Mohon tunggu...
吳明源 (Jonathan Calvin)
吳明源 (Jonathan Calvin) Mohon Tunggu... Administrasi - Pencerita berdasar fakta

Cerita berdasar fakta dan fenomena yang masih hangat diperbincangkan

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Menghilangkan Status Quo Demi Kesiapsiagaan Bencana

10 Desember 2023   07:43 Diperbarui: 10 Desember 2023   07:47 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia yang terletak di jalur cincin api pasifik mendorong Indonesia banyak diterpa bencana gempa bumi hingga gunung meletus. Di satu sisi, bencana yang terjadi (gunung meletus) membawa dampak positif dengan membawa kesuburan bagi tanah Indonesia. Namun, di sisi lain, kedua bencana tersebut juga membawa kerusakan material khususnya bagi penduduk setempat. 

Tidak hanya dari gempa vulkanik, Indonesia juga dikelilingi oleh 295 sesar aktif yang dapat menimbulkan gempa tektonik. Untuk itu, dibutuhkan penanggulangan bencana yang dimulai dengan siaga bencana hingga penanganan evakuasi pasca bencana.

Dalam artikel ini, digunakan Jepang sebagai percontohan, dimana sebagai pencegahan jatuhnya korban jiwa, Jepang sangat serius dalam mempersiapkan kesiagaan bencana. Dimulai dengan memperbanyak publikasi mengenai kesiagaan bencana hingga penggunaan teknologi agar informasi kesiagaan bencana dapat dijangkau masyarakat yang lebih luas.

Dari hal yang sederhana, dengan memperbanyak leaflet publikasi mengenai pendidikan siaga bencana di masyarakat

Langkah kesiagaan bencana juga dilanjutkan pada fase yang lebih advance dengan melibatkan teknologi. Usaha ini dimulai sejak tahun 2007, Jepang melengkapi smartphone setiap warganya dengan sistem peringatan dini gempa bumi yang membunyikan alarm segera sebelum gempa bumi terjadi. 

Sistem ini merupakan yang pertama di dunia, dan memberikan peringatan berdasarkan getaran kecil yang terjadi dalam beberapa detik atau puluhan detik sebelum gempa besar, dan mendesak orang-orang untuk bersiap-siap melakukan evakuasi. 

Sistem ini menggunakan seismometer dan pengukur intensitas gempa yang mengukur getaran dari Badan Meteorologi Jepang (sekitar 690 lokasi di seluruh Jepang) dan jaringan pengamatan seismografik dari Institut Penelitian Nasional untuk Ilmu Pengetahuan Bumi dan Pencegahan Bencana (sekitar 1.000 lokasi di seluruh Jepang). 

Aplikasi peringatan dini juga dilengkapi dengan Layanan Papan Pesan Bencana dan berbagai aplikasi tanggap darurat dari penyedia jaringan yang berbeda, yang memungkinkan pengguna untuk memberi tahu teman dan keluarga tentang keselamatan mereka. Ada juga aplikasi penyedia informasi yang ditujukan untuk pengunjung asing dari luar negeri, sehingga mereka dapat menerima informasi terkini mengenai keadaan darurat secara gratis.

Tidak hanya pemerintah pusat, pemerintah daerah juga terlibat dalam tindakan pencegahan bencana. Salah satunya, Pemerintah Kota Tokyo membuat buku panduan bencana yang disebut "Tokyo Bosai (pencegahan bencana)" didistribusikan ke setiap rumah tangga.

 Buku ini juga dapat dilihat secara gratis di situs web resmi Pemerintah Metropolitan Tokyo. Untuk menjangkau audiens yang lebih luas termasuk para pendatang, buku panduan juga tersedia dalam bahasa Inggris, Mandarin (yang disederhanakan/tradisional), dan Korea.

Jepang juga menyediakan teknologi lainnya, menggunakan drone untuk mendeteksi orang melalui pencitraan inframerah termal dan memproyeksikannya sebagai siluet tiga dimensi, membantu memastikan lokasi dan kondisi mereka yang membutuhkan pertolongan. 

Informasi yang diperoleh dari drone tersebut dibagikan kepada pihak penyelamat, membantu mereka menjangkau para korban. Tidak hanya drone, robot juga diberdayakan untuk melakukan evakuasi dan penyelidikan lokasi berbahaya seperti fasilitas bawah tanah dan interior bangunan

Dari keberhasilan dalam menciptakan ekosistem kesiagaan bencana, kita dapat belajar dari Negeri Jepang bahwa prestasi tersebut dipelopori oleh 3 aspek baik itu dari teknologi, kelembagaan, dan keterlibatan masyarakat pada berbagai skala dan tingkat. 

Bagaimana peran teknologi dalam deteksi dan prakiraan bahaya tepat waktu telah direvolusi dengan memanfaatkan superkomputer, satelit dan radar cuaca, serta sistem prakiraan cuaca (sistem Akuisisi Data Meteorologi Otomatis) yang secara otomatis mengirimkan data hidrometeorologi dari 1.300 stasiun ke Badan Meteorologi Jepang. Teknologi ini juga didukung dengan penggunaan superkomputer "Fugaku" dengan model prediksi 3D telah secara tepat memprediksi terjadinya hujan badai.

Namun, penggunaan teknologi dirasa belum cukup dan harus dikombinasikan dengan koordinasi antarlembaga terkait seperti koordinasi yang kuat antara Badan Meteorologi Jepang, lembaga lokal dan regional (seperti departemen lokal dan prefektur) membantu memberikan peringatan yang tepat waktu dan jelas pada skala lokal. Sistem Peringatan Darurat ini memberdayakan kelancaran koordinasi antara pihak berwenang dan masyarakat dengan memastikan evakuasi cepat dan memobilisasi sumber daya dengan cepat untuk menyebarkan informasi ke departemen terkait

J-Alert menjadi contoh yang pas dalam kasus ini dimana sistem peringatan dini berbasis satelit di Jepang ini memungkinkan pihak berwenang dengan cepat menyiarkan peringatan ke media lokal dan pusat-pusat komunitas. 

Dari fakta ini, kita semakin mengerti bahwa tidak hanya teknologi dan koordinasi antarlembaga, namun masyarakat yang menjadi subjek dengan populasi paling banyak di suatu negara harus paling dilibatkan melalui komunitas-komunitas yang terbentuk. 

Pendekatan Jepang dalam mengembangkan sistem peringatan dini yang berpusat pada masyarakat mendorong partisipasi lokal dengan menerapkan program BOSAI (kesiapsiagaan dan tanggap bencana) di tingkat lokal, regional, dan nasional untuk mengembangkan masyarakat yang berketahanan dan tanggap akan bencana.

Platform ini menjangkau lintas industri dengan memanfaatkan kemitraan publik-swasta-akademik (lebih dari 100 anggota dari berbagai industri) untuk mendukung pengurangan risiko bencana di Jepang. Namun tidak lupa untuk sampai pada peran masyarakat, dibutuhkan pengakuan politis atas penerapan sistem peringatan dini sebagai langkah adaptif yang konkrit

Pembelajaran Bagi Pemerintah Indonesia

Apabila kita melihat keberhasilan Jepang dalam melakukan kesiagaan bencana membutuhkan 3 aspek teknologi, kelembagaan, dan keterlibatan masyarakat. Indonesia masih harus membenahi untuk seluruhnya bagaimana dari sisi teknologi, sistem deteksi dini bencana Indonesia masih jauh tertinggal dalam penggunaan teknologi. Di sisi lain koordinasi antarlembaga yang dibutuhkan untuk keberhasilan program deteksi dini masih terhalang oleh ego sectoral masing-masing lembaga pemerintah utamanya, untuk mengidentifikasi potensi bencana pada lintas sektor

Namun sebelum pelibatan masyarakat sebagai subjek edukasi kesiagaan bencana, pemerintah wajib menumbuhkan kepercayaan di masyarakat. Akan tetapi, Pemerintah Indonesia sering menimbulkan krisis kepercayaan masyarakat dan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah masih menjadi PR besar hingga saat ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun