Mohon tunggu...
Harjuni
Harjuni Mohon Tunggu... Nahkoda - Talk less do more

"Tan hana wighna tan sirna; tiada rintangan yang tak dapat dilalui."

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tentang Zakir Naik

13 April 2017   16:56 Diperbarui: 14 April 2017   02:00 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

beberapa hari ini saya melihat fenomena yang membuat tergelitik, ramainya orang-orang di beranda facebookku memuja-muja si zakir naik, seolah-olah dialah orang yang sangat waww sebagai representasi Islam itu…awalnya saya malas mengetik tentang ini, tapi kupaksakan biar orang-orang itu agak berimbang menilai dari sudut pandang lain…
 lain padang lain makassar, lain orang lain pula cara pandangnya…bagi orang-orang fundamentalis konservatif tentulah Zakir naik adalah seperti pahlawan yang dielu-elukan… tapi bagi saya malah zakir naik seperti badut yang berjoget-joget diatas panggung dan menyajikan lelucon yang sangat tidak lucu, bahasa halusnya “mempermalukan dan membawa Islam pada kemunduran”...(dalam 5 menit melakukan 25 kesalahan sains)

 apa yang di sampaikan Zakir naik sebenarnya tidak ada yang baru, semua itu sudah bosan kita dengarkan dari ustad-ustad ortodoks di negeri ini, hanya saja dia membawakannya dalam bahasa inggris jadi kedengaran keramat (intelek/macam betull aja)…
 hukum-hukum fiqih yang itu-itu juga, yang kalau begini maka begitu, kalau begitu harus begini, tiada yang baru, sudah sangat banyak ustad-ustad hukum dinegeri ini, hingga sampai-sampai kitab suci itu mereka sudah buat mirip-mirip kitab undang-undang hukum pidana (KUHP), makanya saya heran kalau masih ada orang-orang pada terpesona melihat si Zakir naik…

 mungkin sudah pernah saya singgung, selama ustad, ulama atau apalah namanya itu berbicara tentang pemurnian Islam (purifikasi) maka saya pasti mengantuk melihatnya, mengatakan orang yang beragama lain sebagai “kafir” tentu sangatlah tidak berkemanusiaan, mengembalikan ajaran Islam persis seperti pada abad ke-7 tentulah suatu yang absurd, tidak bisa kita menggunakan kaca mata di abad ke-7 untuk melihat permasalahan di abad 21 ini, memaksakannya akan membuat Islam menuju pada kemunduran…

 sekarang zaman sudah berubah jauh, kemanusiaan dan keadilan sudah tinggi, permasalahan makin kompleks, tidak mungkin semua permasalahan di bahas dalam sebuah kitab, kita di beri akal untuk menyelesaikan urusan dunia kita sendiri, maka layaknya sebuah ilmu, maka ilmu agama itu juga harus terus di kembangkan…

 Nabi melalui kitabnya, meletakkan nilai-nilai universal seperti kemanusiaan dan keadilan namun beliau juga terbatas oleh kondisi social-budaya saat itu dan usia, beliau hingga ajalnya memperjuangkan nilai-nilai universal itu sedapatnya atau semampunya dia hingga ia wafat… tentu itu belum selesai dan tugas kitalah untuk meneruskan ajarannya…jika ada ajaran agama yang kedengaran bertentangan dengan kemanusiaan dan kemaslahatan, maka kemanusiaan dan kemaslahatanlah yang harus di kedepankan, karena sudah prinsipnya agama ada untuk kemanusiaan, maka sudah pastilah kita ummatnya lahh yang salah tafsir…memaksakan ajaran agama yang bertentangan dengan zaman, tentu akan membuat kita sebagai bahan tertawaan atau membuat Tuhan kita sebagai olok-olok dunia…

 sepeninggal Nabi, bukan berarti ajaran telah sempurna dan berhenti sampai disitu, itu adalah doktrin yang keliru, Alquran bukanlah relief, patung atau benda yang mati sepeninggal Nabi, Alquran itu terus hidup dan ajarannya harus terus hidup dan berkembang dan selalu relevan di zaman manapun…
 misalnya: bukan zamannya lagi mendukung poligami, bukannya samannya lagi menggantung kepala orang di tengah keramaian (hukum pancung), bukan zamannya lagi menganggap perempuan lebih rendah, memotong tangan pencuri, perbudakan, kekhalifaan, ngetok-ngetok pintu orang ngajak ke masjid, halahh dan masih banyak lagilahh…

 kita harus memahami Alquran dengan bijak, tidak menafsirnya secara harfiah, memahami sesuai konteksnya, mengidentifikasi mana ayat yang muthawattir, mana yang berbicara sejarah, mana yang berbicara hukum, mana yang bermuatan budaya, biar jangan ayat sejarah di jadikan hukum, dan budaya arab dimasuk-masukin dalam agama…huuffttt hudalahh, udah ngomong kemana-mana gua nih, semua itu karena ulah si Zakir naik yang memahami kitab sucinya saja belum becus, menafsirnya secara serampangan (harfiah), kemudia pergi ubek-ubek agama orang, kitab suci orang, dan Negara orang…saya tidak mampu membayangkan apa yang akan terjadi kalau semua umat agama lain yang selama ini sudah damai, pada berbondong-bondong beli Alquran kemudian membacanya dengan sembarangan dan menafsirnya secara serampangan, kemudian teriak-teriak di youtube dan dibuat meme…aduhhh kan repottt

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun