Mohon tunggu...
jonansaleh
jonansaleh Mohon Tunggu... Ilustrator - Hands are the second thought

Tangan adalah pena dari pikiran.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sayup Pilu Senja Gurau

18 April 2024   18:08 Diperbarui: 18 April 2024   18:29 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gurau

Sendeng telingaku, berdenging. Menangkap celoteh suara ricik sahabat di sampingku

Buai romantis, muncrat dari mulut manis.

Kami bercakap-cakap di samping trotoar, mengarah jalan utama para pencari nafkah. 

Sehabis menenun, kami putuskan berkelakar dengan pantat beralas nafas terengah. 

Sepuluh menit yang lalu, kami berkecamuk dengan keringat, basah, dan lelehan daki, yang diurai dengan sengkarut isi kepala yang entah kemana. 

Bersemangat dan berlapang dada. 

Semua cerita di sepuluh menit lalu,kini bersua tumpahan segelas kopi dari gerobak Pak De. 

Silang sikut. Kami saling melempar tawa, yang sebenarnya karang, sudah kami lewati. Setidaknya hari ini. Pahitnya ditelan bersama ampas kopi. 

Sudahi dulu Pak De. Sampai ketemu besok ya. Ngutang dulu. 

Senja

Perlahan selepas penat, kami berbeda. Di ujung pertigaan. Saya ke sana, dia kemana. Gurau gurih, secepat berlalu. Ditutup utang besok dulu, Pak De. 

Kini langit yang kian tinggi, membalikkan matahari pada benamnya. Sengatnya tak lagi membuat peluh. Ia merendah, berpaling mengumpulkan tenaga untuk esok hari. Sebab harus pagi ia membangunkan yang lapar.

Kuning, merah, abu, dan bayu mengantar aku kembali ke rumah. Pun sahabatku, kuharap merah, abu, dan bayu mengayuhnya sampai ke rumah. Walau tanpa kuning. Ia tak suka warna itu. Lonceng kematian baginya. 

Sayup-Pilu

Gurau, senja. Kugendong di saku tas belakang. Tidak berat. Hanya perasaan ini, membebani.

 Perlahan, langkah dua kaki ini mendekati jendela. Belum kututup sedari pergi. Kutengok halaman belakang, seperti biasa, rerumputan yang selalu riang kala aku kembali. Beberapa nampak menertawakan ku. Aku tersenyum simpul, sinis. 

Depan pintu, berat tangan mengetuk. Tak terbiasa memang. Karena tak ada siapa pun juga di dalam. Hanya sandiwaraku. 

Dengan tangan kiri ini, jemari jempol dan telunjuk menempel kunci membuka pintu. 

Plong!!

KOSONG

Bangku di sudut bersiap menata dudukku. Kusisih tas belakang di bawah meja. Kuteguk air, menelan ludah. Bersandar dan bersabar. Aku telah melewati gurau, senja dan kini ada bersamaku, sayup-pilu.

Satu hari segera lenyap

Selamat datang malam. Aku tidur sendiri lagi malam ini. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun