Mohon tunggu...
Didot Prakoso
Didot Prakoso Mohon Tunggu... -

"Dengan tulisan anda dapat bercerita kepada dunia, Dengan membaca anda dapat lebih tahu segala hal "\r\n(Didot) \r\n\r\n\r\nSemua karya tulisan bisa dilihat di www.jongjava.weebly.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Selamat Jalan Sayang

12 Juni 2012   01:45 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:05 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

22.10.2011

Di penghujung pekan dalam suasana yang dingin, hujan sejak subuh telah turun begitu derasnya hingga kini. Tak terasa jam sudah menunjukan pukul 9 pagi. Tak hanya hujan saja yang ikut membasahi bumi tempat dina berpijak, hati dan mata pun ikut dibasahi oleh kesedihan.

Dina kini telah menjadi orang tua tunggal bagi ketiga orang putrinya. Kematian suami yang dicintainya hari ini sudah cukup membuat hati dan perasaannya tak bersemangat menjalani hidup esok, tulat, tubin, dan seterusnya. Hanya pelukan hangat dari ketiga putrinya yang membuat ia tetap bertanggung jawab membesarkan dan meneruskan kehidupan keluarga.

*****

Aldi masih duduk dibangku taman, menanti kehadiran pacar tercintanya. Kali ini tekatnya sudah bulat untuk menikahinya. Hubungan aldi dan kekasihnya sudah berjalan tiga tahun, dan aldi sudah memiliki usaha yang cukup mapan untuk membangun sebuah keluarga baru. Kali ini aldi ingin melamarnya dengan sebuah kejutan yang telah dia siapkan di tengah taman. Sepuluh menit telah berlalu, tapi yang di tunggu tak kunjung datang. Lima menit kemudian, barulah dina muncul dari belakang aldi yang tampak sedang gelisah menanti kedatangan dina.

"Hai sayang..." Sambil menutup mata aldi

"Aduh... Kamu kagetin aja..." Perasaan aldi makin tak karuan, karena dina tiba-tiba muncul tanpa diketahuinya. "Koq lama amat?"

"Jalanannya macet banget sayang..." Sambil merangkul pundak aldi dan memberi kecupan syang di pipi.

"Koq tumben sih, kamu minta ketemuan disini?" Tanya dina

"Iya... Mengenang dulu tiga tahun lalu aku nembak kamu di bangku ini..." Sambil memberikan senyuman manis kepada dina. "Kamu masih ingatkan?"

"Iya donk... Abis itu kita pergi nonton di bioskop megaria" jawab dina "sayang sekarang bioskopnya udah berganti nama"

"Din..."
"Iya..." Sambil menatap wajah aldi
"Aku ingin menikahi kamu, sekiranya dengan pekerjaan ku saat ini aku siap membuat kamu bahagia... Maukah kamu terima pinangan ku ini?" Dipegangnya kedua tangan dina. Tiba-tiba dari balik kedua tangan aldi yang tengah menggengam erat tangan dina, di pasangkan sebuah cincin emas putih bertatahkan berlian kecil di jari manis dina.

"Apakah aku harus menjawab saat ini?" Tanya dina dengan wajah penuh canda

"Kalau kamu jawab besok, mungkin hati ini sudah ada yang memiliki..." Balas aldi dengan canda, seolah tak mau kalah bercandaan dengan dina.

"Ya udah kalo gitu... Sana aja ama yang lain..."

"Jangan ngambek donk... Kam kamu duluan yang mulai" saut aldi sambil berharap dijawab pinangannya

"Iya, aku mau..."
"Mau apa?"
"Iya... Mau ama kamu.!"
"Mau apa? Yang jelas donk jawabnya"

Kesal juga dina, merasa dijahilin sama aldi
"Iya, aku mau menjadi istrimu... Puas?"
"Gitu donk... Kan jelas klo kamu menerimanya"
"Terus kapan kamu mau ngomong ama ortu ku?"
"Nanti malam. Gimana?"
"Kayaknya mereka ada di rumah... Sekalian kamu antar aku pulang ya..."
"Iya donk... Masa calon istri aku biarkan pulang sendiri naik becak?"

Dan aldi pun menggandeng tangan dina mengitari taman lembang yang penuh dengan cerita cinta mereka...

*****

Kini, setelah 26 tahun usia pernikahannya dan dikarunia 3 orang putri, dina harus menerima kenyataan pahit. Aldi telah meninggalkannya untuk selama-lamanya. Dihadapan jenasah suami tercintanya dina membuka salam perpisahannya.

"Terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk mengucapkan salam perpisahan pada suami saya. Terima kasih pula saya ucapkan kepada saudara, teman dan kerabat almarhum suami saya yang telah meluangkan waktunya untuk mengantar almarhum ketempat peristirahatan terakhirnya..." Dina terdiam sebentar, sambil mengusap air mata yang sejak semalam tak habis-habisnya.

"Pada kesempatan ini, saya tidak akan berbicara kebaikannya beliau. Sudah cukup saya mendengarnya dari orang lain sejak tadi." Sambil menarik nafas sebentar, dan melanjutkan salam perpisahannya....

"Saya akan bercerita bagaimana saya menghabiskan hidup bersama suami saya" sambil menghela nafas, kemudian dina melanjutkan lagi

"Pernahkah anda mendengar suara petir di malam hari?" Tanya dina pada semua yang hadir.

"GGRRRROOOKKK DUUARR..."
"seperti itulah suara ngorok yang tiap malam saya nikmati bersamanya. Sesekali saya juga mendengar suara kentutnya..." Semua yang hadir pada pemakaman ikut tersenyum geli mendengar cerita dina.

"Pernahkah anda mengurus bayi besar? Yang setiap saat minta dibuatkan air panas untuk mandi, susu hangat dan telur setengah matang tiap pagi? Dan di sore harinya secangkir kopi panas dan pisang goreng?" Tanya dina

"Saya melakukan semua itu selama hampir 26 tahun! Dan sebulan terakhir ini saya sudah tidak mendengar rewelan dia lagi...." Sesekali dina mengusap air matanya

"sebulan terakhir ini saya sering terbangun dari tidur, bukan karena terganggu dengan suara ngorok atau kentutnya. Tapi tanda bahwa dia masih ada di sisiku" tari, anak pertamanya menghampiri, sambil memeluk dan menguatkan hati dina.

"Begitu pun dengan kebiasaan lainnya... Kini dihadapan jenasah, saya telah kehilangan cerita-cerita indah dan lucu itu. Kita tak akan pernah tahu, kapan pasangan kita akan meninggalkan kita? Atau justru kita duluan yang akan meninggalkan pasangan kita! Selagi masih ada waktu bersama pasangan kita, pergunakanlah waktu yang tersisa itu" tagas dina kepada semua yang ikut menghadiri pelepasan jenasah aldi.

Ucapan terima kasih dina, disambut penuh haru oleh semua yang hadir. Dina pun dihampiri oleh kedua putrinya yang tidak ikut berdiri dengannya. Dengan pelukan dan ciuman keempat wanita yang paling dicintai oleh almarhum berdiri tepat disebelah jenazah.

*****

Setelah itu suami dina mulai dibawa ke areal pemakaman dan beristirahat dengan tenang.

"Selamat jalan papa..." Kata tari, rani dan ani, putri pertaman, kedua dan ketiganya.

Dina pun mengucap salam terakhirnya
"Selamat jalan sayang..."

"... ku ingin selamanya mencintai dirimu
sampai saat ku akan menutup mata dan hidupku ..."

(Ungu)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun