Mohon tunggu...
Gedaton Jongos
Gedaton Jongos Mohon Tunggu... Hoteliers - GJ adalah Illustrasion fewer untuk keondisional Prevew sementara dan selamanya

Aquarius

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

"Sparing Text" Filsafat untuk Nose

26 November 2017   10:49 Diperbarui: 1 Januari 2022   17:22 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Didik Wangsitolodjo  SAg, Penulis 

Oleh : mas Didik Djebeng Wangsitaladja  S Ag

Bagiku yang sudah menempuh  sarjana aqidah dan filsafat di sebuah perguruan tinggi Islam terkenal di Indonesia di Yogyakarta , membidani Theologi , membedah tuhan tiap hari adalah bacaan dan lalapan kami tiap hari sepanjang tahu, ada yang sampi delapan bahkan 12 tahun , denga utuh penuh 24 semester waktu itru ,  saqma sekali ngak ada pemabatasan waktu utnukj  memehami tuhan melalui medan akademis yang memang di institusikan di resmikan  forumnya oleh Negara , nbamun ahanya medan akademik dan  domain akademnis saja yang boleh ucik ucik di medan tuhan , dan ketuhanan. 

Saya ngak heran sama sekali dengan pernyataan rina nose di kompasiana , di media ataupun komentar siapa saja , yoh sampai sekarangpun boleh boleh saja dalam medan akademis orang meniadakan tuhan apalagi Cuma  meragukan tuhan  sedah es the bagi kami yang mahasiswa Filsafat , artinya menu hariannya memang Theologi, mulai  karl jaspers , Bertrand Russel , Marx,heddeger,Sartre , nietche  ,sampan Thomas Hobes , semua  membahas tentang ketuhanan. 

Malah ngeri lagi Sartre dalam alzo spach zaratrustranya , serta there is no god-nya Bertrand russel , ngak usah kaget , kalau masih kaget belajar saja filsafat seperti saya yang belajar filsafat  di sana, ini pagi saya mebaca artikel saudara di kompasiana untuk menambah wawasan saja, membandingkan kebekuan pemahaman ketuhanan membendung kristalisasi ketuhanan yang salah kaprah ;Dari sudut budaya pop, ateisme tak terlalu disentuh lebih dalam. Ketika hari-hari terakhir ini seorang Rina Nose disebut-sebut ateis, diskusi soal cara hidup tanpa Tuhan menjadi viral.

Tidak mudah menjelaskan konsep Ateisme secara ngepop apalagi doktrin, maka bila tulisan ini dianggap memiliki segi-segi yang "kurang ajar", sebatas untuk membuktikan bahwa itu memang tidak mudah.

Ateisme sebagaimana kita sudah paham adalah konsep yang bertendensi kepada penolakan Tuhan. Diksi pemutusan hubungan dengan Tuhan sudah ada sejak abad kelima sebelum masehi. Sebagai tuduhan sepihak para Pagan kepada kolektivitas monoteisme yang meninggalkan dewa-dewa batu. Monoteisme yang dibawa Nabi Ibrahim dianggap ateis, karena menyembah Tuhan yang tak kelihatan dan berasal dari ketinggian.

Pada abad 18, Ateisme mulai dideklarasikan secara eksplisit di benua Eropa untuk tidak memilih tuhan mana pun. Ateis adalah suatu kepercayaan untuk tidak percaya. Sebelum itu terjadi pergumulan. Terdapat berbagai ambiguitas dan kontroversi yang terlibat dalam pendefinisian ateisme. Terletak pada sulitnya mencapai konsensus dalam mendefinisikan kata-kata seperti dewa dan tuhan sebelum Ateis yang sebenarnya memunculkan diri.

Penganut Ateis bisa saja berasal dari dua golongan, pertama adalah mereka yang memang malas bertuhan dan terlalu hedonistik, kedua adalah para cendikia yang tersesat dalam lautan ilmu. Yang terakhir ini adalah orang-orang yang mencoba mengonversi ilmu pengetahuan dengan kegagalan mencari Tuhan. Lebih jauh mereka menggunakan filsafat Agnostik yang mengombinasikan antara teologi, metafisika dan eksistensi Tuhan namun patah di ujung jalan karena tidak memiliki informasi dasar yang dapat diverifikasi secara rasional.

Proses bunuh diri kadang erat kaitannya dengan metode pembuktian para ateis. Dalam Capita Selekta,Muhammad Natsir, dikisahkan tentang seorang ilmuwan Belanda bernama Prof. Paul Ehrenfest yang ingin menembus alam baka untuk membuktikan Tuhan. Sebab seluruh rahasia ilmu telah ia tuntaskan, namun jiwanya tak menemukan Tuhan di sana. Ia bunuh diri setelah membunuh anak tunggalnya.

Adakah korelasi jamaknya kasus bunuh diri di Jepang yang 65 persen penduduknya mengaku tak beragama? Bisa ia dan tidak. Tersebab, Fisikawan Ehrenfest ingin melompat ke alam baka sebagai bagian dari eksprimen, tapi di Jepang lebih banyak ke soal solusi dan kausalitas dari rasa putus asa, budaya malu dan habisnya harapan hidup. Ateis berada di puncak kesombongan: Tuhan tidak ada dan tidak ada solusi religi atau doa-doa.

Ateis memang tak perlu dibela. Tapi jika kita ingin mengambil posisi untuk menyelami cara pikir mereka, akan banyak ditemukan narasi yang menggelitik. Paling tidak sebagai otokritik dari sebagian kita yang menyandu agama, tapi tak memberi kebaikan pada semesta kecuali perebutan egosentris menuju surga dengan membuat kerusakan. Juga otokritik kepada kita yang mengaku bertuhan, tapi melepaskan-Nya begitu saja bahkan melumuri hidup dengan dosa.

Kalau hidupmu sudah sebaik ini tanpa agama, lalu kenapa kamu ingin mencari Tuhan dan ingin memiliki agama? -inilah quoteRina Nose yang menjadikan ia "ateis" seketika, dan berpotensi membuka ruang wacana ateisme ke ruang publik sebagai alternatif atau solusi, meski jika dikutip secara utuh mulai paragraf awal, maka nilainya akan berbeda.

Sebenarnya Nose sedang melakukan permenungan filsafat, tentang agama yang gagal menjalankan fungsinya untuk membuat seseorang menjadi baik. Ia sekaligus melangsungkan otokritik, ia gelisah melihat fakta sisi gelap orang beragama dan ketika menyaksikan banyak orang mengaburkan agama dari esensi. Premis atau mungkin sintesa dari filsafat Nose adalah bahwa agama pasti membawa kebaikan bagi penganutnya.

Paham ateis menyimpang telak pada bantahan terhadap prima causaatau sebab tunggal terciptanya alam semesta yakni Tuhan. Selebihnya adalah argumen-argumen menggelitik yang - tanpa sengaja - justru membesarkan Tuhan dan menambah derajat keimanan para teis atau orang (yang bijak) beragama.

Beberapa argumen ateis seperti ini akan berjilid jilin  berserakan dan berjibun , namun membahas soal ini akan lebih baik daripada kita bikin gadung dengan  berpolitik yang  puritan maupun Fundamentalist, lalu Vandals, jika ada 1000 agama di dunia maka hanya satu agama yang benar sebagai penghuni surga dan 999 agama akan menjadi penghuni neraka. 

Ketika pertama sekali agama muncul dari entitas terkecil berkisar 10 atau 20 orang, dan pada saat bersamaan kiamat tiba, maka bayangkan miliaran penduduk bumi yang mati serentak, lalu Tuhan hanya mengangkat puluhan orang ke surga dan sisanya dilempar ke neraka.dari keterangan Buku Urantia malah dibuka lebar lebar pembahasan demikian , ngak akan tidur dalam semlam paling tidak kita.

Jika diteruskan hingga ribuan tahun ke depan, dapat dijelaskan sendiri perbandingan jumlah penghuni surga dan neraka. Lalu ketika agama-agama tidak menjangkau bangsa-bangsa primitif di belantara hutan dan benua kutub, maka pastilah mereka diciptakan hanya untuk dipanggang di neraka, demikian sia-sianya. Ateis selalu mempertanyakan keadilan Tuhan untuk mengatakan Tuhan tidak ada. Paradoks, dunia tidak selalu adil, sampai Tuhan mengadilinya di hari pembalasan.ini pun termaktub dalam urantia , jangan heran lagi .ada bukunya bung.

Ateis beragumen, di antara miliaran galaksi berjarak ratusan ribu tahun cahaya, kenapa Tuhan hanya peduli dan memuliakan sekelompok kecil manusia bumi (pemilik agama terbenar), yang super super super kecil dan sedikit dari seluruh jagat raya.Sains selalu dapat dibuktikan, tapi agama tidak?( karena pembuktiannya sulit dan metodenya sangat banyak , mulai dari heurmenetiuka , heuristika, par lour,verstechyen, fenomenologi agama, sosiologi agama ,Theologi, filsafat Agama dan pembedahan agama oleh doctor doctor Handal yang di perguruan tinggi kita  banyak pakarnya , coba saja anda masuk S2 di konsentrasi kutub tahqiq  di IAIN sunan kalijaga , ambil jurusan Aqidah dan filsafat ketemu sana sama professor DR. Musa  Asy'ary,  Burhanuddin Daya , Simuh,khumadi syarif romas , abdul bashir soulissa,Prof. Masturi.tauy ketemu yang muda muda DR alim Nuswantoro, DR Iskandar Zulkarnain di  Universitas kami , jangan ditanyakan tukang doboosen yang nggak tahu metode filsafat , ilmu filsafat , malah membuat komentar yang mentah dan ngawur , mari kita hidupkan tradisi ak

Ademis yang kritis, kredibel dan  bidangnya, Sebentar sebentar kalau ada yang membahas tuhan lantas lantas  dikatain ateis,jangan keburu menjustifikasi pemikiran orang terutama  orang yang baru saja membuka pintu lalu masuk pintu Filsafat seperti mbak Rina , biarin dia berproses  biar dia di garap oleh professor professor  saya di UIN  sunan kalijaga Yogyakarta , atau di STF driyarkara, di Filsafat UI  atau di Filsafat UGM , cari buku buku nya mulai Filsafat  sumargono sampai katsoff  ingat saya waktu itu bukuku disikat temanku , entah dionggokkan kemana , monggo dibaca sampi kelas , pesoalan persoalan Filsafatnya Thintus  dan alam filsafat kattsoff kalau ngak salah waktu itu ,agar sebelum neghajar oaring lain dengan pernyataan kita belajar membuat kalimat dulu ,tahu duduk persoalan logika dari  tesis, antithesis, sintesi , premis mayor , minor dan konklusinya , ilmu pengetahuan apaa tuuh yang katanya sanggup menghidupkan orang mati seperti pengetahuan Isa  dan pelan-pelan mengambil alih pekerjaan Tuhan lainnya itupun perlu epoche dan Vrstechyen dalam pemahaman  , apa kalimat Nose  maksud dibalik pernyataan nose yang menggemparkan penonton TV , karena dia house bukan  gemnbala kambing dan pedagang sayur seperti saya yang berpredikat Sarjana Filsafat ? Dan seterus, dan seterusnya. Ah, sudahlah, semakin diteruskan tulisan ini akan semakin "kurang ajar".eh teman jangan keburu menjustifikasi  Nose kurang ajar ?  hanya  belum membaca semua buku buku filsafatnya , atau barangkali baru smester awal dalam filsafat , atau akan  menjadi  sarjana filsafat seperti Rieke dia pitaloka yang terlanjur begitu ? kata yang menulis itu  hehe " Yang jelas kita harus memegang kuat-kuat konsep keimanan kita bahwa Tuhan Maha Esa, Maha Besar dan Maha Bijaksana. 

Tuhan permilik seluruh sekalian alam,keyakinan bagi mereka   yang senantiasa bertuhan pada-Nya. Tidak perlu diurus dan meMaafkan Nose, ya toh nose punya  kualitas akademisnya sendiri , sebab ada nose nose lainnya yang masih dangkal pemahaman theologinya , penmulispuwalaupun kondom domain dan ahli dalam urusan sperti ini dan makanan sehari hari  yang tanpa sengaja membuka wacana ketuhanan ini yang mengajak khalayak ramai jangan keburu buru mengkebiri pemikiran orang lain , apalgi menjustifikasi pemikiran Nose yang  secara cerdas berani membuka pintgu filsafat , dimana sudah banyak dikerubuti  polemik , akrobat pemikiran tipe beginian sangat bisasa dalam pemikIran kami yang sarjana sarjana filsafat  dan sudah nganggur sejak lulus tahun 1996 samapi 2017 ini   terus cari kerjaan nggak dapet-dapet , karena menggenggap bara konsep ketuhanan serta dianggap  seperti rina noise itu , hanya karena kita bukan bintang filem saja nggak ada yang perduli kita bicara apa , dikirain ngawur ? maaf ya ada Ilmunya  mulai dari epistemology , ontology, Theologi, aksiologi dan perangkat filsafat  lainnya yang kalau dipelajari seumur hiduppun nggak akan lulus , atau orang media yang perlu juga belajar Theologi agat tepat dalam mengulas theology ,adapun pemikiran teologis esoteris yang tak tersentuh oleh media lalu di kecam, dikubur hidup hidup , dibakar buku bukunya  dan pembacanya dianggap atheis dan  maaf PKI , hancur deh pemikiran kita kalau dah begitu  , kasihan yang belum punya pemahaman filOsofis  lalu  membaca wacana bebas Nose  beginian ? jangan sak suci lalu  menjustifikasi Nose , karena dibelakang nose banyak nose  nose lainnya yang di intoleransi oleh pemangku adat tradisi Theologi terkungkung itu ?  tolong yang sabar para hadirin pembaca yang bijaksana dan budiman , jangan keburu menghakini nose yang make nosie,bagi loe  bukan bagi kami yang lulusan filsaafat . 

Jauh hari ada di dalamnya pemahaman yang luas , jauh dalam dan mengakar, namun selama ini kita orang enggan menulis karena takurt di hadapka ke depan laras panjang para para pemegang kekuasaan yang secara hegemonis di dekati orang orang yang suci sok suci dan merasa paling dekat dengan Tuhannya  dan mereka repot mengungkung diri menghindar hegemoni kelas lainnya dalam bertuhan Demagog demagok_parafrase_Thao Thao yang  seolah olah mereka sendiri yang bertuhan dan menguasai hukum tuhan dan boleh memakai tangan tuhan dan melakukan  persekusi atas nama Tuhan , if The Oxen can Paid their God They Paid the oxen Too  kata seorang filosof ( mari kita berfikir , berfilsafat dan berkarya).(Prtof. Djebeng wangsitalaja Sag.lulusan IAIN suka 1996)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun