Mohon tunggu...
吳明源 (Jonathan Calvin)
吳明源 (Jonathan Calvin) Mohon Tunggu... Administrasi - Pencerita berdasar fakta

Cerita berdasar fakta dan fenomena yang masih hangat diperbincangkan

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Pedang Bermata Dua Air Minum Kita

30 April 2023   13:52 Diperbarui: 30 April 2023   14:03 1283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 3. Bisphenol F (sumber : https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/3/3b/Bisphenol_F.svg/1200px-Bisphenol_F.svg.png)

Sejak beberapa tahun ke belakang, pemberitaan di Indonesia mengenai produk air minum dalam kemasan dihiasi dengan polemik mengenai label BPA (Bisphenol A/4,4-(Propane-2,2-diyl)diphenol) yang terkandung dalam galon air minum dalam kemasan. Bisphenol A merupakan bahan kimia industri yang digunakan untuk membuat plastik polikarbonat dan resin epoksi. BPA sendiri pertama kali ditemukan pada tahun 1890-an, tetapi ahli kimia pada 1950-an menyadari bahwa senyawa ini dapat dicampur dengan senyawa lain untuk menghasilkan plastik polikarbonat yang kuat dan tangguh. 

Sekarang ini, plastik yang mengandung BPA biasanya digunakan dalam wadah makanan, botol minum atau botol susu bayi dan barang lainnya. BPA juga digunakan untuk membuat resin epoxy, yang diletakkan di lapisan dalam wadah makanan kaleng untuk menjaga agar logam tidak berkarat dan pecah. BPA merupakan salah satu jenis bahan kimia bisphenol yang paling umum selain BPF, BPS, BPAF, dan BPZ. Namun, BPA dapat berbahaya bagi tubuh dengan berbagai cara seperti meniru hormon dan mengacaukan kesuburan pria dan wanita. Bahan kimia ini menghalangi fungsi alami tubuh yang menyebabkan efek negatif pada sistem reproduksi. Selain meniru hormone estrogen, BPA juga meniru hormon testosteron

Adapun efek samping dari BPA antara lain : meniru hormon dan dapat mengacaukan kadar hormon alami tubuh, mempengaruhi kesuburan, mempengaruhi kehamilan, dapat meningkatkan tingkat keguguran, mengurangi jumlah sperma, dapat menyebabkan kanker, beracun untuk hati, dapat berkontribusi pada obesitas, dapat meningkatkan risiko diabetes

Gambar 1.  Bisphenol A (sumber : https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/6/61/Bisphenol-A-Skeletal.svg/1200px-Bisphenol-A-Skeletal.svg.pn
Gambar 1.  Bisphenol A (sumber : https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/6/61/Bisphenol-A-Skeletal.svg/1200px-Bisphenol-A-Skeletal.svg.pn

BPF dan BPS

Meski begitu, sekarang banyak produsen yang beralih ke produk bebas BPA, di mana BPA telah digantikan oleh Bisphenol-S (BPS/4,4-Sulfonyldiphenol) atau Bisphenol-F (BPF/4,4-Methylenediphenol). Meskipun, dalam beberapa penelitian terbaru, bahkan konsentrasi kecil BPS dan BPF dapat mengganggu fungsi sel

Bisphenol S sendiri merupakan bahan dengan struktur kimia hampir mirip dengan Bisphenol A biasa digunakan sebagai pengganti BPA pada beberapa jenis struk kertas, dapat digunakan untuk memperpanjang umur warna pada kain, dan merupakan pengawet kemasan makanan.

 Namun, bahan Bisphenol S memiliki efek samping antara lain : pengganggu endokrin, meningkatkan ekspresi karsinogen kanker payudara dan proliferasi sel kanker payudara, gangguan fungsi saraf. Sedangkan pada kadar tinggi, Bisphenol S memiliki efek samping berkorelasi secara signifikan dengan resistensi insulin, albuminuria, dan fungsi vaskular tidak teratur pada anak-anak. Efek samping pada vaskular juga didukung dalam penelitian Wang Ruihua, yang menunjukkan bahwa BPS dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular total dan penyakit jantung koroner.

Begitu pun untuk wanita hamil, Bisphenol S terbukti mengurangi viabilitas sel telur dan dapat mengurangi hasil kesuburan. Selain efek yang disebutkan sebelumnya, dalam penelitian Michael Thoene Bisphenol S yang bekerja melalui jalur yang berbeda menyebabkan efek obesogenik dengan mengaktifkan preadiposit (sel yang menyusun jaringan adiposa, terspesialisasi dalam menyimpan energi dalam bentuk lemak) dan gangguan metabolisme, seperti diabetes gestasional.

Sebelumnya, BPA digunakan sebagai bahan untuk melapisi kertas struk termal namun Komite Penilaian Risiko dari Badan Kimia Eropa mengeluarkan pendapat ilmiah yang memperingatkan bahwa risiko yang terkait dengan paparan kerja dermal terhadap bisphenol A (BPA) melalui kertas termal mungkin tidak dapat dikontrol secara memadai karena perkiraan paparan sekitar dua kali Derived No Effect Level (DNEL) (batas tingkat pemaparan terhadap suatu zat terhadap manusia) sehingga Komisi Eropa secara efektif membatasi BPA dalam kertas termal. 

Bisphenol A pun digantikan bisphenol S sebagai bahan pelapis kertas struk termal namun dalam penelitian Miguel A. Sogorb dengan cara mengukur total BPS yang diekskresikan dan perkiraan paparan BPS dari matriks kertas termal ke kulit. Pada pengukuran kedua (paparan BPS dari matriks) dihasilkan paparan 17 kali lipat lebih tinggi dari yang diperkirakan untuk pekerja. Sedangkan jika diukur bagi pekerja, dengan cara pengukuran pertama (total BPS yang diekskresikan) 19 kali lipat lebih tinggi daripada masing-masing DNEL dermal.

Gambar 2. Bisphenol S (sumber : https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/b/b8/Bisphenol_S.svg/1200px-Bisphenol_S.svg.png)
Gambar 2. Bisphenol S (sumber : https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/b/b8/Bisphenol_S.svg/1200px-Bisphenol_S.svg.png)

Sejalan dengan hal itu, produk substitusi Bisphenol A lainnya, Bisphenol F juga memiliki efek samping seperti risiko obesitas yang lebih tinggi pada anak-anak dan remaja, terutama pada anak laki-laki seperti diungkapkan dalam penelitian Buyun Liu. Bisphenol F juga bersama dengan Bisphenol S memiliki aktivitas yang mengganggu endokrin. Pada ikan zebra, meskipun ada perbedaan spesifik spesies dalam afinitas dan spesifisitas reseptor hormon esterogen (ER), BPF dan BPS memiliki aktivitas estrogenik yang mirip dengan BPA. 

Selain pensinyalan hormon esterogen, BPF memengaruhi jalur endokrin lainnya; pada tikus, pemberian oral senyawa ini mengubah kadar hormon tiroid seperti diungkapkan penelitian Juliane Winkler. Dalam penelitian lainnya yang ditulis Angelico Mendy, paparan BPF dan BPS dikaitkan dengan asma dan demam hay (reaksi alergi terhadap serbuk sari, biasanya saat bersentuhan dengan mulut, hidung, mata, dan tenggorokan). Hubungan BPS dengan asma diamati hanya pada pria dan BPA dikaitkan dengan asma tanpa demam pada anak usia 6-11 tahun dan dari beberapa hasil penelitian, disimpulkan kedua bahan baik BPF dan BPS bukanlah alternatif yang aman untuk BPA

Gambar 3. Bisphenol F (sumber : https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/3/3b/Bisphenol_F.svg/1200px-Bisphenol_F.svg.png)
Gambar 3. Bisphenol F (sumber : https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/3/3b/Bisphenol_F.svg/1200px-Bisphenol_F.svg.png)

Banyak perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) saat ini mengajukan klaim bebas dari bahan BPA dan alternatifnya, termasuk BPF dan BPS dengan mengganti kemasan menjadi bahan Polyethylene terephthalate (PET). Namun, terlepas dari dari ancaman yang datang dari kemasan tersebut, air sebagai bahan utama industri ini juga menyimpan ancaman tersendiri dari senyawa PFAS dalam penjaminan keamanan konsumsi.

PFAS dan Profilnya

PFAS merupakan senyawa kimia yang menjadi bagian dari 9.000 bahan kimia sintetik terdiri dari zat per-dan polifluoroalkil dan telah digunakan sejak sekitar tahun 1950-an untuk membuat produk yang tahan panas, minyak, noda, air dan pelapis fluoropolimer yang bisa dalam berbagai produk termasuk pakaian, furnitur, perekat, kemasan makanan, permukaan memasak anti lengket yang tahan panas, dan isolasi kabel listrik. Dalam kegiatan sehari-hari, Senyawa ini dapat dikombinasikan dengan senyawa lainnya dalam bentuk perfluorooctanoic acid (PFOA), perfluorooctanesulfonic acid (PFOS), Hexafluoropropylene Oxide Dimer Acid, Perfluorononanoic acid(PFNA), dan Perfluorohexanesulfonic acid (PFHxS)

Namun, di samping melimpahnya fungsi senyawa ini terdapat beberapa ancaman yang menyertai dari penggunaannya dikarenakan senyawa ini mengandung ikatan karbon-fluor yang menjadi salah satu ikatan kimia terkuat dalam kimia organik sehingga sulit untuk diuraikan di lingkungan. Sebagian besar PFAS juga mudah diangkut oleh air hingga menempuh jarak jauh dari sumber pelepasannya. Akibatnya, senyawa ini dapat bergerak melalui tanah dan mencemari sumber air minum serta membangun bioakumulasi (penimbunan substansi di dalam tubuh suatu organisme) pada ikan dan satwa liar.

Gambar 4. Struktur Kimia PFAS (sumber : https://www.niehs.nih.gov/health/assets/images/pfoa.jpg)
Gambar 4. Struktur Kimia PFAS (sumber : https://www.niehs.nih.gov/health/assets/images/pfoa.jpg)

Bagaimana orang terpapar PFAS?

Seseorang dapat terpapar PFAS melalui konsumsi air minum, atau makanan yang terkontaminasi PFAS, menggunakan produk yang dibuat dengan PFAS, atau menghirup udara yang mengandung PFAS. Dalam salah satu laporan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit, menggunakan data dari National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) menemukan PFAS dalam darah 97% orang Amerika. 

Sumber paparan terhadap PFAS lainnya dapat berasal dari seseorang yang berkecimpung dalam pekerjaan seperti pemadam kebakaran atau pembuatan dan pemrosesan bahan kimia. Bahkan dalam kasus yang terbaru di Indonesia, PFAS ditemukan pada kemasan makanan siap saji yang menggunakan kertas anti-air dan minyak. Pada kasus tersebut, produk makanan yang dimaksud adalah beberapa merk popcorn diimpor dari produsen Amerika Serikat

Gambar 5. Struktur Kimia PFAS (sumber : https://www.vox.com/2022/8/25/23318667/pfas-forever-chemicals-safety-drinking-water)
Gambar 5. Struktur Kimia PFAS (sumber : https://www.vox.com/2022/8/25/23318667/pfas-forever-chemicals-safety-drinking-water)

Risiko paparan PFAS

Dalam beberapa studi ilmiah peer-review saat ini, paparan PFAS dapat menimbulkan beberapa risiko pada reproduksi seperti penurunan kesuburan atau peningkatan tekanan darah tinggi pada wanita hamil; keterlambatan perkembangan pada anak-anak termasuk berat lahir rendah, pubertas yang dipercepat, variasi tulang, atau perubahan perilaku; peningkatan risiko beberapa jenis kanker; termasuk kanker prostat, ginjal, dan testis; berkurangnya kemampuan sistem kekebalan tubuh untuk melawan infeksi termasuk berkurangnya respon vaksin; Gangguan pada hormon alami tubuh dan peningkatan kadar kolesterol dan/atau risiko obesitas.

Kontaminasi PFAS dalam air

Dalam penelitian terbaru di jurnal water research, mengungkapkan senyawa PFAS terdeteksi pada 39 dari 100 produk air minum dalam kemasan bahkan dalam beberapa produk, tingkat kontaminasi dianggap memprihatinkan oleh para ahli kualitas air. Untuk itu, diperlukan peraturan terkait pengujian sumber air kemasan terutama frekuensi deteksi PFAS dan deteksi sesekali peningkatan kadar PFAS. Dalam penelitian investigasi dari Consumer Report, menguji kontaminasi PFAS dalam produk air minum berkarbonasi dan non-karbonasi dan hasilnya kontaminasi PFAS di atas ambang batas lebih banyak pada produk air minum non-karbonasi.

Namun, kontaminasi senyawa PFAS sejauh ini tidak dapat dihilangkan dan hanya dapat dikurangi sesuai dengan standar ambang batas yang diterapkan. Celakanya, hingga artikel ini ditulis, masing-masing otoritas menetapkan ambang batas yang berbeda seperti misalnya Environmental Protection Agency mengeluarkan panduan sukarela yang meminta perusahaan air untuk membatasi keberadaan PFAS hingga 70 parts per trillion (ppt). Sedangkan, beberapa ilmuwan percaya batas yang jauh lebih rendah dari 1 parts per trillion (ppt). 

Bahkan, International Bottled Water Association, sebuah kelompok perdagangan yang mewakili banyak produsen air kemasan di Amerika Serikat, memiliki standar PFAS yang harus dipatuhi oleh anggotanya yaitu tidak lebih dari 5 parts per trillion (ppt) untuk senyawa PFAS tunggal, dan total 10 parts per trillion (ppt) untuk lebih dari satu.

Beberapa pemerintah federal Amerika Serikat juga mengeluarkan pedoman sukarela untuk ambang batas PFAS untuk gabungan dua senyawa PFAS spesifik harus di bawah 70 parts per trillion (ppt). Selain PFAS, 2 anggota lainnya, perfluorooctanoic acid (PFOA) dan perfluorooctane sulfonic acid (PFOS) juga memiliki potensi racun pada dosis yang sangat rendah sehingga Environmental Protection Agency mengusulkan untuk menetapkan batas air minum untuk kedua bahan kimia tersebut masing-masing sebesar 4 parts per trillion (ppt).

Tidak hanya di Amerika Serikat, senyawa PFAS juga terdeteksi di negara lain seperti Prancis. Dari penelitian Boiteux, PFOS; PFHxS; PFOA; dan PFHxA menjadi komponen PFAS yang paling terdeteksi dalam air baku, dengan jumlah PFHxS, PFBS dan PFOS, mewakili 53% dari total konsentrasi yang diukur dalam sampel air baku dan PFHxA menjadi senyawa yang menunjukkan nilai konsentrasi tertinggi sedangkan, saat penelitian dilakukan, tidak ada peraturan nasional/UE tentang tingkat maksimum PFAS di air minum. 

Tidak hanya Prancis, kontaminasi PFAS pada air juga terjadi di Jerman dan terdokumentasi dari penelitian Skutlarek, yang mengukur konsentrasi 12 PFAS dalam sampel air yang dikumpulkan di Sungai Rhine dan anak sungai utamanya, serta di Sungai Moehne, kanal, dan air minum di daerah tangkapan air Ruhr. Hasilnya, komponen utama yang terdeteksi adalah PFOA (519 ng/L), diikuti oleh PFHpA (23 ng/L) dan PFHxA (22 ng/L).

Lantas, bagaimana dengan kejadian kontaminasi PFAS di Indonesia?

Dalam sebuah laporan yang diterbitkan di tahun 2019 mengungkapkan substansi PFAS tidak terkontrol dengan baik di Indonesia meskipun Indonesia menjadi salah satu pihak yang mengikuti dan menyetujui Konvensi Stockholm pada tahun 2009 dimana perjanjian tersebut menambahkan PFOS (salah satu bagian PFAS) ke dalam daftar pembatasan global. Namun, hingga saat ini PFAS tidak diatur  dan tidak termasuk dalam program pemantauan. Di Indonesia, banyak kejadian kontaminasi PFAS yang sudah tercatat dimulai dari kontaminasi PFAS pada ASI di Jakarta dan Purwakarta di tahun 2008. 

Beberapa zat PFAS seperti PFOS, PFHxS, PFNA dan PFHpA ditemukan pada kedua puluh wanita dan PFHxS ditemukan pada 45% dari mereka. Secara keseluruhan, kadar PFOS dalam ASI Indonesia rata-rata 84 parts per trillion (ppt) atau lebih dari 4 kali lebih tinggi dari batas imbauan kesehatan air minum sebesar 20 ppt untuk PFOA, PFOS, PFHxS, PFHpA dan PFNA. Sedangkan, tingkat paparan PFOS tertinggi dalam ASI Indonesia lebih dari 12 kali lipat dari batas imbauan kesehatan air minum ini. Selain itu, alat pemadam api yang mengandung PFAS juga masih tersedia di pasaran Indonesia. Investigasi Greenpeace tahun 2014 menemukan lima jenis sepatu bola yang diproduksi di Indonesia mengandung PFOA dan PFBS.

Kadarnya berkisar antara 5,28 – 14,5 µg/m2 untuk PFOA dan 14,5 – 37,9 µg/m2 untuk PFBS. Sebuah studi dari Badan Lingkungan Federal Jerman juga menemukan mantel yang dibuat di Indonesia dengan berbagai zat PFAS pada tingkat total 42,9 µg/m2 dan sebagai perbandingan UE mengatur PFOS sebesar 1 µg/m² pada tekstil.

Untuk itu, perlunya mendorong BPOM selaku otoritas pengawas pangan di Indonesia untuk meninjau kualitas air minum di Indonesia setelah banyak kejadian kontaminasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun