Mohon tunggu...
Gedaton Jongos
Gedaton Jongos Mohon Tunggu... Hoteliers - GJ adalah Illustrasion fewer untuk keondisional Prevew sementara dan selamanya

Aquarius

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hartini Arum taylor : Tanpa POLRI , Kemana lagi Kami harus melapor ?

26 November 2017   09:37 Diperbarui: 30 Desember 2021   13:55 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi pemanis  isi Artikel Polri 


BrantasNes.ID_ Opini _ Pati , Dalam pengelolaan sumber daya manusia Polri juga telah perlu diatur organisasinya dari mulai tingkat pusat hingga ke tingkat daerah. Demikian pula halnya dengan Pengelolaan karir anggota yang selama ini belum tertata dan ter-manage dengan baik, bahkan masih ditemukan masih ada anggapan bahwa dalam pembinaan karir belum sepenuhnya mencerminkan kompetensi anggota Polri dan kompetensi pada jabatan yang diemban.

Bisnis yang berkaitan  dengan Birokrasi, ibarat masuk lingkaran setan, dimana ada rumor yang tidak bias dipertanggungjabkan terkit titipan mulai dari perencanaan , pencalonan , penerimaan di tubuh polri  mulai ceklist  admisnistrasi pendaftaran ,  seleksi , sampai pantokhir , semua  beraroma  suap , pungli dan duit setoran dan attensi , bukan asing lagi bila selanjutnya  birokrasi di polri menjadi sorotan publik. 

Bagaimana dengan polri saat ini dibandingkan dengan  30 Tahun lalu, ternyata dalam peredaran bisnis, transaksional  dan berbisnis apapun selali  melibatkan birokrasi kepolisian dan pemerintahan mulai di Daerah sampi pusat , maka kita ibarat masuk ke dalam lingkaran setan, kalau nggak bener malahan kita sendiri jadi setan. Satu-satunya jalan untuk keluar dari lingkaran maut ini, adalah berhenti berbisnis kotor dengan tangan kotor dan cara kotor. 

Karena pada zaman itu, di tahun 80an, bahkan sampai dengan sekarang dikenal  slogan : "Yang Jujur, akan Terbujur". Tapi itu hanya kata tersisa  toh arti dan Maksudnya kalau mau berbisnis, mau tidak  mau mesti , niscaya kita harus mengikuti aturan main yang diterapkan oleh birokrasi termasuk izin  di kepolisian , bahkan samapi izin hajatan lesehan semua izin polisi , maka jangan harap bisnis kita akan mampu bertahan kalu tidak didukung back up kepolisian. Karena tanpa adanya tanda tangan pejabat, barang tidak dapat dikirim, dan penyelenggaraan hajatan kita akan menuai masalah . 

Dari mulai buka pintu kantor saja dah ada uang semir , uang rokok , uang makan , uang bensin , uang pelican , uang pengkondisian  dan attensi  , lhah bagaimana nasibe riko ? kalau sudah semua begini di] semua lini, maka permainan kotor tersebut sudah harus dilakoni, ya memang harus , kalau tidak aada pengkondisian bagaimana kasus ditanggapi dan diteliti , diselidiki di sisik , diusut , bias bias tersangkanya hengkang melenggang kangkung , sant aja yang melaporkan orang miskin , kere , pasti aparat wegah mengusut , pikir mereka seperti itu.terutama laporan masyarakat dalam aduan yang kecil --kecil , kalau nggak percya silakan ke Saya di Lembaga swadaya Masyarakat PUKAT yang berkantor di Jalan Karangwotan -pucakwangi km 5 kota Pati jawa tengah Indonesia. 

Di belakang kantor saya , sekaligus menjadi gudang tempat penampungan dan produksi untuk ekspor dan impor . Setiap hari truk yang membawa hasil perkebunan, seperti , beras , jagung , makanan eksport ,biji kopi, kulit manis, cengkeh dan gambir, sesudah antri di depan kantor, untuk membongkar muatannya, ada oknum yang menyogrok nyogrok   isi karung karung muatan sambil bertanya tanya tonase dan lain sebgainya. 

Begitu saya berdiri  di kantor, sekretaris melapor, ada petugas --petugas itu  mau menghadap. Saya persilakan masuk dan yang bersangkutan mulai membacakan istilah  alas an keamanan  "operating prosedure", agar supaya truk tetap boleh membongkar barang di sana pada waktunya . "Maaf Boss, ada 3 truk parkir di sini, dan itu mengganggu pengguna lalu lintas lainnya. 

Jadi minta agar dipindahkan" kata petugas. "padahal  truk itu membawa barang untuk dijual kepada perusahaan saya pak, tolong saja diatur gimana baiknya ya?" kata saya maklum asal situ tahu sama tahu nggak banyak cing sama cong . "Siap Boss, akan saya atur bagaimana baiknya ". kata si petugas dengan sikap menghormat terhadap komandannya. Sertifikat Mutu Sebelum barang dapat diangkut untuk dibawa kepelabuhan pun masalah baru , agar bisa dimuat di kapal yang akan membawanya keluar negeri, wajib harus ada sertifikat mutu. 

Petugas dari kantor sertifikat mutu datang dan memeriksa kualitas barang. Kemudian minta bertemu dengan saya, sambil membawa contoh kopi yang diambilnya dari tumpukan kopi. "Selamat pagi Boss. Hmm saya sudah periksa, menurut saya kualitasnya masih belum sesuai dengan mutu ekspor. Jadi harus diulangi lagi penyortirannya. Atau gimana baiknya menurut Boss?" kata si petugas. 

Dan saya tidak kaget mendengarnya, karena sudah menjadi ritual perjalanan sebelum mendapatkan sertifikat mutu. Maka saya menjawab: "Barang sudah harus dikarungkan dan besok pagi sudah akan dibawa ke pelabuhan pak. Jadi tolong diatur, agar sertifikat mutunya diterbitkan hari ini, bisa kan?" Tanya saya. "Siap Boss, Saya akan ke Kantor dan akan perintahkan staf saya untuk mempersiapkannya, saya sendiri siang ini akan mengantarkan dan menyerahkan kepada Boss" jawab petugas sangat sopan. Berarti "sudah deal" tanpa perlu dirundingkan, deal yang bagaimana karena sudah tahu sama tahu. Sudah Siap? Beluuum... perjalanan masih panjaaang. 

Sesudah ibarat saja seperti tiap  biji kopi dikarungkan dan sesuai kesepakatan musti ada kesesuaian mutu dan   pengolahan , sertifikat mutu diantarkan siang itu jug a, Hebat kan ,? One day service atau Wan stop in line servicce dan penjaminan mutu Pelayanan tiap SPKT  dan diantarkan lagi, luar biasa pelayanan yang saya terima pada waktu itu. Tapi tentu kita sudah tahu sama tahu, bahwa tidak ada yang gratis. Nah, ronde kedua adalah mendapatkan CVO atau Certificate of Origin.  ,bahwa  misalkan barang yang akan diekpor adalah benar produk dari Indonesia, bukan didatangkan dari negara lain. 

Maka lagu yang sama juga didendangkan, dengan lirik berbeda, tapi nadanya sama, yakni :"Tolong diatur bagaimana baiknya" Keesokan Harinya Barang sudah siap digonikan dan sudah dimerk sesuai permintaan pembeli. Tiba di pelabuhan Teluk Bayur, ada telpon masuk. :"Selamat siang Boss. Maaf gudang penuh Bosss, jadi tidak bisa dimuat hari ini, Gimana Boss?" suara telpon dari Teluk Bayur, Nah, kalau orang yang saraf tidak kuat dalam waktu singkat bisa sinting berhadapan dengan birokrasi kayak ginian. Tapi saya sudah ditempa hidup di pasar kumuh dan berhadapan dengan segala macam preman. Maka hal ginian, hal kecil buat saya. Maka saya hanya mengeluarkan kalimat sandi yang mujarab "Pak., barang saya perlu hari ini naik ke kapal. 

Tolong diatur ya, ntar siang mampir ke sini atau mau saya titip?" "Oke Siap Boss. Nggak usah dititip boss, saya akan singgah kesana, sekalian sudah kangen nih" jawaban dari seberang sana., Gimana Sudah Selesai kan? Beluuum! Sehabis makan siang, ada telpon lagi,bahwa semua barang sudah masuk gudang, Tapi tidak bisa dimuat ke kapal, karena container sudah dibooking orang lain. Jadi besok baru bisa diatur. Gimana Boss?" "Pak, barang saya perlu hari ini naik kapal, agar letter of Creditnya bisa saya cairkan, saya butuh Bill of Lading, yang menyatakan bahwa barang saya sudah ada di kapal. 

Terserah caranya gimana". Lagi lagi: "Siap Boss, akan saya atur dan Bill of lading akan saya antarkan sendiri, Boss ada di kantor kan?" Deal lagi! Nah, membaca tulisan ini saja sudah ada rasa mual kan? Apalagi saya yang menghadapinya sepanjang tahun. Sudah selesai? Beluuum. Tapi agar tidak semakin membosankan, biarlah hingga di sini saja,saya berikan gambaran, mengapa saya katakan berbisnis yang berhubungan dengan birokrasi pemerintahan adalah ibarat masuk ke dalam lingkaran setan.

 Bagaimana Kalau Tidak Dilayani? Silakan saja, barang kita tidak akan diangkut dari gudang dengan alasan gudang pelabuhan penuh. Mau mengadu? kepada siapa? Sekali melapor atau mengadu ke atasan, maka jangan harap lagi bisa tetap berbisnis, semua kran untuk mendapatkan tanda tangan dan stempel dikunci. 

Mungkin dapat dipahami, mengapa saya memilih pensiun dari pada melanjutkan bisnis kami. Bahkan ketika pindah ke Jakarta, ritual yang saya alami jauh lebih dahsyat. Barang yang masuk 10 unit, ditulis 20 unit. Begitu saya nyatakan keberatan, maka nama saya langsung diblacklist dan tidak boleh lagi masuk daftar rekanan. "Kalau tidak mau ikut permainan, silakan jangan berbisnis dengan kami, take it or leave it," kata si pejabat. 

Maka saya memilih "leave it;" Sengaja tulisan ini tidak menyebutkan instansi terkait, karena akibatnya bisa bisa saya "ditersangkakan" dengan tuduhan melakukan penistaan tehadap pejabat negara, Artikel ini dimaksudkan untuk menjadi masukan bagi yang merencanakan akan membangun usaha yang dalam operasionalnya akan melibatkan birokrasi, maka harus siap mental. 

Semoga pengalaman buruk yang saya alami dulu, kini sudah ditata rapi oleh aparat pemerintahan yang bersih. Sehingga setiap orang yang mau membuka usaha, tidak harus lagi terjerat oleh lingkaran setan ya setanya makin merajalela dech , bagaimana memberantas pungli kalau dari hili ke hilirnya semua begitu. ( Hartini wirafajar)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun