Mohon tunggu...
Yonny Septian
Yonny Septian Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Alumni Teknik Elektro ITB yang saat ini sedang menuntut ilmu tambahan di Korea Selatan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

4 Hal untuk Membandingkan Korea dan Indonesia (bagian 1)

22 Februari 2012   00:15 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:21 5964
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Harga-harga barang di sini memang relatif mahal bagi kita warga Indonesia, karena kita ke Korea menggunakan uang gaji atau pendapatan standar Indonesia. Bagi orang Korea, harga-harga tersebut bisa dikatakan biasa saja. Bahkan sekedar informasi, para TKI di Korea pun hampir semuanya memiliki smartphone dan laptop. Kenyataan ini sering saya dapati ketika saya menumpang nginap di mushola-mushola sekitar Korea.

Dari sini terlihat jelas bahwa standar gaji orang Korea memang tinggi, jauh jika dibandingkan dengan Indonesia. Contoh kecilnya, saya yang sedang magang di salah satu perusahaan Korea sebagai bagian dari IT team (insyaallah, karena belum dapat uangnya) mendapatkan 1,5 juta KRW dalam sebulan. Silakan dikurs ke IDR. Itu baru magang, bisa dibilang kasta terendah dalam perusahaan tersebut, karena tidak ada ikatan kerja dan sejujurnya kerjaan saya tidak terlalu susah. Memang sih itu bukan uang dari perusahaan, tapi dari beasiswa saya, tapi ya memang sebesar itulah rata-rata gaji pekerja di Korea. Teman saya, fresh graduate Inje University, diterima di PosTech dan saya tanya gajinya sekitar 2 juta KRW. Jadi tidak heran jika banyak orang Indonesia yang betah berada di Korea.

3. Pendidikan

Inilah satu dari dua alasan utama orang pergi dan menetap di Korea. Yang pertama tentu saja bekerja dan mengumpulkan uang sebanyak-banyak sebelum pulang ke Indonesia, itu pun kalau akhirnya pulang. Hehehe.

Sistem pendidikan di Korea bisa dibilang mirip dengan Indonesia, itu yang saya lihat dalam 5 bulan ini. Teman-teman lab saya sering stres dengan berbagai tugas yang diberikan kepada mereka, begitu pula jadwal ujian yang bertumpuk pada suatu minggu tertentu. Dalam kegiatan belajar mengajar, saya melihat dari sisi S2, hampir sama dengan beberapa mata kuliah S2 yang sempat saya ambil di ITB dulu. Dosen hanya masuk menerangkan sedikit, ujungnya ujian. Banyak pula presentasi-presentasi yang wajib dilakukan oleh mahasiswanya.

Lalu kenapa banyak orang melanjutkan sekolah di Korea? Banyak alasan untuk menjawab hal ini, namun menurut saya alasan utamanya adalah kesempatan. Banyak sekali kesempatan dan beasiswa terbuka lebar bagi siapapun yang ingin berkuliah di Korea. Info-info semacam itu bisa dilihat dimana-mana, terutama dari website universitas bersangkutan. Hal lainnya adalah mencari pengalaman. Ini tidak berlaku di Korea saja, tapi dimana pun itu. Dapat dipastikan pengalaman seorang yang berkuliah di luar negeri akan lebih banyak dibandingkan di Indonesia saja, minimal dalam hal berkomunikasi dengan orang asing. Alasan terakhir, mungkin karena Hallyu Wave. K-pop, K-drama, dan K-Reality Show sudah menjamur dengan hebatya di Indonesia. Siapa tidak kenal SNSD, Super Junior, Winter Sonata, dan Running Man? Saya yakin hampir semua mahasiswa tahu tentang hal tersebut.

Kembali ke pendidikan. Sistem boleh mirip, tapi etos kerja luar biasa berbeda. Jadwal seorang mahasiswa berada di laboratorium bisa dikatakan sepanjang hari ditambah waktu tambahan hingga malam. Dalam hal ini, saya memiliki kewajiban berada di lab dari pukul 9 pagi sampai 6 malam. Teman saya di kampus lain ada yang harus di lab dari jam 10 pagi sampai 10 malam. Simpel, hanya kewajiban berada di lab. Namun entah kenapa hal itu akan membuat seorang yang berada di lab tersebut bingung jika tidak melakukan apa-apa. Oleh karena itu, muncullah berbagai macam ide dan dilanjutkan dengan penulisan berbagai macam paper untuk diajukan di konferensi-konferensi .

Namun satu hal yang harus diketahui, di sini Profesor adalah raja, mungkin kasarnya bisa dikatakan kaisar, atau bahkan tuhan (ok, berlebihan). Hampir semua kata-katanya harus dituruti, keinginannya harus dipenuhi. Sering ada kejadian deadline paper hari Senin dan dia baru memberi tahu hal tersebut hari Jumat sore.  Akan tetapi, tidak semua profesor di Korea itu jahat. Masih banyak juga profesor yang baik. Sampai saat ini, alhamdulillah profesor saya masih baik-baik saja, semoga baik-baik terus sampai saya lulus.

4. Bahasa

Bisa saya bilang ini adalah satu-satunya bidang dimana Indonesia lebih unggul dibandingkan Korea. Seperti yang kita tahu, Korea tidak menggunakan roman alphabet melainkan huruf asli korea yang disebut Hangeul. Hangeul ini sendiri dibuat oleh seorang Raja bernama Sejong yang patungnya duduk dengan megahnya di depan Gyeongbokgung. Dalam hangeul, kita tidak dapat menemukan bunyi huruf 'F', 'V', 'Q', 'X', 'Z'. Selain itu mirip seperti China, ada juga huruf-huruf dengan lafal yang dianggap sama, seperti D/T, R/L, G/K. Dari sini sudah kelihatan bahwa bahasa Korea memiliki keterbatasan vokal. Hal lain yang unik adalah penyerapan bahasa asing. Jika Indonesia mengadaptasi penulisannya, Korea mengadaptasi lafalnya. Hal ini sedikit banyak membuat saya tergelitik ketika membaca tulisan-tulisan hangeul sepanjang jalan.

Contoh: Misyon Imposibeul, taeksi, imiji, sepen elepen, pija, dll. Silakan tebak apa maksud dari kata-kata tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun