Mohon tunggu...
Jonathan Bachtiar
Jonathan Bachtiar Mohon Tunggu... Freelancer - seorang pecinta kuliner dari berbagai belahan dunia

saya sangat meminati setiap cita rasa dari berbagai belahan dunia, dengan rasa yang otentik, dan membuat lidah saya tidak pernah puas untuk bertualang

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Ini Dia Asal Usul Lumpia, Kuliner Khas Semarang yang Digemari Masyarakat

21 Januari 2021   15:54 Diperbarui: 21 Januari 2021   15:59 1315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kuliner. Sumber ilustrasi: SHUTTERSTOCK via KOMPAS.com/Rembolle

Warga Semarang dan sekitarnya pasti sudah tidak asing lagi dengan Lumpia. Makanan khas Semarang ini kadang disebut "Lempia" dan merupakan jajanan tradisional Jawa Tengah. Namun sedikit orang yang mengetahui bahwa lumpia Semarang ini memiliki sejarah yang cukup panjang hingga akhirnya menjadi makanan yang digemari masyarakat.

Lumpia merupakan makanan khas Semarang yang berawal dari perjumpaan kuliner antara Tionghoa dan Jawa ratusan tahun silam.

Hidangan manis dan gurih ini berisi rebung, ayam, udang, dan kerak tipis yang terbuat dari tepung, menghiasi setiap pelosok kota Semarang, ibu kota Jawa Tengah. Jenis jajanan ini sangat populer sehingga bisa dibeli di pedagang kaki lima, masuk ke dalam menu snack box jakarta,  dan restoran, dan menjadi oleh-oleh khas kota ini.

Nama lumpia atau lunpia berasal dari bahasa Hokkien, "lun" atau "lum" artinya lembut, dan "pia" artinya kue. Pada awalnya lumpia di Semarang tidak digoreng, sehingga sesuai dengan arti lumpia yaitu soft cake.

Modifikasi ini terjadi ketika masakan Cina dan Jawa dicampur. Manisnya lumpia juga menjadi bagian penyesuaian lidah masyarakat setempat. Meringkas dalam banyak hal, makanan khas Semarang ini pertama kali diperkenalkan pada abad ke-19 dan merupakan contoh perpaduan harmonis budaya Tionghoa dan A-Jawa dalam rasa.

Semuanya berawal ketika Tjoa Thay Joe yang lahir di Fujian memutuskan untuk pindah dan tinggal di Semarang dan membuka perusahaan makanan khas China ala China yang menggunakan daging babi dan rebung sebagai pelengkap. Tjoa Thay Joe kemudian bertemu dengan Mbak Wasih, seorang Jawa lokal, yang juga menjual makanan yang hampir sama, tetapi lebih manis dan penuh dengan kentang dan udang.

Seiring waktu, mereka saling jatuh cinta dan kemudian menikah. Bisnis yang berjalan akhirnya melebur menjadi satu bisnis dengan sedikit perubahan, yang justru melengkapi kesempurnaan makanan lintas budaya ini. Isi lumpia tersebut diubah menjadi ayam atau udang, dicampur rebung, kemudian dibungkus dengan kulit lumpia khas Tiong Hoa. Keunggulannya udang dan telurnya tidak amis, rebung sangat manis, dan lumpia renyah saat digoreng.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun