Ekskursi ke pesantren menjadi pengalaman berharga dalam pembentukan karakter seorang pelajar Kanisian. Di tengah rutinitas dan kebiasaan santri, seorang pelajar yang mungkin terbiasa dengan kenyamanan modern, diajak merasakan langsung suasana sederhana kehidupan pesantren. Mulai dari bangun pagi, menjalani rutinitas ibadah bersama, hingga tidur beralaskan tikar tipis di ruangan sederhana, semua menjadi pengalaman baru yang membuka mata. Momen ini menjadi semacam perjalanan spiritual, bukan hanya untuk menambah wawasan, tetapi juga menyentuh hati mereka yang hadir di sana, membuka pintu bagi pengalaman yang mengajarkan kesederhanaan dan toleransi.
Di tengah perbedaan agama dan latar belakang, terdapat benang merah yang menghubungkan kedua kelompok ini: toleransi. Sering kali, pelajar Kanisian dihadapkan pada stigma bahwa hidup di pesantren kaku dan penuh aturan. Namun, kenyataannya, ketika di sana, mereka menemukan wajah ramah santri yang dengan tangan terbuka menerima kehadiran teman-teman baru ini. Diskusi sering kali terjadi, bukan hanya terkait agama, tetapi juga isu-isu hangat seperti politik, pendidikan, hingga kehidupan sehari-hari. Dalam suasana pertemanan dan saling memahami, pelajar menyadari betapa pentingnya toleransi untuk memperkaya pengalaman hidup dan membuka wawasan terhadap perspektif yang berbeda. "Toleransi adalah seni hidup damai dengan orang-orang yang pendapatnya berbeda dari kita," kata Mahatma Gandhi, dan pesan ini terasa nyata dalam kehidupan pesantren.
Di pesantren, kesederhanaan hidup sangat terasa. Makanan yang dihidangkan sering kali hanya berupa nasi, sayur, dan lauk sederhana yang jauh dari ekspektasi pelajar yang terbiasa dengan makanan kaya bumbu. Namun, justru kesederhanaan itulah yang membuka mata bahwa kenikmatan tidak selalu berbanding lurus dengan kemewahan. Berkat pengalaman tersebut, banyak pelajar Kanisian yang pada awalnya tidak menyukai makanan pedas, lambat laun mulai belajar menikmati makanan bercita rasa pedas yang dihidangkan. Bahkan, mereka menemukan kepuasan tersendiri saat berhasil menikmati makanan dengan selera baru. Pengalaman ini juga memberi pengertian bahwa menyesuaikan diri dan menerima sesuatu yang berbeda dapat membawa rasa bahagia dan penerimaan yang lebih mendalam.
Tidak hanya soal makanan, belajar tentang hidup sederhana juga mereka rasakan dalam hal keuangan. Di dalam pesantren, terdapat toko kecil yang menjual berbagai makanan dan minuman dengan harga yang sangat terjangkau. Di sini, pelajar belajar tentang pentingnya menghargai nilai dari setiap lembaran uang kecil, yang mungkin sebelumnya dianggap remeh. Sebuah minuman segar atau camilan sederhana di toko tersebut dapat memberikan kebahagiaan kecil di tengah panasnya hari. Dari sini, pelajar menyadari bahwa uang receh yang sebelumnya mungkin tidak berarti, ternyata mampu memberikan kenikmatan tersendiri saat berada dalam suasana yang terbatas. Kebiasaan menghargai hal kecil seperti ini menjadi pelajaran yang berharga dalam menghargai kehidupan.
Melalui ekskursi ini, muncul kesadaran baru bahwa kemewahan bukanlah sesuatu yang dapat diterima begitu saja tanpa rasa syukur. Kesempatan merasakan kondisi hidup para santri yang sederhana justru mengingatkan pelajar Kanisian akan betapa beruntungnya mereka dengan fasilitas yang mungkin sering kali dianggap biasa, seperti AC, kasur empuk, atau makanan lezat yang berlimpah. "Kemewahan adalah hal yang sering kali tidak kita sadari sampai hal itu diambil dari kita," begitu ungkapan seorang tokoh. Dalam momen itulah, perasaan bersyukur dan rasa tanggung jawab untuk menjaga apa yang dimiliki muncul. Mengambil hikmah dari pengalaman ini, seorang pelajar tidak hanya sekadar berkunjung, tetapi juga memperoleh pemahaman mendalam tentang bagaimana menghargai segala hal dalam hidup.
Ekskursi ke pesantren ibarat mencelupkan diri ke dalam perbedaan budaya yang memberikan warna baru bagi kehidupan pelajar. Di sini, mereka belajar bahwa hidup tidak selalu tentang kenyamanan, tetapi juga tentang bagaimana kita dapat beradaptasi dan menghargai nilai-nilai yang berbeda dari lingkungan kita. Kehidupan pesantren yang sederhana namun penuh kedamaian dan ketenangan, mengingatkan bahwa hidup yang penuh dengan fasilitas bukanlah satu-satunya jalan menuju kebahagiaan. Seperti pelangi yang indah karena berbagai warna yang menyatu, demikian pula pengalaman ekskursi ini memperkaya pandangan pelajar terhadap hidup dan membuka mata mereka terhadap keindahan di balik kesederhanaan.
Dalam pesantren yang sederhana namun penuh dengan nilai-nilai luhur, seorang pelajar bisa merasakan suasana yang berbeda dari hiruk-pikuk perkotaan. Ruangan yang hanya dilapisi tikar, kamar yang sederhana tanpa hiasan mencolok, serta aroma khas masakan kampung yang sederhana memberikan kesan hangat dan bersahaja. Di antara interaksi sederhana dan makanan yang apa adanya, ada perasaan tenang yang menyelimuti. Melihat santri-santri yang begitu menikmati kesederhanaan hidup mereka, pelajar Kanisian menemukan bahwa ketenangan dan kebahagiaan sering kali datang bukan dari hal yang megah, tetapi dari hal-hal kecil yang dihayati dengan tulus.
Ekskursi ke pesantren tidak hanya menjadi perjalanan fisik, tetapi juga perjalanan batin yang memperkaya wawasan dan membentuk pribadi yang lebih baik. Melalui kesempatan ini, para pelajar dibekali dengan nilai-nilai penting yang tidak hanya akan melekat dalam diri mereka, tetapi juga mempengaruhi cara pandang mereka terhadap kehidupan. Sesederhana apapun, kebahagiaan, ketenangan, dan rasa syukur adalah hal-hal yang berharga yang pantas untuk selalu dijaga dan disyukuri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H