya kepada KPK, dan mengajak rakyat bangsa ini bahu-membahu untuk menghalangi upaya-upaya anggota DPR untuk menggembosi KPK. Dukungan itu datang dari Komaruddin, pakar hukum pidana JE Sahetapy, pakar hukum internasional Hikmahanto Juwana, budayawan Taufiq Ismail, tokoh Nahdatul Ulama Salahuddin Wahid, rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan, mantan Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) Natan Setiabudi dan tokoh pers Bambang Harimurti, yang langsung mendatangi gedung KPK memberikan dukungannya (01/10). Bahkan Mahfud MD dengan tegas mengatakan bahwa UU KPK sudah bagus dan efektif selama ini jadi tidak perlu ada perubahan atau revisi.
Anggota DPR sudah melempar bola panas dengan mengusulkan revisi UU KPK. Jika misi senyap ini berhasil dengan membatasi wewenang pokok KPK tersebut, maka ini adalah KEMENANGAN PARA KORUPTOR dan KEKALAHAN BAGI KEADILAN RAKYAT. Karena itu, kita sebagai rakyat Indonesia WAJIB mendukung KPK dalam membasmi korupsi. Inilah JIHAD MELAWAN KORUPSI (pinjam istilah Denny Indrayana).
Tidak hanya berjuang menggagalkan rencana DPR merevisi UU KPK, jika harus terus menyuarakan agar DPR segera menghapus TANDA BINTANG untuk pembangunan gedung KPK. Sudah seharusnya KPK diperkuat dengan landasaran hukum yang kuat serta fasilitas kerja yang memadai dan layak serta tenaga penyidik yang cukup. Keberhasilan kita menggagalkan keinginan DPR merevisi UU KPK adalah bentuk nyata dukungan rakyat bagi KPK serta BUMERANG paling MEMALUKAN bagi DPR, yang sangat tidak layak disebut sebagai lembaga terhormat pilihan rakyat tapi justru penghianat hati nurani dan keadilan rakyat.
BERSAMA KITA TUMPAS KORUPSI DARI BUMI INDONESIA. JIHAD MELAWAN KORUPSI!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H