Jakarta juara! Dunia maya sempat diributkan dengan tingkat polusi udara, yang katanya menjadikan Jakarta berada di peringkat teratas. Instansi terkait sudah memberikan konfirmasi, begitu juga Gubernurnya.Â
Terlepas pemeringkatan itu benar atau tidak, realitanya, saat ini memang masih banyak sumber polusi. Yang mudah dinilai mata, serta disalahkan sebagai polutan, apa lagi jika bukan emisi gas kendaraan bermotor.
Warga Jakarta atapun yang menumpang bekerja di Ibukota ini, pasti sudah resah dengan kemacetan selama ini.Â
Apakah kemacetan ini berkurang atau tidak, perbedaannya sangat tipis, setipis benang untuk dilihat oleh mata yang rabun. Manusia Jakarta sudah lama beradaptasi, sudah terbiasa dengan kemacetan.
Pemerintah bukan tidak bekerja, masyarakat juga tidak tumpang tangan. Rute dan jumlah bus TransJakarta terus bertambah, hal ini berbanding lurus dengan data pelanggan Transjakarta yang meningkat selama 4 tahun terakhir. Jadi, apa yang belum tersentuh?
Si pengguna setia kendaraan pribadi juga manusia yang memiliki kemampuan beradaptasi. Slogan "lebih baik macet, tapi nyaman", atau "lebih baik macet, tapi hemat" sering tersebut dari mulut-mulut mereka.Â
Tidak perlu ada yang disalahkan, sebab keputusan seseorang dalam menggunakan kendaraan pribadi dihasilkan dari perspektif individual . Hal yang paling mempengaruhinya ialah latar belakang sosial-ekonomi, dan aktivitas harian yang dilakukan.
Kembali lagi kepada pertanyaan "apa yang belum tersentuh?", sebaiknya pemerintah perlu memahami lebih dalam alasan penggunaan kendaraan pribadi.Â
Mengapa Si Nyaman atau Si Hemat masih setia dengan kendaraannya; apa latar belakang sosial-ekonomi dan aktivitas hariannya.
Kebijakan manajemen transportasi tidak bisa lagi yang itu-itu aja. Si Nyaman dan Si Hemat harus tersentuh, lebih baik disentil.Â