Mohon tunggu...
Harjuni
Harjuni Mohon Tunggu... Nahkoda - Talk less do more

"Tan hana wighna tan sirna; tiada rintangan yang tak dapat dilalui."

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Sang Dewi Menyapa Sahaya

16 Mei 2017   15:59 Diperbarui: 20 Mei 2017   01:13 442
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

#Wanita

wanita adalah makhluk yang selalu ingin di istimewakan, namun diluar itu laki-laki juga makhluk yang selalu ingin memprioritaskan wanita, jadi lengkaplah sudah pertemuan dua makhluk ini, jadi seperti pertemuan dua kutub magnet yang berbeda.

pribadi yang rasional otomatis akan menjadi pribadi yang idealis, katanya mereka selalu menegakkan akal diatas emosinya, benarkah itu?? Kurang benar sebenarnya…mereka hanya terlalu hati-hati mencurahkan perasaannya, mereka justru mengistimewakan emosinya, menggunakan akalnya untuk melindungi emosinya….seorang rasionalis bersikap kritis dalam menciptakan idealisme atau standar-standar yang baik untuk menempatkan perasaannya… emosinya tidak mudah disentuh, atau kata lain tidak mudah jatuh cinta, namun jika bertemu dengan sosok idaman, yang telah memenuhi kriteria, akan terbuka dan tercurahlah benih-benih cinta yang selama ini terjaga…yahh ini hanya sedikit prolog dari kisahku malam itu.

 saya sedang asyik-asyiknya membaca buku karya penulis, pemikir dan pembaharu yang begitu ku kagumi, setiap paragraph tulisannya membawa ide yang mengobati otakku yang selalu lapar akan pengetahuan, sangat riangnya saya membaca…membaca karya pemikir-pemikir hebat memang selalu membuat tiap detik waktu kita begitu bermakna…tiba-tiba facebook messengerku kemasukan pesan, kubuka pesannya, “halo..Assalamualaikum kak”, biasanya kalau lagi membaca pesan seperti ini kuabaikan, karena hanya berisi basa-basi yang tidak produktif…namun dari nama dan fotonya sepertinya dia bukanlah seorang gadis biasa, tampak di namanya tersemat titel keningratan tanah bugis sana, tanah asalku, kulihat lagi fotonya: duh anggun dan manis, senyumnya di bingkai jilbab hitam, ia mengenakan kemeja lengan panjang  dengan warna dominan merah, kemudian dilapisi lagi dengan jas putih, dibagian dadanya terukir sulaman berwarna hijau, tak begitu jelas apa tulisannya, namun kupastikan itu namanya… langsung saja saya buka profilnya, biasalah kelakuan jomblo karatan: stalking-stalking hehe…

refleks saja saya berpikir: ada apa gerangan adinda yang anggun dengan pendidikan golongan atas dan mahal menyapa golongan proletar dan bohemian sepertiku?? Tidakkah ia jijik dengan segala yang ada padaku?? atau jangan-jangan si pemilik jemari lentik yang mengetik pesan ini, jemari yang begitu lembut yang hanya akrab dengan glove, suntik dan stetoskop ini, tidak tahu kalau gua adalah laki-laki yang bertahun-tahun kuliah hanya untuk menjadi buruh kasar, udah kasar di tengah laut pula?? aakhh tidak…tidak…ada apa dengan diriku ini, baru disapa begitu, pikiran sudah kemana-mana, hingga membenamkan diriku kedasar yang paling rendah…

di tangan kiriku masih memegang buku Cak Nur Si pemikir kondang yang pernah dimiliki negeri ini, dan ditangan satunya lagi memegang HaPe yang terpajang foto seorang anak gadis berdarah biru, dengan senyum anggun dan rendah hati menyelipkan kedua tangannya pada kantong-kantong jasnya, dari tatapan mata dan senyumnya itu seolah berkata, “halo…Assalamualaikum kak”…

dilema berkecamuk dikepalaku, antara Cak Nur dengan seorang dewi yang berasal dari sebuah galaksi yang begitu jauh (jarak sosial)… menyadari ia hanya akan membuang waktuku, maka kulanjutkan membaca, ini memang adalah keputusan sepihak yang berangkat dari kesadaran diri yaitu: “tahu diri”…. kupegang lagi kuat-kuat buku Cak Nur, dan ku cari-cari sampai di batas mana tadi aku membaca, kok tidak ketemu, padahal halamannya masih itu-itu aja…ku pandangi halaman itu secara menyeluruh, mencari kata terakhir yang kubaca, namun wajah dan senyum dewi itu yang berbayang-bayang di halaman kitab yang di hadapanku ini, 

Astagfirullahhh kelenjar testosterone itu benar-benar telah merusak konsentrasiku…kupejamkan mata dan tarik nafas dalam-dalam dan kuhembuskan sembari membuka mata, dan kucari kembali kata terakhir yang ku baca…ogh rupanya aku sudah lupa…dan kucoba pikirkan sejenak, namun terlintas bukanlah itu, tapi: “heyy…bodoh… bukankah wanita seperti itu kamu cari??” akkhh persetan dengan suara-suara itu, kuputuskan untuk membaca dari awal halaman, namun suara itu muncul lagi: “boyy…ini kesempatan boyy, jangan kamu sia-siakan, kesempatan kedua belum tentu ada..” aakkhh bodoh amattt, kuabaikan….

dan suara itu muncul lagi: “katanya lu idealis boyy…idealis kok tanggung-tanggung…” aarrghhh saya campakan buku Cak Nur, tiada gunanya saya lanjutkan, jika suara-suara itu tidak mau diam dan bayangan ayu itu juga selalu membayang di setiap lembarnya, ku raih HaPeku, kubuka, dan foto dewi ayu dari galaksi yang jauh itu langsung menyambut seolah menyapa, “halo…Assalamualaikum kak”, hehe aku tersenyum melihatnya tersenyum, dengan malu-malu kucari pesannya dan kuketik dengan anggun, “walaikumsalam dek, ada yang bisa kakak bantu??” akkhh kok seperti customer service yahh, ku edit lagi menjadi “walaikumsalam dinda, ada apa nih??” 

(TAMAT)


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun