"Osop Beperah - Beluh Betunung - Taring Berayi - Si ara ni i Pejamuri"
(yang hilang dicari -- yang telah pergi diikuti -- tinggal dijemput dan yang ada ini dijaga serta dikembangkan)
Semakin banyak yang mengkaji tentang Gayo, maka semakin banyak juga orang di dunia ini yang mengenal Gayo tersebut. Gayo itu dapat dikaji dari beragam sudut pandang disiplin ilmu pengetahuan. Tetapi yang sangat penting untuk dapat dijaga adalah aspek yang melemahkan dan yang dapat mengundang pecah belah, yakni harus dijaga jangan saling menjatuhkan satu sama lain dan saling melemahkan. Saling mengisi dan saling menguatkan satu sama lainya, inilah yang dibutuhkan guna dapat membangun kekuatan dan kesuksesan bersama. dengan direalisasikannya falsafah yang sudah diamanahkan kepada kita dan generasi seterus di atas, menggambarkan suatu perintah, bahawa gali Gayo itu dari berbagai disiplin ilmu dan agar kuat dan terjaga atau tidak hilang maka harus saling menjaga dan bahu membahu untuk membangun dan menggalinya, jangan saling menjatuhkan satu sama lainnya.
Dengan ini kami secara peribadi kami sangat bahagia ketika membaca artikel yang ditulis oleh Fikar W Eda dan di editori oleh Jalimin dalam media serambinews.com, tertanggal 08/06/2020 yang berjudul "Yusra Habib Abdul Gani rampungkan Naskah Legenda dan Falsafah Gayo". Ini sudah menandakan bahwa Gayo akan terus hidup. Kemudian saat ini sudah mulai terlihat pengkaji dan penulis-penulis lainnya yang sangat bersemangat menulis serta mengkaji tentang Gayo, ini juga sudah membuat secara peribadi kami merasa bahagia, semoga generasi-generasi muda seterusnya terus dapat mengkaji dan mengkaji dengan metode saling mendukung satu sama lainnya agar tetap kuat, terpelihara, dan sukses bersama-sama.
Selanjutnya, tuturan di atas bernilai Filosofi yang amat tinggi. Orang tua dahulu menyebutnya tuturan ini dengan "basa edet" atau 'bahasa adat'. Ternyata tuturan ini juga ada yang menyebut dengan term falsafah Gayo. Term ini ada di Gayo sejak orang Gayo itu ada dan ternyata term ini sejak dahulu sudah memiliki nama khusus, yakni disebut dengan tuturan "Peri Mestike" (PM). Tuturan tersebut diberi sebut dengan PM karena di dalam setiap bentuk tuturannya memiliki kandungan yang bernilai "euphemism"atau bernilai 'halus' dan bermakna harapan, nasihat, petunjuk, aturan, dan solusi permasalahan (Joni, 2017: 84) .
Generasi saat ini kebanyakan tidak memahami lagi makna dari tuturan PM dan ciri khas yang mana PM, tengkeh, berijo-ijo, ure-ure, melengkan, dll. Maksud dari tuturan PM yang tertulis di atas adalah memesankan kepada kita agar para generasi saat ini, kemudian tembusannya kepada generasi selanjutnya agar nilai-nilai dan norma adat yang telah hilang yang sudah hilang dicari kembali, nilai-nilai dan norma adat yang sudah pergi meninggalkan kita, artinya tidak lagi digunakan jemput dan realisasikan kembali, dan nilai-nilai dan norma adat yang ada sekarang ini dijaga serta dikembangkan. Tata laku, tata karma, tata laksana, dan tata tertib mengembangkan, menggali, serta melestarikan dengan musyawarah dan tertib, agar apa yang dikaji akan menjadi mulia serta dapat dihargai oleh generasi dan orang lain.
Sejarah sangat penting perannya bagi kehidupan masyarakat dan bagi keberlanjutan kehidupan manusia, karena sejarah adalah sebagai suatu ilmu yang berfungsi untuk mempelajari berbagai suatu peristiwa yang terjadi sejak adanya manusia.Sejarah mencatat baik dalam ingatan (lisan) atau pun pada konsef (tertulis) dari masa lalu sampai masa sekarang ini. Â Melalui pengetahuan sejarah dan metodologi sejarah generasi sekarang akan dapat lebih mengetahui dengan jelas tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lalu, khususnya berkaitan dengan kemanusiaan.
Peran sejarah secara garis besar adalah untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan 'bagaimana" dan 'kenapa atau mengapa'. Misalnya, kenapa generasi terdahulu sangat memuliakan dan menghormati orang lain? Tetapi, mengapa generasi saat ini mengalami digradasi moral?,dan konsef mental yang bernilai "westernisasi". Artinya; dahulu para orang tua kita sangat patuh dan menghormati serta memuliakan para orang tua mereka, kemudian, bagaimana hal ini bisa terjadi?. Jadi, peran sejarah adalah untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang demikian.
Pernyataan-pernyataan tersebut di atas dapat memberikan dorongan dan semangat kepada para generasi untuk menggali dalam proses mencari jawaban atas pertanyaan tersebut. Kemudian, dengan memahami sejarah, orang Gayo atau para generasi suku Gayo dapat mengetahui keberadaan suku bangsa Gayo masa lampau, terutama masalah kemanusiaan suku Gayo.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H