Mohon tunggu...
Yonny Septian
Yonny Septian Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Alumni Teknik Elektro ITB yang saat ini sedang menuntut ilmu tambahan di Korea Selatan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

4 Hal untuk Membandingkan Korea dan Indonesia (bagian 2)

23 Februari 2012   23:37 Diperbarui: 4 April 2017   16:20 9875
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saya mencoba melanjutkan hasil pengamatan saya selama berada di Korea. Jika sebelumnya saya membahas tentang transportasi, keuangan, pendidikan, dan bahasa, sekarang saya akan membahas hal lainnya.

5. Cuaca

Saya datang ke Korea pada September 2011, artinya saat itu Korea sedang mengalami musim gugur. Inilah musim gugur yang pertama kali saya alami. Di Indonesia memang sering kita lihat daun pohon jati meranggas, tapi itu bukan musim gugur sebenarnya. Musim gugur adalah musim ketika seluruh dedaunan berubah warna, baik itu menjadi merah ataupun kuning. Ini adalah musim yang mungkin paling indah dan romantis.

3 bulan berikutnya, musim mulai berganti. Saya akan mengalami musim dingin pertama saya. Harapan orang-orang daerah tropis ketika berada pada musim dingin tentu saja melihat sesuatu yang mustahil ditemui di Indonesia, selain puncak Jaya Wijaya, yaitu sesuatu yang berwarna putih dan lembut. Sesuatu ini adalah salju. Namun sayang seribu sayang, kota saya berada di daerah selatan Korea, artinya cukup kecil kemungkinan untuk mendapati salju menumpuk di halaman seperti di film-film. Namun apabila kita bergerak ke utara, kota-kota seperti Daejeon dan Seoul benar-benar tempat yang tepat untuk melihat tumpukan salju. Beruntung saya sempat melihat salju ketika berada di sana.

Masih ada 2 musim lagi, yaitu musim semi dan musim panas. Bayangan saya, musim semi adalah musim dimana daun-daun tumbuh dari pohon yang kering, dan segalanya menghijau. Sedangkan musim panas adalah musim kemarau di Indonesia. Musim panas inilah Busan menjadi surganya Korea dan orang-orang yang berlibur ke Korea. Kenapa? Karena Busan memiliki banyak pantai, dan di situlah inti musim panas.

Seperti yang kita tahu, Indonesia hanya memiliki 2 musim, kemarau dan penghujan. Kedua musim tersebut tidak memiliki perbedaan suhu yang signifikan. Dari sini dapat dikatakan bahwa daya adaptasi tubuh orang Indonesia kurang jika dibandingkan orang Korea. Hal ini terbukti dengan banyaknya mahasiswa atau pekerja Indonesia yang pertama kali mengalami musim dingin di Korea, saya contohnya, akan mengalami pecah-pecah di sebagian besar tubuh. Udara dingin itu menyakitkan, bisa membuat kulit kering, terluka, dan mengeluarkan darah. Itulah yang terjadi pada saya selama 1,5 bulan pertama musim dingin. Lama kelamaan tubuh baru bisa beradaptasi. Untuk musim panas, mungkin tidak akan terlalu sulit untuk beradaptasi karena kata teman-teman saya suhu udaranya maih tidak lebih panas dibandingkan Indonesia.

Satu hal lagi mengenai perbedaan musim antara Korea dan Indonesia adalah mengenai waktu Sholat, bagi muslim. Di Indonesia, sudah menjadi suatu patokan bahwa subuh pukul 4.30, dhuhur, pukul 12.00, asar pukul 15.00, magrib pukul 17.30, dan isya pukul 19.00. Misalnya ada perbedaan waktu, selisihnya tidak akan lebih dari 1 jam. Namun di Korea penentuan waktu solat adalah hal yang berbeda. Kita tidak bisa menggunakan patokan di atas untuk setiap waktu, karena setiap musim memiliki jadwal solat yang berbeda. Sebagai contoh, pada musim dingin, saya sholat subuh pukul 6.00, bukan karena saya kesiangan, tapi karena memang azan subuh pukul 6.00. Terkadang pada suatu musim sholat asar baru pukul 16.30 dan magrib pukul 19.30. Di sinilah sebagai seorang muslim kita harus lebih memperhatikan waktu sholat, tidak bisa menyamaratakan waktunya untuk semua musim.

6. Kebersihan

Korea lebih bersih dibandingkan Indonesia. Bukan bermaksud menggeneralisasi, tapi ini merupakan suatu kenyataan. Hampir di seluruh kota yang pernah saya datangi di sini lebih bersih dibandingkan kota-kota yang pernah saya datangi di Indonesia.

Seoul misalnya, jaug lebih bersih dibandingkan sister citynya, Jakarta. Sangat jarang saya temukan sampah bertebaran di jalan. Misalkan ada, itu adalah kumpulan sampah yang sudah terkumpul dalam sebuah plastik besar dan disandarkan di sebatang pohon. Contoh lainnya Busan. Kota ini juga jauh lebih bersih dibandingkan sister citynya, Surabaya. Pelabuhan Busan kelihatan sangat rapi dan tertata, berbeda dengan Tanjung Perak atau Tanjung Priok.

Di Korea pun saya punya pengalaman masuk pasar tradisional, padahal di Indonesia saya sangat jarang masuk ke pasar seperti itu. Alasan saya tidak mau ke pasar tradisional Indonesia adalah karena semrawut, bau dan becek, meskipun itu tidak hujan. Di sini, yang namanya pasar tentu saja bau, baik itu bau daging, ikan, maupun bau bumbu-bumbu Korea yang baunya memag ajaib. Akan tetapi, bau-bau tersebut tidak bercampur dengan bau sampah dan bau beceknya jalan di dalam pasar yang bisa menghilangkan nafsu makan. Jujur saya heran melihat orang-orang yang bisa tahan untuk makan di dalam pasar tradisional Indonesia yang baunya entah bagaimana menjelaskannya. Namun di lain sisi saya juga heran kenapa saya juga bisa makan di Gelap Nyawang, jalan di depan ITB yang penuh dengan kuda-kuda berikut kotorannya di sekitarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun