Di tengah serbuan kecaman untuk aksi kekerasan yang dilakukan Pemerintah Myanmar terhadap warga Etnis Rohingya, tanpa kita sadari apa yang terjadi hari ini tepatnya dilakukan Pemerintah Kamboja terjadi pembungkaman suara rakyat melalui pembungkaman media Cambodia Daily.
Pemerintah Kamboja saat ini yang dijabat oleh Hun Sen sebagai Perdana Menteri Kamboja mencoba membungkam media setempat berbahasa inggris ataupun yang telah berafiliasi dengan negara lain seperti misalnya Radio Free Asia dan kantor berita Voice Of America(VOA).
Diketahui bahwa seluruh media di Kamboja merupakan media yang telah terafiliasi oleh Pemerintah ataupun dimiliki oleh para pebisnis yang memiliki hubungan dekat dengan Pemerintah Kamboja saat ini. Seperti dilansir Associated Press, Perdana Menteri Kamboja saat ini sering dikenal meggunakan kekuatan dari media setempat untuk menyerang lawan-lawan politik Hun Sen dan mencoba mengatur bagaimanapun caranya untuk membungkam segala kritik.
Berbeda dengan media lainnya, Cambodia Daily memiliki sejarah sebagai organisasi non pemerintah yang tidak bertujuan mencari untung (Non-Profit Project). Dibentuk oleh seorang Veteran Perang Amerika Serikat yang sedang mengharapkan demokrasi di Negeri Kamboja. Usahanya pun disetujui oleh Pangeran Norodom Sihaunuk dan disahkan seketika sang pangeran menjadi raja.
Menurut pengakuan dari Pemerintah Kamboja, apa yang dilakukan merupakan hal yang umum bagi negara yang sedang berkembang. Menagih pajak merupakan hal yang mendukung bagi penambahan anggaran negara dan pajak juga digunakan sebagai alat untuk mengembangkan ekonomi. Selain itu, menurut Direktorat Pajak setempat, pajak yang dikenakan berhubungan dengan kewajiban sewa yang dibayarkan oleh media untuk radio lokal serta izin operasi media yang terhubung dengan radio lokal.
Akan tetapi, apa yang terjadi di Kamboja bukanlah hanya sebatas penarikan pajak yang biasa. Menyoal penarikan pajak yang dilakukan Pemerintah Kamboja, cukup aneh rasanya jika dikenakan pajak yang tergolong cukup tinggi untuk sekali penagihan. Seperti dilansir media The Nation, untuk satu media Cambodia Daily diketahui dikenakan pajak sebesar $6 juta (78 miliar rupiah).
Mengapa saya katakan cukup aneh? selain karena nominalnya yang cukup besar untuk sekali penagihan, menurut salah satu pengakuan dari karyawan Radio Free Asia, sikap Pemerintah Kamboja saat ini berbeda dengan Pemerintah Kamboja yang pernah mengirim surat yang berisikan tentang pemberian jaminan keamanan kepada media RFA untuk meneruskan pekerjaannya dalam mengusut dan memberitakan permasalahan yang ada pada masyarakat.
Dari peristiwa terkuaknya besaran pajak yang dikenakan pada Cambodia Daily, sasaran berikutnya adalah stasiun berita lokal. Cara penyingkirannya pun sama, ya sama-sama menggunakan pajak. Moha Nokor misalnya, radio yang dikelola oleh 3 perusahaan media yaitu Voice of America, Radio Free Asia, serta Cambodia National Rescue Party merupakan salah satu calon korban berikutnya dari cara ini setelah Cambodia Daily.
Menurut saya, Negara Kamboja masih menerapkan sistem abuse of power hanya saja dengan cara yang baru melalui pemberian pajak yang digunakan untuk menelanjangi demokrasi secara "diam-diam" dan dengan cara yang cukup rapi. Pemerintahan Hun Sen mencoba membungkam media-media di luar kendali pemerintah menjelang digulirkannya Pemilu di Kamboja dengan pajak karena mereka menyadari Non Governmental Organization cukup sulit untuk diultimatum dalam isi pemberitaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H