PENCEGAHAN PENULARAN TUBERKULOSIS PADA ANAK
Wa Rina, S.KM., M.KL.
Dosen Program Studi Keperawatan Tual Poltekkes Kemenkes Maluku
Tuberkulosis atau sering disingkat TBC merupakan penyakit menular yang menyerang paru dan disebabkan oleh bakteri Mycobakterium tuberculosis. Setelah menyerang paru-paru kemudian menyebar keseluruh bagian tubuh. Penyakit ini adalah salah satu penyakit saluran pernapasan bagian bawah. Biasanya, infeksi berlangsung selama 2 hingga 10 minggu. Klien atau pasien akan menunjukkan gejala penyakit dan respon imun yang lemah dan tidak efektif setelah 10 minggu.
Penyakit ini menyebar ketika penderita  TBC batuk atau bersin, dan droplet yang terlepas di udara akan terhirup oleh orang lain (yang sehat). Dalam satu kali batuk orang yang terinfeksi tersebut dapat mengeluarkan kurang lebih 3.000 percikan dahak ke udara. Meskipun TBC menyebar mirip dengan flu, ini bukanlah penyakit yang mudah menular. Masyarakat harus berhubungan dengan orang yang terinfeksi dalam waktu beberapa jam. Contohnya anggota keluarga yang sudah terinfeksi akan menyebarkan ke anggota keluarga lain yang tinggal serumah. Penyakit ini tidak akan menginfeksi orang lain denga cara hanya duduk di samping orang yang terinfeksi di bus atau alat transportasi lainnya. Selain itu, tidak semua orang yang menderita TBC dapat menularkan penyakit ini. Anak-anak dengan TB atau mereka dengan infeksi TB ekstrapulmoner atau yang terjadi di luar paru-paru  (TB extrapulmonary) tidak menularkan infeksi.
Berdasarkan laporan Kemenkes khususnya bagian Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) bahwa pada bulan Maret tahun 2023 kasus TBC pada anak berjumlah 18.144 kasus. Secara keseluruhan Indonesia menduduki peringkat kedua kasus TBC di dunia setelah India. Beberapa faktor yang menyebabkan TBC pada anak yakni kurang gizi, riwayat terpapar asap rokok, riwayat kontak dengan penderita TBC, riwayat vaksin BCG, dan kemiskinan. Dari faktor-faktor tersebut diatas yang menjadi faktor dominan sebagai penyebab utama penyakit TBC pada anak yakni riwayat kontak dengan penderita TBC.
Anak yang kekurangan gizi memiliki tubuh yang rapuh sehingga lebih rentan terhadap penyakit TBC, yang disertai dengan penurunan kekebalan tubuh anak. Defisensi nutrisi berdampak signifikan pada pembentukan antibodi dan respons imun lainnya. Balita yang terpapar kebiasaan merokok orang tuanya dapat mengembangkan penyakit TB paru. Karena sistem kekebalan bayi masih berkembang, balita lebih mungkin tertular infeksi Mycobacterium tuberkulosis (MTB) semakin sering orang tuanya merokok. Asap dari rokok menyebabkan udara di dalam rumah mengandung bahan kimia nitrogen oksida yang berbahaya bagi penghuninya. Senyawa yang masuk ke sistem pernapasan akan menyebabkan berkembangnya makrofag, yang kemudian akan terkontaminasi dan menurunkan imunitas tubuh.
Anak yang diberikan vaksin BCG sesuai jadwal, akan menghasilkan antibpdi terbaik untuk menghentikan pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis paru pada anak. Menurut jadwal IDAI, bayi harus mendapatkan vaksinasi TB sebelum berusia tiga bulan, sedangkan Kemenkes RI menganjurkan untuk memberikan vaksinasi BCG kepada bayi antara usia nol hingga dua belas bulan untuk mendapatkan hasil terbaik. Sebaiknya dilakukan tes tuberkulin terlebih dahulu untuk mengetahui apakah anak tersebut terkena infeksi MTB jika vaksin diberikan setelah 3 bulan.
Riwayat kontak dengan penderita TBC ini dapat terjadi karena anak-anak setiap hari lebih banyak berhubungan dengan orang dewasa. Riwayat kontak dengan pasien TB sebelumnya merupakan faktor risiko berikut. Anak-anak sangat rentan terhadap infeksi dari orang lain di lingkungan terdekat mereka. Anak-anak lebih sering terinfeksi dari orang dengan komorbiditas yang tidak terdiagnosis karena kekebalan yang lebih rendah yang disebabkan oleh pengobatan yang kambuh atau tidak lengkap dibandingkan dengan orang dengan penyakit kemoterapi saat ini. Terapi TBC, dapat dikatakan bahwa balita memiliki riwayat kontak serumah jika telah ada 3 bulan atau kurang antara diagnosis atau dimulainya terapi.
Selain itu kepadatan hunian juga mempengaruhi risiko TBC pada anak. Sebab di masyarakat yang ekonominya kurang mampu anak-anak tidur satu kamar dengan orang tua mereka. Salah satu tanda tingginya angka penularan TB Paru adalah banyaknya penduduk yang tinggal di satu rumah. Kepadatan populasi rumah akan berdampak signifikan bagi penghuninya. bagian rumah yang penuh sesak karena tidak proporsional dengan jumlah orang. Hal ini tidak disarankan karena selain mengurangi konsumsi oksigen, juga memudahkan TBC menyebar ke penghuni rumah lainnya jika salah satunya terinfeksi. Seharusnya minimal luas rumah 8 meter persegi dihuni untuk 4 orang.
Anak-anak yang telah terpapar TBC biasanya memiliki sejumlah gejala, seperti: batuk jangka panjang yang berlangsung lebih lama dari 3 minggu, demam lebih dari dua minggu, batuk yang berdarah, tubuh kekurangan energi dan lemah, seorang anak tidak terlalu lapar, dalam waktu dua bulan, beratnya tetap atau bahkan turun, berkeringat di malam hari serta kelenjar getah bening membengkak.
Bagaimana penyebaran infeksi TBC di antara anak-anak dapat dihentikan? Melakukan vaksin BCG sesuai jadwal yang telah ditetapkan oleh pemerintah, bagi orang tua perokok berat jangan merokok di dalam rumah, memberikan asupan gizi kepada anak sesuai dengan kebutuhan mereka. Penderita TBC diharuskan menutup mulut atau hidungnya dengan tisu saat batuk atau bersin sebagai langkah aktif, kemudian tisu tersebut langsung dibuang ke tempat sampah. Karena air liur bisa menjadi sarana penyebaran kuman, jangan dibuang sembarangan. Agar anak-anak dapat menghirup udara bersih, jaga kebersihan rumah dan pastikan memiliki ventilasi yang baik. Jangan biarkan anak-anak dicium atau digendong sembarangan oleh orang lain saat sedang tidur bersama mereka. Semoga Bermanfaat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H