Mohon tunggu...
Jon Hardi
Jon Hardi Mohon Tunggu... Pengacara - ADVOKAT

Alumnus Fak. Hukum Univ. Andalas Padang lulus 1990.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Inspirasi dari Marissa Haque

5 Oktober 2024   16:57 Diperbarui: 5 Oktober 2024   16:57 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

INSPIRASI DARI MARISSA HAQUE

Oleh : Jon Hardi

Awal mula, ketika mendengar kabar wafatnya Marissa Grace Haque ("Marissa") pada Rabu pagi, Penulis menganggap "biasa-biasa saja", kalau tidak bisa dibilang "sepi". Malah di salah satu grup Whatsapp yang Penulis ikuti, ada yang menanggapinya dengan seloroh. Ya, waktu itu bagi Penulis, maaf, berita kematian adalah hal yang lumrah. Tidak obahnya berita kematian tokoh, artis, atau olahragawan lainnya. Faktor pertama, bukankah Allah sudah menjamin bahwa setiap makhluk yang bernyawa pasti akan mati?  Faktor kedua, Penulis tidak kenal dekat, tidak pernah bertemu, berteman ataupun bertetangga dengan mereka. Faktor kedua, kita tidak boleh mengidolakan atau mencintai orang melebihi cinta kita kepada Allah dan Rasulullah SAW.

Terus terang, dulu, walaupun sedang ngetop-ngetopnya, Marissa bukanlah idola Penulis. Mungkin karena waktu dia ngetop, selera Penulis bukanlah jenis-jenis film yang sejenis dengan yang dibintanginya. Pertama, bagi Penulis film Indonesia bukan pilihan pertama jika ingin nonton, karena imej film Indonesia baru sekedar "cerita bergambar".  Penulis masih lebih gandrung dengan film action Mandarin (dibintangi Jacky Chan, Jet Li), atau film Hollywood (dibintangi Stallone, Arnold Scharzeneger, Clint Eastmood, Bruce Willis, Chuck Norris, Van Damme). Kalau toh ada film Indonesia yang Penulis sukai, ya, paling banter film yang dibintangi Warkop DKI atau Benjamin S.

Namun setelah mengikuti cerita-cerita orang yang mengenalnya, plus memutar kanal media social tentang Marissa, Penulis tersentak. Ada rasa haru, kagum, sekaligus respek. Ternyata Marissa yang sekarang bukanlah tokoh kaleng-kaleng. Dia jauh melebihi apa yang Penulis bayangkan. Penulis merasa Marissa pantas menjadi inspirasi.

Memilih Jalan Sepi

Berita atau postingan tentang Marissa selama ini, sama halnya dengan tagline Isuzu Panther: "nyaris tak terdengar". Meskipun terbilang artis yang sukses (membintangi 27 film, dan memenangkan Piala Citra), akhir-akhir ini berita tentang Marissa tenggelam oleh berita-berita kacangan tentang artis lain, yang tak jauh dari kemelut rumah tangga, hate speech, pamer harta, pamer anak atau cuitan-cuitan yang tidak berkelas, meskipun diakui postingan semacam itulah yang digemari publik. Marissa lebih memilih interview atau talkshow bernuansa ilmiah, kekeluargaan atau agama yang kurang peminat.

Marissa juga bisa dibilang sukses dalam karir politik,  karena pernah menjadi anggota DPR dan pengurus partai politik, namun pemberitaan tentang Marissa juga tenggelam oleh politisi lain yang berkutat dengan kasus korupsi, perselingkuhan, blusukan cari muka, bergaya badut penjilat, adu taktik busuk, atau wawancara dan postingan yang jauh dari perilaku keteladanan sebagai negawaran. Marissa terluput di balik artis-artis yang belok arah jadi politisi, seperti Deasy Ratnasari, Angelina Sondakh, Eko Patrio, Kris Dayanti, Venna Melinda, dan Komeng. Marissa lebih memilih menjadi tokoh di belakang layer menyiapkan kader-kader muda partai untuk menjadi politisi yang idealis.

Marisa harus diakui sukses dalam bidang akademis, dengan gelar akademis seabrek (kalau menulis nama dan gelar lengkapnya, seperti istilah orang Minang, "sepanjang tali beruk", yaitu Ass. Prof. Dr. Marissa Grace Haque,S.H., M.H.,M.Hum.,M.Si. Namun, lagi-lagi Marissa berada di kesunyian. Namanya tenggelam oleh akademisi yang wara wiri di media massa dan media social lantaran sibuk mengkritisi pemerintah (seperti Rocky Gerung, Refly Harun, Alm. Faisal Basri, dan Alm. Rizal Ramli) atau akademisi pembela pemerintah (Ade Armando), maupun akademisi sebagai pengamat (Effendi Ghozali, Margarito Kamis, Adi Prayitno). Padahal akademisi lain tersebut, jumlah gelarnya "belum apa-apa" dibandingkan gelar Marissa. Marissa lebih memilih forum-forum diskusi, kuliah umum, dan membimbing mahasiswa, yang tentunya kurang benilai sensasi.

Marissa termasuk segelintir kecil artis yang masuk kategori "artis yang punya otak", yaitu artis yang juga bergelut di bidang akademis, namun ekspose tentang Marissa tidaklah seramai Deasy Ratnasari, atau Maudi Ayunda. Padahal, lagi-lagi, kualitas Deasy dan Maudi juga tidak sementereng Marissa.

Sisi yang paling menarik adalah Marissa sukses dalam keluarga. Seabrek kemasyhuran yang dimiliki tidak membuat Marissa lupa menginjak bumi. Dia tetap menomorsatukan keluarga. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun