Sogavare tenggelam dalam ilusi bahwa ia mendapat sorotan dunia internasional karena mendukung Papua Barat berpisah dari Indonesia. Ia melarikan diri dari masalah dalam negeri dan memilih menjauh untuk mengikuti ‘godaan’ isu Papua Barat. Pertemuan MSG, PIF, Pacific Coalition on West Papua (PCWP) dan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mereka hadiri baru-baru ini tak ubahnya seperti janji kencan dengan perempuan idaman lain.
Terlena dengan nafsu, Sogavare mengatakan: “Papua Barat memiliki hak menentukan nasib sendiri”. Kata-kata yang diucapkan layaknya pasangan selingkuh yang ingin meyakinkan diri bahwa mereka melakukan seks atas dasar cinta dan bukan sekedar birahi.
Sogavare lupa, bahwa setiap hari provinsi Papua dan Papua Barat di Indonesia sudah menentukan nasib mereka sendiri. PM Sogavare gagal menerima kenyataan bahwa kedua provinsi itu mempraktekkan demokrasi dan telah memiliki pemimpin dari etnis mereka sendiri. Lebih parahnya, mereka juga tidak mau percaya bahwa mayoritas masyarakat Papua Barat ingin membangun provinsinya menjadi lebih makmur dan sejahtera di dalam satu kesatuan negara Indonesia.
Bukannya menghadapi secara jantan situasi politik dalam negeri yang kacau, pertumbuhan ekonomi yang lemah dan menyelesaikan masalah dalam negerinya, Sogavare malah memainkan peran sebagai 'orang kuat' Pasifik dan menggaungkan separatisme Papua.
Bagi PM Kepulauan Solomon itu, mendukung separatisme Papua tampaknya lebih seksi, lebih memikat, dan memberi mereka tempat untuk lari dari kenyataan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H