Langkah terakhir bagi PK dalam rangka melakukan assessment adalah membuat laporan tertulis atau lisan dari Assessment Risiko dan Assessment Kebutuhan (criminogenic).Â
Sebenarnya laporan ini bisa menjadi acuan bagi instansi lain yang ikut terlibat menangani klien misalnya Hakim dalam rangka memeriksa dan memutus perkaranya, JPU dalam rangka melakukan penuntutan di muka pengadilan dan Hakim Wasmat dalam rangka melakukan pengawasan dan pengamat terhadap WBP yang telah divonisnya serta yang paling utama laporan hasil assessment menjadi dasar untuk menetapkan rekomendasi Litmas.Â
Laporan akan menggambarkan kelompok risiko dari penilaian, perubahan kelompok risiko dan faktor kebutuhan (criminogenic) WBP/klien, semua informasi yang terkait dengan karakteristik tindak pidana juga harus dilaporkan.
 Inti dari laporan assessment RRI adalah merekomendasikan kepada pihak Lapas dan Rutan mengenai pengkategorian tingkat resiko mengulangi tindak pidana bagi WBP yang diintegrasikan ke dalam masyarakat menjadi kategori rendah, sedang dan tinggi.Â
Rekomendasi kategori RRI sebenarnya sangat berguna jika benar-benar diterapkan, misalnya WBP kategori RRI "tinggi" tidak direkomendasikan untuk mengikuti program integrasi ke dalam masyarakat baik dalam bentuk Asimilasi, Pembebasan Bersyarat (PB), Cuti Bersyarat (CB) atau Cuti Menjelang Bebas (CMB). Jika rekomendasi asesmen RRI diabaikan, maka besar kemungkinan akan terjadi pengulangan tindak pidana.
 Adapun inti dari asesmen kebutuhan adalah mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang dibutuhkan oleh WBP selama ia menjalani masa integrasi baik dalam bentuk Asimilasi, Pembebasan Bersyarat (PB), Cuti Bersyarat (CB) atau Cuti Menjelang Bebas (CMB).Â
Kebutuhan tersebut antara lain kebutuhan akan pendidikan, keuangan, lingkungan sosial, pekerjaan dan lain-lain. Jika faktor-faktor kebutuhan ini tidak dapat terpenuhi selama masa integrasi baik dalam bentuk Asimilasi, Pembebasan Bersyarat (PB), Cuti Bersyarat (CB) atau Cuti Menjelang Bebas (CMB) maka besar juga kemungkinannya untuk mengulangi tindak pidana.
 Sedangkan inti laporan assessment 5 dimensi adalah merekomendasikan pembinaan kepada Lapas/Rutan terhadap WBP kedalam Lapas Super Maksimum Security, Lapas Maksimum Security, Lapas Medium Security atau Lapas Minimum Security sehingga pembina yang ada di Lapas/Rutan dapat memberi perlakuan yang sesuai dengan kategori WBP berdasarkan hasil assessment.
 Dapat disimpulkan bahwa asesment yang tepat terhadap WBP baik itu assessment Resiko Residivis Indonesia (RRI), Asesment Kebutuhan (Criminogenic) maupun Assessment 5 Dimensi akan mengurangi resiko pengulangan tindak pidana oleh Warga Binaan Pemasyarakatan selama menjalani masa integrasi baik dalam bentuk Asimilasi, Pembebasan Bersyarat (PB), Cuti Bersyarat (CB) atau Cuti Menjelang Bebas (CMB).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H