Minimnya penegakan hukum merupakan kunci utama suburnya kasus kekerasan terhadap pengabdi lingkungan. Tingginya impunitas (pembebasan atau pengecualian dari tuntutan atau hukuman atau kerugian kepada seseorang yang telah melakukan pelanggaran terhadap hak asasi manusia) terhadap pelaku dalam kasus kekerasan ataupun pembunuhan pengabdi lingkungan diungkap oleh laporan Globall Witness berjudul Deadly Environment: The Dramatic Rise in Killings of Environmental and Land Defenders. Laporan tersebut mengungkapkan hanya 10% pelaku kekerasan ataupun pembunuhan pengabdi lingkungan yang akhirnya dijatuhi vonis.
Menurut laporan IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) yang berjudul Climate Change and Land, eksploitasi lahan yang berlebihan menimbulkan dampak semakin langkanya bahan pangan sehingga harganya pun melonjak.
Adapun, dampak lainnya, bahan pangan yang dihasilkan semakin tidak bernutrisi. Dalam dokumen dijelaskan sebagai contoh tingginya kandungan karbon diudara dapat menurunkan kandungan protein 6 hingga 13%, seng (Zn) 4 hingga 7%, besi (Fe) 5 hingga 8% pada komoditas gandum
Meskipun, Indonesia tidak memegang predikat sebagai negara dengan jumlah kematian terbesar pengabdi lingkungan di 5 kegiatan sektor sumber daya alam utama. Namun, kemungkinan ancaman itu masih ada. Dugaan ini tidak terlepas dari peringkat Indonesia dalam Corruption Perceptions Index 2018 yang menempati peringkat 89 dari 180 negara
Berbicara mengenai kisah pejuang lingkungan di Indonesia, kita kembali diingatkan dengan sosok Salim Kancil, seorang petani yang dibunuh secara keji karena menolak tambang pasir Lumajang.
Ia menolak tambang tersebut dikarenakan tanah garapannya dirusak oleh tambang. Sebelum kematiannya, Salim sempat disiksa dan mayatnya dibiarkan tergeletak di pinggir jalan. Salim Kancil hanya satu dari sekian banyak abdi lingkungan yang menjalankan tugasnya hingga akhir hayat.